Kisah Perjuangan Kelompok Tunanetra Membentuk Klub Sepak Bola di Indonesia

Konten Media Partner
12 November 2022 13:45 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komunitas Indonesian Blind Football coba merintis tim yang lebih serius untuk bersepakbola sesuai aturan internasional.
zoom-in-whitePerbesar
Komunitas Indonesian Blind Football coba merintis tim yang lebih serius untuk bersepakbola sesuai aturan internasional.
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Muhammad Irham
Wartawan BBC News Indonesia
Sekelompok penyandang tunanetra di Jakarta membentuk klub sepak bola yang diyakini pertama dan satu-satunya di Indonesia yang menerapkan aturan internasional.
BBC ikut dalam pelatihan klub bernama Indonesian Blind Football dan takjub pada ketangkasan para pemain.
Di dunia, sepak bola tunanetra diketahui sudah dimulai satu abad lalu, dan kompetisi internasional berlangsung secara rutin setiap tahun.
Sejauh ini, Komite Paralimpiade Nasional Indonesia belum membidik dan membina sepak bola tunanetra karena “orang tunanetra disuruh sepak bola, jatuh-jatuh diketawain orang, nggak enak.”
Oki Kurnia, penyandang tunanetra yang menjadi pelopor tim Indonesian Blind Football
Pagi itu, Oki Kurnia, meraba tumpukan baju di lemari, dan mengambil kaus olahraga favorit berlambang garuda di dada sebelah kiri.
Kaus tersebut selalu digunakan bermain sepak bola meski sudah berusia lebih dari satu dekade. Beberapa benang sudah menjuntai keluar dari jalur jahitannya.
Kaus ini, kata pria 27 tahun yang sudah tunanetra sejak lahir, diberikan seseorang saat momen Piala AFF 2010. Dalam laga tersebut, awalnya timnas Indonesia perkasa membekuk lawan-lawan di Asia Tenggara, namun di babak final, skuad Garuda kalah dari Malaysia dengan skor 3-0.
“Itu menurut saya hal yang menyakitkan. Itu yang terus saya ingat, Piala AFF 2010. Jadi selalu saya pakai [kaus ini], agar lebih semangat bermain,” kata mahasiswa jurusan ekonomi di Universitas Pamulang ini.
Baca Juga:
Setelah selesai menaikkan kaus kaki hingga melebihi dengkul, dan menggunakan deker – pelindung tulang kering, tiba-tiba pintu rumah diketuk.
Muhammad Irfan Bahri datang dengan senyum lebar, sambil meraba dinding rumah dan duduk sedikit menjauhi pintu. “Sudah siap, Ki?” tanyanya, dan dibalas Oki, “Tinggal pakai sepatu aja nih.”
Tapi dua tunanetra yang bersahabat sejak kecil, tidak bisa langsung berangkat ke tempat latihan lapangan futsal: “Bolanya bocor,” kata adik Oki paling kecil. Ia bertugas memompa bola.
“Ini bola khusus untuk tunanetra buatan lokal, harganya Rp200 ribuan,” kata Oki sambil menambahkan kualitasnya tidak sebaik bola impor dari Eropa yang harganya hampir Rp1 juta-belum termasuk ongkos kirim.
Bola khusus tunanetra ini berbunyi jika terguncang karena berisi semacam lonceng kecil di dalamnya.
“Dulu waktu masih SD, saya malah bermain pakai bola plastik yang diisi sama biji kacang ijo,” kenang Oki sambil tertawa.
Bola yang bocor tak begitu saja menunda latihan. Oki dan Irfan akhirnya memutuskan untuk menggunakan bola lainnya yang digunakan sejak 2018. Bola tersebut sudah tak ada kulit luarnya.

Disatukan sepak bola

Permainan sepak bola tunanetra mewajibkan seluruh pemainnya untuk menggunakan tutup mata, karena tidak semua tunanetra benar-benar mengalami kebutaan total.
Oki dan Irfan duduk menunggu rekan-rekan tunanetra lainnya di tepi lapangan futsal, yang sudah mereka sewa untuk latihan selama dua jam.
Satu per satu mereka tiba. Ada yang diantar kerabatnya, ada pula yang dibonceng ojek online.
Dan, tak ketinggalan Rizal Muhammad Zaid ikut serta dalam sesi pelatihan dua mingguan ini. Rizal adalah guru di SLB-A Pembina Tingkat Nasional sekaligus pelatih.
“Sepak bola harus jadi olah raga yang menyatukan, apa pun latar belakang suku, agama, ras, bahkan jenis disabilitas.
“Karena senang dengan sepak bola, jadi bergabung sama teman-teman sepak bola tunanetra,” kata Rizal.
Tim tunanetra yang bergabung dalam sepak bola ini memiliki beragam latar belakang dari pelajar, pedagang, karyawan, mahasiswa, sampai seniman. Dan, sepak bola menyatukan mereka.
"Kita bikin grup, terus kita pengen seriusin, nggak cuma main-main saja. Setiap pelatihan, kita mulai untuk beli rompi, terus beli blindfold [penutup mata], bola. Karena yang mahal itu equipmentnya, yang mahal bola,“ katanya.

