Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Manfaat Rehat Sejenak bagi Otak Para Pelajar, Atlet, Musisi, hingga Pasien Stroke
21 Desember 2024 13:10 WIB
Manfaat Rehat Sejenak bagi Otak Para Pelajar, Atlet, Musisi, hingga Pasien Stroke
Ada anggapan umum bahwa untuk mempelajari keterampilan baru, Anda harus berlatih, berlatih, dan berlatih. Istilahnya dalam bahasa Inggris "practice makes perfect" atau "latihan membuatnya sempurna".
Namun serangkaian penelitian ilmiah menunjukkan bahwa latihan terus-menerus mungkin bukan cara paling efisien untuk mempelajari keterampilan baru.
Sebab, otak perlu waktu istirahat untuk mengonsolidasikan pengetahuan yang baru diperoleh kemudian mengubah dari memori sementara menjadi memori yang bertahan lama.
Salah satu temuan penelitian adalah latihan yang diselingi rehat sejenak menghasilkan peningkatan pembelajaran yang luar biasa.
Waktu istirahat membuat otak bisa melakukan "pemutaran ulang" keterampilan yang baru saja dipelajari.
Rehat singkat ini dapat sangat produktif bagi otak orang-orang yang berlatih gerakan baru dan berulang seperti atlet atau musisi—atau bahkan pasien yang mencoba mengembalikan keterampilan yang hilang akibat stroke (simak kisahnya pada bagian bawah artikel ini).
"Bayangkan sebuah skenario ketika seseorang mulai belajar memainkan lagu baru di piano," kata peneliti Brasil Leonardo Claudino, salah satu penulis sebuah studi tentang kemampuan otak yang dilakukan oleh Institut Kesehatan Nasional AS (NIH) dan diterbitkan di jurnal Cell Reports, kepada BBC News Brasil.
"Kami menemukan bahwa selama rehat, otak mengulang gerakan yang baru dipelajari 50 kali lebih cepat, berulang-ulang, yang memperkuat koneksi neuron di area yang terkait dengan memori baru tersebut."
Dalam penelitian ini, ia dan peneliti NIH lainnya merekam aktivitas otak 33 relawan yang tidak kidal saat mereka belajar mengetik serangkaian angka pada papan ketik dengan tangan kiri mereka.
Para relawan diminta mengetik sebanyak mungkin rangkaian angka dalam 10 detik, lalu beristirahat selama 10 detik.
Beberapa anggota tim peneliti pimpinan ilmuwan Marlene Bönstrup telah mengamati bahwa setelah istirahat sejenak, para relawan meningkatkan kecepatan dan keakuratan mereka dalam mengetik rangkaian angka.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp .
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Melalui pemeriksaan magnetoensefalografi, para ilmuwan dapat mengamati cara otak melakukan "pemutaran ulang" secara cepat setelah mempelajari keterampilan mengetik rangkaian angka.
"Dan kami menemukan bahwa (konsolidasi) terjadi pada skala waktu yang jauh lebih cepat daripada yang diyakini sebelumnya," kata Leonardo Claudino. "Keterampilan yang berlangsung selama dua detik sekarang diulang di otak pada skala milidetik."
Dengan melakukan "pemutaran ulang" ini, otak kemudian mengonsolidasikan pembelajaran.
Jalur memori di dalam otak
Sebelum mempelajari efek rehat singkat, para ilmuwan telah mengetahui bahwa otak perlu istirahat untuk mengonsolidasikan ingatan.
Dalam praktiknya, menurut pengetahuan ilmiah saat ini, hal itu melibatkan pemindahan ingatan dari hipokampus, tempat penyimpanan catatan sementara, ke area neokorteks, tempat penyimpanan ingatan yang lebih lama.
Namun sebelum temuan penelitian baru ini diyakini bahwa proses konsolidasi hanya terjadi selama tidur—saat otak lebih bebas dari rangsangan sensorik eksternal.
Melalui penelitian baru, Claudino menunjukkan ingatan juga dikonsolidasikan hampir bersamaan dengan latihan—sebuah proses yang tampaknya melengkapi keadaan saat kita tidur.
Baca juga:
Namun, ini adalah sesuatu yang masih perlu dikonfirmasi oleh penelitian lebih lanjut.
"Kita masih belum tahu banyak, dan keduanya [rehat singkat dan saat tidur] tentu saja berbeda secara fisiologis. (...) Namun, mungkin tidur mengodekan pengalaman yang lebih lengkap—seluruh konteks [memori itu], siapa yang ada di sana, seperti apa lingkungannya," papar Leonardo Claudino.
"Di sisi lain, rehat singkat mungkin merekam lebih banyak detail: sinergi antara jari-jari saat mengetik, gerakan saat mengetik."
"Itu hipotesis yang dapat diselidiki penelitian lain di masa mendatang,"
Bagaimana konkretnya?
Lalu, bagaimana kita dapat memanfaatkan pengetahuan ilmiah secara konkret?
"Manfaat langsungnya adalah latihan olahraga atau pertunjukan musik ketika atlet atau musisi melakukan gerakan yang sama beberapa kali," jelas Claudino.
"Pelajaran yang dapat dipetik adalah ini: ketika Anda mulai mempelajari teknik baru, hindari berlatih hingga kelelahan, hingga gagal. Lebih baik beristirahat."
Kesempurnaan, kata Claudino, akan tercapai lebih cepat jika Anda memberi waktu pada otak untuk mengonsolidasikan (pembelajaran), daripada berlatih tanpa henti dengan tujuan mencapai kesempurnaan.
"Kita biasanya mempelajari teknik baru dengan mengulanginya beberapa kali," tuturnya.
