Kisah Pengidap Sindrom Sjögren Langka: Tak Bisa Menangis dan Tak Punya Air Liur

Konten Media Partner
18 Maret 2023 12:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu gejala sindrom Sjögren adalah kekeringan mata, kulit dan mulut.
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu gejala sindrom Sjögren adalah kekeringan mata, kulit dan mulut.
Pada 2008, saat ia mengandung anaknya yang kedua, Rafaela Santana Oliveira Silva mulai mengalami gejala rambut rontok, tubuh gatal, kelelahan, dan perasaan kering di mata dan mulut.
Setelah bayinya lahir, perempuan asal Brasil ini ingin fokus mengurus putranya. Sehingga, ia mengesampingkan kebutuhannya untuk melakukan pemeriksaan medis.
Empat tahun kemudian, Rafaela mulai menyadari gejalanya menjadi semakin parah dan tak kunjung membaik. Ia mulai berkonsultasi dengan dokter.
Selang delapan tahun kemudian dan puluhan kunjungan ke berbagai macam dokter spesialis, dari dokter gigi, dokter mata, dokter kulit, hingga dokter ahli saraf, Rafaela tak kunjung pulih.
“Seiring berjalannya waktu, gejala-gejala saya semakin parah. Saya tidak bisa mengeluarkan air mata atau air liur lagi, jadi saya tidak bisa menangis dan tidak bisa makan. Saya harus minum air terus-menerus.
“Saya mulai merasa nyeri di sendi dan kelelahan yang membuat saya tidak bisa melakukan apa pun, bahkan aktivitas sehari-hari yang sederhana tidak bisa,” jelasnya.
Pada saat itu, karena rasa sakit yang hebat, pergerakan Rafaela semakin terhambat dan rasa sakit itu membuatnya tidak bisa meninggalkan rumahnya.
“Saya didiagnosa dengan fibromyalgia, tetapi saya tahu ini lebih dari itu, bahwa saya memiliki penyakit lain. Saya juga didiagnosa dengan lupus, tapi dokter-dokter itu salah,” kata Rafaela.

‘Saya pikir saya gila’

Rafaela mengatakan bahwa sembari mengunjungi sejumlah dokter demi mencari kesembuhan, ia mulai merasa dirinya mengalami masalah psikis. Sebab, ia mendengar dari beberapa ahli medis bahwa ‘tidak mungkin dia bisa mengalami rasa sakit sehebat itu’.
“Saya merasa sakit di seluruh tubuh dan mereka bilang itu tidak mungkin. Saya pikir saya mulai gila, bahwa sakit ini tidak ada sebenarnya, melainkan masalah psikologis,” kata dia. Dia juga mencoba mendapatkan bantuan psikologis untuk menangani masalahnya.
Saat ia berkonsultasi dengan seorang dokter umum pada akhir 2019, dokter itu berhipotesa bahwa Rafaela mengidap sindrom Sjögren, sebuah penyakit yang menyebabkan kulit kering, mata kering dan mulut kering serta mempengaruhi sistem tubuh lainnya.
“Mereka merujuk saya ke dokter spesialis penyakit dalam yang meminta saya melakukan beberapa tes. Enam bulan kemudian diagnosis muncul: Saya menderita sindrom Sjögren. Saya belum pernah mendengarnya dan tidak tahu apa itu,” katanya.

Berbagi pengalaman dan mendobrak prasangka

Setelah diagnosanya yang lama tertunda, Rafaela membuat akun Instagram untuk menceritakan pengalamannya menghadapi sindrom Sjögren
Diagnosa penyakit itu membawa kelegaan bagi Rafaela, tetapi juga rasa takut. Selain harus mengalami rasa sakit setiap harinya Rafaela juga menghadapi prasangka masyarakat.
“Banyak orang melihat saya dan - karena saya tidak memiliki tanda-tanda fisik yang menunjukkan saya punya penyakit, [penyakit] itu menjadi tak kasat mata. Mereka tidak percaya itu benar-benar ada.
“Orang lain tidak paham kenapa saya mudah lelah dan badan pegal-pegal. Saya harus memperlihatkan sertifikat kesehatan saya supaya mereka percaya,” ujar Rafaela.
Agar lebih memahami penyakitnya, dia mulai mencari-cari informasi yang bisa membantunya beradaptasi dengan kehidupan barunya. Ia kemudian membuat akun Instagram sehingga ia bisa membahas penyakit itu dan pengalaman menghadapinya.
“Berbeda jika seorang dokter yang menjelaskannya dan saat seorang yang mengidapnya membahasnya.
“Itulah sebabnya saya berusaha untuk memperlihatkan sedikit tentang kehidupan pribadi saya dan berbicara dengan orang lain yang juga memiliki sindrom ini. Kami saling mendukung,” katanya.
Sindrom Sjögren tidak bisa disembuhkan dan pengobatan untuk meredakan penyakit itu memerlukan tim lintas spesialisasi, yakni dokter spesialis penyakit dalam, dokter mata, dan dokter gigi.
Untuk meredakan gejala kekeringan di bagian kulit, mata, dan mulut, Rafaela perlu menggunakan beberapa produk untuk menstimulasi produksi cairan, seperti obat tetes mata yang harus ia pakai setiap hari.
Selain mengonsumsi obat-obatan seperti kortikosteroid, imunosupresan, dan mengikuti pola makan sehat, ia juga harus menghindari makanan yang sangat kering.
“Ini adalah kehidupan baru, karena obat menyebabkan begitu banyak efek samping. Suatu hari Anda akan merasa baik-baik saja dan keesokan harinya Anda menjadi sangat lelah hingga tidak bisa bangun dari tempat tidur. Itu adalah perjuangan sehari-hari,” katanya.

