Konten Media Partner

Kisah Dokter Muslim yang Difitnah Membuat Mandul Ribuan Perempuan Buddha

14 Juli 2023 12:00 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Adakah pil yang bisa membuat orang steril? Bagaimana dengan gel di pakaian dalam wanita? Pernahkah Anda mendengar seorang dokter diam-diam mensterilkan perempuan selama persalinan caesar?
Ini semua adalah teori konspirasi yang beredar di kalangan penganut Buddha garis keras anti-Muslim di Sri Lanka.
Narasinya begini: minoritas Muslim di negara itu diam-diam berusaha menambah persentasenya di populasi dengan membuat mandul para perempuan umat Buddha yang mayoritas.
Seorang dokter pria dari Kota Kurunegala di barat laut telah menjadi sasaran tuduhan yang sangat tidak masuk akal.
"Saya Muslim, dan saya dituduh diam-diam mensterilkan 4.000 perempuan Buddha," kata Muhammad Shafi, seorang ahli bedah, kepada BBC.
Dr. Shafi dituduh memampatkan tuba falopi pasien-pasiennya yang beragama Buddha menggunakan suatu instrumen selama operasi caesar, sehingga membuat mereka tidak bisa punya anak lagi.
Dia ditangkap pada 24 Mei 2019 dan didakwa dengan undang-undang terorisme.
"Saya dimasukkan ke dalam sel bersama para penjahat. Saya pikir, mengapa mereka melakukan ini kepada saya? Saya harus bertahan hidup demi istri dan anak-anak saya," kata Dr. Shafi.
Ayah tiga anak itu kemudian menghabiskan 60 hari di balik jeruji.
Pada Juli 2019, pengadilan membebaskannya dengan jaminan, tetapi dia dilarang praktik selama penyelidikan sedang berlangsung.
Empat tahun setelah penangkapannya, Muhammad Shafi dipulihkan oleh Kementerian Kesehatan Sri Lanka pada Mei 2023 karena kurangnya bukti yang mendukung tuduhan terhadapnya.

Pengeboman Minggu Paskah

Lebih dari 250 orang tewas dalam serangan pada Minggu Paskah.
Umat Buddha mencakup sekitar 70% dari 22 juta penduduk Sri Lanka. Umat Muslim sekitar 10%, Hindu sekitar 12%, dan Kristen 7%.
Sebelum tuduhan itu, Dr. Shafi menghabiskan hari-harinya dengan merawat pasien dari semua komunitas agama ini.
Namun, pada 21 April 2019 – hari Minggu Paskah – serangkaian pengeboman menyasar gereja dan hotel wisata, menewaskan lebih dari 250 orang. Kekejaman itu mengubah hidup Dr. Shafi selamanya.
Serangan kelompok ekstremis radikal yang terkait dengan kelompok Negara Islam (ISIS) itu adalah yang paling mematikan di Sri Lanka sejak perang saudara melawan kelompok separatis Macan Tamil berakhir pada 2009.
Pengeboman itu memicu gelombang sentimen anti-Muslim di seluruh Sri Lanka.
Sebagai pembalasan, masjid, rumah, dan toko-toko milik Muslim dibakar, dan seorang pria Muslim dibacok sampai mati oleh massa.