Dimainkan bersama orang melek

Sepak bola tunanetra disebut sebagai olahraga inklusif karena bisa juga dimainkan bersama dengan 'orang melek', yang menjaga gawang.
Berdasarkan aturan khusus sepak bola tunanetra, setiap tim terdiri dari lima orang. Sepak bola tunanetra bisa dikatakan permainan inklusif, karena penjaga gawangnya adalah orang yang bisa melihat. Namun, ‘kiper awas’ ini tak boleh keluar dari garis gawang, sehingga geraknya terbatas.
Sebelum pertandingan dimulai, seluruh pemain melakukan hompimpa alaium gambreng untuk membagi menjadi dua tim. Rompi dengan warna orange dan biru dikenakan agar bisa dikenali penjaga gawang.
Seluruh pemain – kecuali pejaga gawang – menggunakan penutup mata. Penggunaan tutup mata ini untuk pertandingan yang adil, karena tidak semua tunanetra mengalami kebutaan total.
Selain menjadi penjaga gawang, orang melek juga bisa ikut sebagai pemain bertahan atau penyerang. Tapi tugasnya hanya memberi umpan kepada pemain tunanetra, dan dilarang mencetak gol. “Tapi itu untuk fun football aja,” kata Oki.

Kemampuan pemain tunanetra tak bisa diremehkan

Keterampilan anggota tim Indonesian Blind Football dalam menggiring bola, menggocek, merebut bola, dan menembak ke arah gawang tak bisa disepelekan.
Saya ikut terlibat dalam permainan ini sebagai penjaga gawang, menyaksikan bagaimana ketangkasan para pemain menggiring bola, mengoper, merebut bola dari kaki lawan, dan berkali-kali menendang bola dengan keras ke arah gawang.
Bagaimana cara pemain mengetahui gawang lawan?
Sebelum pertandingan dimulai, saya mendapat instruksi untuk sering bertepuk tangan, atau memukul tiang gawang. Dari aktivitas ini, para pemain mengetahui arah menembak bola.
Dalam kompetisi yang lebih serius, sebenarnya terdapat tim yang bertugas khusus untuk mengeluarkan suara-suara tertentu dari belakang gawang. Suara tersebut bisa sebagai petunjuk arah, instruksi taktik, dan strategi untuk pemain.
Tiba-tiba seorang pemain lawan sudah berada tiga meter di hadapan saya. Ia menendang dengan keras, dan bola melesat melewati kaki saya.
“Gooolll!”
Gawang saya kebobolan.
Jelas! Ketangkasan para pemain tunanetra ini tak bisa diremehkan.

Indonesian Blind Football

Indonesian Blind Football
Klub sepak bola tunanetra yang dipelopori Oki Kurnia ini diberi nama Indonesian Blind Football. Komunitas olahraga ini terbentuk 2020, sebagai klub sepak bola tunanetra yang berupaya disiplin dengan aturan internasional.
Awalnya, kata Oki, IBF terlahir dari permainan sepak bola tunanetra di jalanan.
“Saya sering main iseng-iseng di depan jalan, seperti biasa, mengganggu ya,” kata Oki sambil tertawa.
“Kok kayaknya seru ya main bola. Buatnya tiga lawan tiga. Akhirnya, kenapa tidak kita seriusin, atau kita buat satu perkumpulan saja,” tambahnya.
Keseriusan untuk membentuk tim sepak bola tunanetra ini semakin kuat karena pada 2018, Oki mengikuti pelatihan sepak bola yang pelatihnya berasal dari Austria.
“Akhirnya, saya dikasih tahu, peraturan sepak bola atau blind football tuh internasional seperti ini. Pemainnya lima orang. Satu penjaga gawang itu harus yang melihat. Ada pelatihnya juga yang bertugas memberikan instruksi di samping, atau di belakang gawang gitu,” tambah Oki.
Akhirnya terbentuklah Indonesian Blind Football atau IBF.
Ia mengklaim IBF adalah komunitas sepak bola tunanetra pertama dan satu-satunya di Indonesia yang menggunakan peraturan-peraturan internasional.
“Saya rasa banyak [tunanetra] juga punya hobi bermain sepak bola. Tapi mereka masih bingung, bagaimana caranya atau kita harus gabung ke mana. Salah satunya, kita mau tunjukkan kalau kita ada, dan mereka bisa gabung di sini,” kata Oki.