"Lalu tiba saatnya Anda sudah mengetahui urutan gerakan yang akan menghasilkan rangkaian gerakan secara utuh."
"Alih-alih berlatih hingga kelelahan, lebih baik misalnya dilakukan sepuluh kali, lalu berhenti, dan melakukannya lagi."
Penalaran yang sama juga dapat memandu praktik pengajaran di sekolah atau universitas.
Dalam lingkungan pengajaran, menurut Claudino, guru dapat memikirkan sesi pembelajaran yang sudah mencakup jeda-jeda ini ketika memperkenalkan konsep baru.
"Penting bagi siswa untuk memiliki waktu istirahat ini karena otaknya akan tetap aktif, meskipun sedang istirahat."
"Hipokampus dan korteksnya akan melakukan pertukaran yang akan mengonsolidasikan pembelajaran terkini," jelas peneliti tersebut.
Yang masih belum diketahui secara pasti adalah durasi istirahat yang ideal untuk konsolidasi pembelajaran baru secara optimal.
Baca juga:
"Ini adalah salah satu tantangan penerapan praktis", kata Claudino.
Dia juga mengingatkan durasi jeda dapat bergantung pada jenis keterampilan yang dipelajari dan karakteristik setiap individu.
Dalam studi NIH, ketika relawan mengetik urutan angka pada papan ketik, peneliti menemukan bahwa relawan bisa belajar paling banyak saat latihan dan jeda punya durasi yang sama.
Misalnya, 10 menit latihan diikuti dengan 10 menit istirahat.
Namun, Claudino menekankan bahwa ini adalah kajian terkontrol, yang dilakukan di laboratorium, sehingga kesimpulannya tidak selalu dapat diterapkan secara tepat dalam kehidupan nyata.
Bagaimana cara rehat yang produktif?
Karena eksperimen berlangsung di lingkungan yang sepenuhnya terkendali sulit untuk memiliki "resep" jenis istirahat paling efisien untuk membantu otak belajar.
Dalam kasus penelitian di laboratorium, setiap relawan tetap diam selama istirahat tanpa mengetik di komputer.
Dalam kehidupan nyata, peneliti menyarankan Anda untuk memberi otak sedikit istirahat dari apa pun yang sedang dipelajarinya.
"Jika seseorang belajar memainkan sebuah lagu, saya membayangkan bahwa [istirahat] berarti berhenti memainkannya, pikirkan hal lain, atau tidak melakukan aktivitas lain yang dapat mengganggu latihan awal," jelasnua.
"Misalnya, jangan mencoba mempelajari lagu lain saat Anda beristirahat dari lagu pertama karena Anda menggunakan wilayah dan kemampuan yang sama di dalam otak," jelasnya.
Dalam wawancara dengan BBC News Brasil pada 2020, Barbara Oakley selaku peneliti psikologi kognitif dan penulis buku Learning to Learn, menjelaskan bahwa otak bekerja dengan dua cara berbeda, namun saling melengkapi dalam pembelajaran.
Pertama, mode fokus—ketika kita memperhatikan latihan, film, atau guru, misalnya. Kedua, mode membaur—ketika otak rileks.
Menurut Oakley, otak perlu berpindah dari mode membaur ke mode fokus atau sebaliknya agar bisa belajar secara efektif.
Ini menjelaskan mengapa ketika kita menenangkan pikiran—dengan berjalan-jalan atau mengubah aktivitas—akan membantu meningkatkan pembelajaran dan pemecahan masalah.
"Ketika Anda buntu saat memecahkan soal matematika, hal terbaik yang dapat dilakukan adalah mengalihkan fokus dan mempelajari geografi. Dengan begitu, Anda akan dapat maju ketika kembali ke matematika," saran Oakley.
Pasien-pasien stroke
Kembali ke penelitian Leonardo Claudino, salah satu fokus studi mengenai konsolidasi memori selama rehat singkat adalah pasien stroke.
Utamanya adalah cara membantu orang memulihkan kemampuan mereka setelah mengalami stroke.
Hal ini dapat terjadi di masa mendatang dengan mengoptimalkan sesi rehabilitasi semaksimal mungkin.
"Kami memiliki penanda biologis saat otak sedang mengonsolidasikan keterampilan dan di mana hal itu terjadi," jelas ilmuwan tersebut.
"Kami dapat mempertimbangkan untuk mengembangkan sistem pemantauan selagi orang tersebut menjalani terapi okupasi atau teknik neurostimulasi atau neuromodulasi, (...) kemudian membuat sistem tersebut memaksimalkan pengulangan keterampilan tersebut."
Stimulasi otak yang optimal ini dapat membuat rehabilitasi memunculkan hasil yang lebih cepat, kata Claudino.
"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa mengoptimalkan durasi dan interval istirahat mungkin penting saat menerapkan perawatan rehabilitasi pada pasien stroke atau saat mengajarkan permainan piano kepada relawan yang sehat," jelas Dr. Leonardo Cohen, kepala laboratorium yang bertanggung jawab atas penelitian ini di NIH.
Untuk saat ini, topik tersebut masih dikaji lebih lanjut, tambah Leonardo Claudino.
Yang penting adalah memahami bahwa otak tidak pernah berhenti belajar, bahkan saat istirahat.
"Yang bertentangan dengan akal sehat adalah bahwa saat Anda diam, otak Anda tidak diam," kata Claudino.
"[Selama jeda ini] di dalam otak pemrosesan stimulus dan gerakan jauh lebih sedikit. Kemudian Anda memberi otak kesempatan untuk mengonsolidasikan apa yang sudah dipelajarinya."