Apa itu sindrom Sjögren?

Sakit di persendian juga merupakan gejala sindrom Sjögren
Sindrom Sjögren, yang juga dikenal sebagai sindrom mukosa kering, adalah penyakit autoimun langka yang kronis. Karakteristik utamanya adalah mata dan mulut kering yang terkait dengan tanda-tanda peradangan kelenjar.
Sindrom tersebut membuat limfosit (sel darah putih) menyerang beberapa organ dan kelenjar, terutama kelenjar air mata dan ludah, dan menghasilkan proses peradangan yang mengganggu fungsi normal dua kelenjar tersebut.
Penderita penyakit ini juga mengalami kekeringan di bagian hidung, kulit, dan vagina, kelelahan, nyeri sendi dan radang sendi.
“Penderita mengalami sensasi kekeringan, iritasi, gatal, kemerahan, terbakar, dan seperti ada kotoran di mata. Mungkin ada juga kesulitan membuka mata di pagi hari, penglihatan kabur, dan ketidaknyamanan saat membaca, menonton televisi, atau menatap layar komputer untuk waktu yang lama.
“Faktor lingkungan seperti angin, kipas angin, AC, dan kelembaban udara yang rendah dapat memperburuk situasi,” jelas Keila Monteiro de Carvalho, seorang profesor oftalmologi di Sekolah Kedokteran Universitas Campinas, dekat São Paulo.
Organ tubuh lainnya seperti ginjal, paru-paru, pankreas dan sistem saraf pusat juga dapat terpengaruh. Sindrom Sjögren paling sering timbul pada perempuan berusia antara 40 sampai 50 tahun. Rasio perempuan yang terkena penyakit ini dibandingkan dengan pria adalah 9:1.
Penyebab sindrom Sjögren dan mengapa hanya muncul di masa dewasa masih belum diketahui.
Para ahli percaya bahwa penyakit ini berkembang karena tiga faktor utama: genetik, lingkungan, dan hormon (sehingga masuk akal jika peluang terkena sindrom ini lebih tinggi pada perempuan).

Diagnosa dan pengobatan

Tidak ada tes khusus yang dapat mendeteksi dengan pasti keberadaan sindrom Sjögren.
Untuk mendiagnosa penyakit itu, seorang dokter perlu mempertimbangkan beberapa karakteristik seperti gejala, perubahan dalam pemeriksaan medis, pemeriksaan dokter mata, hasil tes laboratorium dan pemindaian, serta hasil biopsi kelenjar ludah kecil yang terletak di bibir bawah.
Sindrom ini tidak dapat disembuhkan, dan pengobatannya bervariasi sesuai dengan gejala yang dimiliki oleh setiap pasien, yang memerlukan tindakan lanjutan dari berbagai jenis dokter spesialis.
“Penyakit ini memiliki keadaan klinis yang sangat bervariasi. Beberapa pasien hanya menunjukkan gejala kekeringan, sementara yang lain memiliki masalah organ yang serius, seperti di bagian otak,” jelas Sandra Gofinet Pasoto, koordinator Komisi Sindrom Sjögren dari Komunitas Reumatologi di Brasil.
Lebih dari itu, menurut dokter spesialis, perubahan kebiasaan sangat diperlukan. Di antaranya mengurangi konsumsi manisan, tidak menggunakan sabun yang mengandung alkohol atau pewangi, tidak berada di dalam ruangan ber-AC atau tempat berangin, dan tidak menggunakan perangkat elektronik -seperti ponsel dan komputer - terlalu lama.
“Sindrom Sjögren memerlukan perhatian karena penyakit itu berisiko memicu penyakit komorbid lainnya seperti komplikasi pada paru, ginjal, sistem saraf tepi, dan sistem saraf pusat.
“Masalah penyakit lain yang dapat timbul mencakup sakit kepala, disfungsi kognitif, dan perubahan kondisi mental, seperti keceriaan yang sangat khas”, jelas dokter penyakit dalam Dr Marco Antônio Araújo da Rocha Loures, yang menjabat sebagai presiden Komunitas Reumatologi Brasil.
Ia menambahkan bahwa timbulnya komplikasi pendarahan ditandai dengan munculnya anemia dan sistem pertahanan tubuh yang rendah akibat penurunan leukosit.
Kemungkinan lain yang dapat muncul dari penyakit ini adalah masalah jantung seperti perikarditis, kerusakan katup, miokarditis, dan aritmia. Sindrom ini juga dapat menyebabkan hipertensi pulmonal.