Belum punya organisasi payung

Sepak bola tunanetra memiliki aturan khusus di mana ukuran bolanya lebih kecil dari biasanya, dan memiliki bel di dalamnya.
IBF merupakan klub sepak bola tunanetra rintisan, dan memiliki mimpi menjadi timnas Indonesia yang bisa berkompetisi di kancah internasional. Sejauh ini belum ada organisasi yang menaunginya.
Khusus sepak bola penyandang disabilitas, Indonesia telah memiliki Timnas Amputasi Indonesia, yang tahun ini ikut dalam Piala Dunia Sepak Bola Amputasi 2022.
Timnas Amputasi Indonesia yang digenal dengan Garuda INAF berada di bawah Perkumpulan Sepak Bola Amputasi Indonesia (PSAI). Federasi ini menjadi pembinaan sepak bola bagi disabilitas fisik yaitu amputasi kaki, tangan, dan lainnya.
Salah satu kompetisi yang menjadi wadahnya adalah Liga 1 Amputasi Nasional.
“Harapannya kita pengen ada kompetisi internal antar tunanetra, setidaknya DKI Jakarta dulu,” kata pelatih IBF, Rizal M. Zaid yang juga salah satu pendiri IBF.
Rizal berkata, tantangan yang dihadapi untuk membesarkan IBF antara lain “SDM-nya tidak banyak”, lingkungan keluarga yang kurang mendukung karena masih menganggap sepak bola tunanetra sebagai olahraga “sering tabrak-tabrakan”.
Tapi pandangan ini yang coba dipatahkan, salah satunya dari pengakuan Taufik Zulfikri, tunanetra yang juga ikut di klub IBF. Baginya, tabrakan antara pemain sepak bola tunanetra merupakan sesuatu yang wajar, dan tak pernah sampai cidera serius.
“Bagi orang awam itu mereka khawatir, tapi bagi kita sudah biasa, sudah biasa saja. Pernah sekali benturan muka sama muka, tapi itu sudah biasalah,” kata mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.

Sejarah sepak bola tunanetra

Sepak bola tunanetra diketahui sudah ada sejak 1920an, dan cabang olahraga ini terus berkembang hingga saat ini.
Menurut Federasi Olahraga Tunanetra Internasional (IBSA), sepak bola tunanetra mulai dipelopori Spanyol pada 1920an. Lalu, berkembang di Brasil pada 1960an yang dilanjuti dengan kejuaraan nasional pertama 1974.
Namun sepak bola tunanetra selama puluhan tahun berjalan tanpa adanya organisasi yang menanungi, termasuk masing-masing negara punya aturan main sendiri terkait jenis bola, luas lapangan dan permukaan yang berbeda-beda.
Hingga pada 1996, IBSA memayungi sepak bola tunanetra dan membuat regulasi yang seragam.
Ilustrasi. Spanyol dilaporkan sebagai negara yang mengawali sepak bola tunanetra.
Pada 2004, sepak bola tunanetra mengukir debut pertamanya di Paralimpiade.
Timnas Brasil membuat sejarah di Athena dengan memenangkan gelar Paralimpiade perdana, setelah final melawan timnas Argentina.
Di Asia, negara yang telah memiliki tim resmi untuk pertandingan internasional sepak bola tunanetra antara lain Jepang, China, dan Thailand.
Dalam lima tahun terakhir, sepak bola tunanetra juga mulai dikembangkan untuk perempuan.
Di Indonesia, sepak bola tunanetra baru mulai dirintis oleh Oki dan rekan-rekannya.
“Kita berharap Indonesia juga ikut turnamen-turnamen seperti itu, dan bisa didukung oleh penduduk Indonesia, oleh pemerintah, dan oleh organisasi-organisasi terkait,” tutup Oki.

Peluang tipis, harapan besar

Oki Kurnia memiliki harapan besar komunitasnya akan mengawali turnamen internasional dalam kompetisi sepak bola tunanetra.
IBSA memiliki sekitar 100 anggota organisasi di seluruh dunia, salah satunya Indonesia melalui Komite Paralimpiade Nasional Indonesia (NPC Indonesia).
Namun, Ketua Komite Paralimpiade Nasional Indonesia, Senny Marbun, mengaku sepak bola tunanetra tidak masuk dalam binaan lembaganya. “Kita ke mana-mana tidak pernah membawa football tunanetra,” katanya.
Senny justru menyarankan agar tunanetra yang bergabung di IBF untuk beralih ke cabang olah raga lainnya. “Bisa di renang, atletik, goal ball, judo,” katanya.
Ia mengatakan salah satu alasan belum membidik dan membina sepak bola tunanetra karena “orang tunanetra disuruh sepak bola, jatuh-jatuh diketawain orang, nggak enak.”
Selain itu, Senny tetap mempersilakan tim IBF ini untuk berkompetisi di tingkat lokal, dan jika ingin mengikuti kejuaraan internasional “mereka mau berangkat sendiri nggak apa-apa. Seperti sepak bola amputasi itu kan berangkat sendiri, tanpa kita.”
Bagaimana pun, negara-negara lain sudah membuktikan sepak bola tunanetra terus berkembang, dan melaju berkompetisi di tingkat internasional.
Bagi Oki, kesempatan dan dukungan adalah hal yang berharga bagi timnya saat ini. “Bagaimana kita mau berprestasi kalau kita belum diberikan kesempatan?” tanyanya.