Fitnah

Pada 23 Mei 2019, satu bulan setelah pengeboman Minggu Paskah, salah satu surat kabar besar di Sri Lanka Divaina menerbitkan artikel halaman depan yang menuduh "seorang dokter di Thawheed Jamath telah mensterilkan 4.000 perempuan Buddha Sinhala. Detail diungkap dengan bukti. Investigasi luas sedang dilakukan untuk menangkap sang dokter."
National Thawheed Jamath adalah satu dari dua kelompok Islam lokal yang disalahkan atas serangan Minggu Paskah.
Surat kabar itu tidak memberikan sumber apa pun untuk mendukung klaim atau mengungkap identitas Dr. Shafi, tetapi tuduhan mensterilisasi perempuan Buddha yang membawa-bawa nama Dr. Shafi bersama dengan foto dirinya serta lokasinya tak lama kemudian muncul di Facebook.
"Itu adalah pertama kalinya saya secara terbuka dikaitkan dengan klaim tersebut," katanya kepada BBC.
Dr. Shafi mengatakan bahwa dia, konsultan bangsal, serta sesama petugas senior mendatangi direktur Rumah Sakit Pendidikan Kurunegala, Dr Sarath Weerabandara, untuk melaporkan tuduhan palsu terhadapnya di media sosial dan mengungkapkan keprihatinannya tentang kemungkinan ancaman terhadap hidupnya.
Namun, Dr Weerabandara menjawab bahwa dia hanya bisa menangani masalah di dalam rumah sakit dan bukan di luar.
Dua hari kemudian, Dr. Shafi ditangkap.
"Saya dibawa ke polisi tanpa surat perintah dan dimasukkan ke penjara untuk mencegah keresahan publik," katanya.

'Media toksik’

Biksu Buddha berunjuk rasa di luar rumah sakit setelah penangkapan Dr Shafi.
Masalah ini mendapat perhatian lebih lanjut ketika saluran televisi mengangkat beritanya, dan tuduhan palsu menjadi viral di media sosial.
"Saya dijebak. Saya secara publik dicap sebagai teroris. Kanal-kanal televisi toksik dan berita-berita palsu di media sosial pada dasarnya telah menghancurkan hidup saya," kata Dr. Shafi.
Banyak biksu Buddha mulai berunjuk rasa di luar rumah sakit tempat istri Dr. Shafi, Fathima Imara, juga bekerja.
"Istri saya menerima ancaman pembunuhan. Dia khawatir nyawa anak-anak kami terancam," kata Dr. Shafi, seraya menambahkan bahwa dia juga hampir kehilangan pekerjaannya.
"Putri sulung saya sedang mempersiapkan ujian dan ingin pergi ke sekolah. Tapi kami tidak bisa melakukan itu karena kemarahan publik terhadap kami. Dia depresi - kami harus mencari sekolah baru untuk anak-anak kami," imbuhnya.
Menyusul penangkapan Dr. Shafi, istri dan ketiga anaknya pindah ke Kolombo. Sejak itu, anak-anaknya telah bersekolah di tiga sekolah yang berbeda.
"Istri dan anak-anak saya harus lari dari satu tempat ke tempat lain. Dan mereka tidak punya uang karena rekening saya dibekukan," kata dr. Shafi.
Meskipun sekitar 800 perempuan mengirimkan pernyataan tentang Mohamed Shafi - yang oleh otoritas rumah sakit disebut sebagai "keluhan" - pada 27 Juni 2019, Departemen Investigasi Kriminal Sri Lanka (CID) mengatakan kepada pengadilan bahwa tidak ada bukti yang ditemukan bahwa dr. Shafi melakukan prosedur sterilisasi rahasia.
Selain itu, laporan dari berbagai lembaga penegak hukum dan intelijen di Sri Lanka, termasuk Badan Intelijen Negara, mengatakan tidak ada bukti yang mengaitkan Shafi dengan kegiatan teroris.

Kampanye pemilu

Nasionalisme agama memainkan peran penting dalam pemilihan presiden Sri Lanka, yang berujung pada kemenangan telak Gotabaya Rajapaksa
Setelah pengeboman Minggu Paskah, mantan menteri pertahanan masa perang Gotabaya Rajapaksa, adik mantan presiden Mahinda Rajapaksa, mengatakan dia akan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden dan akan menghentikan penyebaran ekstremisme Islam.
Sentimen anti-Muslim mencapai puncaknya menjelang pemilihan ini, yang diadakan pada November 2019.
"Rasisme adalah candu. Sayangnya, orang yang kecanduan rasisme membicarakannya dengan bangga," kata dr. Shafi.
"Politisi Sri Lanka memfitnah saya. Ini adalah trauma yang tidak pernah terbayangkan."

'Pil dan gel sterilisasi'

Teori konspirasi bahwa sterilisasi adalah senjata yang digunakan umat Islam untuk mengambil alih Sri Lanka juga muncul pada kesempatan lain.
Pada tahun 2018, seorang pemilik restoran Muslim dituduh menambahkan 'pil sterilisasi' ke makanan, menargetkan para pelanggan Buddha.
Ini memicu serangan kekerasan oleh massa Buddha di restoran dan toko-toko dan hotel-hotel milik Muslim di Ampara, di Sri Lanka timur.
Umat ​​Buddha terdiri dari sekitar 70% populasi Sri Lanka.
Setelah penangkapan Dr. Shafi, seorang biksu Buddha terkemuka, Warakagoda Sri Gnanarathana, secara terbuka mendukung hukuman rajam terhadap umat Muslim dan mendesak umat Buddha untuk memboikot toko dan makanan milik Muslim.
Klaim lainnya ialah waralaba toko pakaian milik Muslim menempatkan apa yang disebut 'gel sterilisasi' pada pakaian dalam yang dimaksudkan untuk perempuan Buddha.
Ketika desas-desus menyebar di media sosial, kelompok garis keras Buddha menyerukan boikot terhadap toko-toko milik Muslim dan bahkan menyerang beberapa dari mereka yang berbelanja di sana.
Setelah kekerasan di Ampara, PBB terpaksa mengeluarkan pernyataan yang mengklarifikasi bahwa tidak ada yang namanya pil maupun gel sterilisasi.

Etika media

Asosiasi Jurnalis Muda Sri Lanka (SLYJA) adalah salah satu dari sedikit kelompok yang mengangkat suara menentang pelaporan tipikal di surat kabar lokal, saluran televisi dan situs web.
Sebuah masjid yang diserang oleh massa Buddha setelah pengeboman Minggu Paskah.
Menurut ketua SLYJA, Tharindu Jayawardena, tidak banyak artikel investigasi faktual tentang insiden tersebut yang diterbitkan pada saat itu.
BBC berbicara dengan beberapa wartawan lokal yang membuat artikel investigasi yang "meliput kedua sisi cerita" namun tidak dipublikasikan, karena mereka bilang editor khawatir "itu akan membuat marah pembaca dan memengaruhi penjualan surat kabar".
Jayawardena mengatakan kampanye kebencian terhadap dr. Shafi di media arus utama dan media sosial secara langsung berbuntut pada seruan oleh para biksu Buddha untuk melempari Muslim dengan batu sampai mati. Dan itu semua sepenuhnya tanpa dasar.
"Kami menemukan bahwa dari perempuan yang membuat pernyataan tentang Dr. Shafi, hanya 168 yang mengalami kesulitan hamil. Yang lainnya ikut-ikutan setelah mendengar tentang berita itu. Mereka hanya ingin diperiksa. Kami punya daftar semua pengadu dan telah mengkonfirmasi bahwa sekitar 120 telah melahirkan setelah penangkapan Dr. Shafi," imbuhnya.

Membuktikan tidak bersalah

Populasi Sri Lanka beragam secara agama dan etnis.
Dengan tidak adanya bukti yang mendukung tuduhan terhadapnya, dr. Shafi melanjutkan pekerjaannya di Rumah Sakit Pendidikan Kurunegala pada Mei 2023.
Dia menerima pembayaran gajinya selama tiga tahun terakhir sebesar sekitar 2,7 juta rupee (Rp492 juta) — Dr. Shafi menyumbangkan sebagiannya kepada Kementerian Kesehatan untuk membeli obat-obatan yang sangat dibutuhkan.
Banyak dokter Sri Lanka bermigrasi untuk mencari kehidupan yang lebih baik saat negara itu berada dalam krisis ekonomi, tetapi Dr. Shafi bertekad untuk tetap tinggal dan terus bekerja di rumah sakit tempat dia difitnah.
"Anggota keluarga saya mengatakan kepada saya jangan kembali ke sana," katanya, "tetapi saya tahu satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa saya tidak bersalah adalah kembali ke rumah sakit yang sama dan bekerja di posisi yang sama."