Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Manusia Mungkin Punah Bila Tidak Kawin Silang dengan Orang Purba Neanderthal
22 Desember 2024 9:45 WIB
Manusia Mungkin Punah Bila Tidak Kawin Silang dengan Orang Purba Neanderthal
Populasi Homo sapiens—spesies manusia yang kini menghuni Bumi—di berbagai wilayah ternyata sempat berulang kali binasa sebelum mereka kawin silang dengan Neanderthal dan menghasilkan keturunan dengan sistem imun lebih kuat, merujuk hasil studi terbaru.
Selama ini, Neanderthal kerap dianggap sebagai manusia purba di Eropa dan sebagian wilayah Asia yang berhasil Homo sapiens taklukkan setelah meninggalkan Afrika kira-kira 60.000 tahun silam.
Namun, hasil studi baru menunjukkan hanya keturunan Homo sapiens yang kawin silang dengan Neanderthal yang kemudian bertahan hingga kini. Di sisi lain, Homo sapiens yang ada di garis keturunan lainnya, habis tak tersisa.
Gen Neanderthal bisa jadi berperan sangat penting dalam melindungi tubuh kita dari penyakit-penyakit yang tak pernah kita hadapi sebelumnya.
Penelitian menemukan periode singkat sekiranya 48.000 tahun lalu saat Homo sapiens kawin silang dengan Neanderthal di Timur Tengah setelah meninggalkan Afrika. Keturunan mereka kemudian bermigrasi ke wilayah-wilayah lainnya.
Sebelum periode itu, Homo sapiens sebenarnya telah mengembara meninggalkan Afrika, tapi mereka gagal bertahan hidup.
Penemuan ini membuat sejarah manusia modern mesti ditulis ulang, kata Profesor Johannes Krause dari Institut Biologi Evolusi Max Planck di Jerman kepada BBC News.
"Kita kerap melihat kisah manusia modern sebagai kisah kesuksesan besar, kita muncul dari Afrika 60.000 tahun lalu dan berkelana ke seluruh ekosistem hingga menjadi mamalia paling sukses di planet ini," kata Krause.
"Namun, awalnya tidak demikian, kita sempat punah berulang kali."
Selama bertahun-tahun, kita mencoba memahami evolusi Homo sapiens sebagai satu-satunya spesies manusia yang tersisa.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Caranya, dengan mempelajari bentuk fosil nenek moyang kita yang hidup ratusan ribu tahun lalu, dan mengamati perubahan anatominya dari waktu ke waktu.
Sisa-sisa dari zaman purba itu tersebar tak keruan dengan kondisi yang kerap rusak.
Namun, perkembangan teknologi membuat kita mampu mengekstrak dan membaca kode genetik dari tulang-tulang berusia ribuan tahun itu, dan menyingkap tabir masa lalu yang penuh misteri.
Ada banyak cerita dari DNA di fosil-fosil tersebut, termasuk soal pola hubungan dan migrasi manusia di masa lalu.
Dari sana, kita bisa mengetahui apa yang terjadi pada populasi Homo sapiens dan Neanderthal di Eropa.
Setelah bermigrasi dari Afrika, Homo sapiens kawin silang dengan Neanderthal di Eropa. Sebagian dari keturunan mereka lantas mengembara ke berbagai belahan dunia, sementara sebagian lainnya bertahan di Eropa.
Sekitar 40.000 tahun lalu, seluruh populasi Homo sapiens, Neanderthal, dan keturunan mereka di Eropa binasa.
Setelahnya, barulah gelombang baru manusia modern datang dan menempati kembali Eropa. Mereka adalah keturunan Homo sapiens yang kawin silang dengan Neanderthal di masa lalu.
Hasil penelitian ini memberi perspektif baru soal mengapa Neanderthal punah begitu cepat setelah kedatangan Homo sapiens dari Afrika.
Tidak ada yang tahu alasan pasti mengapa ini terjadi. Namun, setidaknya, bukti-bukti baru menunjukkan bahwa itu bukan terjadi karena Homo sapiens atau manusia modern memburu mereka hingga punah, atau karena kita jauh lebih superior secara fisik dan intelektual dibanding mereka.
Populasi Homo sapiens dan Neanderthal di Eropa sama-sama binasa bisa jadi karena masalah lingkungan, kata Krause.
"Baik manusia modern maupun Neanderthal punah di Eropa saat itu," katanya.
"Jika kita sebagai spesies yang disebut sukses saja punah di wilayah tersebut, maka tidak mengherankan jika Neanderthal, yang populasinya bahkan lebih kecil, punah."
Iklim sangat tidak stabil saat itu. Suhu harian bisa berubah dari sehangat hari ini menjadi sangat dingin dalam satu rentang hidup seseorang, menurut Profesor Chris Stringer dari Museum Sejarah Alam di London, Inggris.
"Penelitian ini menunjukkan bahwa menjelang akhir masa hidup mereka di planet ini, jumlah Neanderthal sangat sedikit, kurang beragam secara genetik dibandingkan manusia modern yang hidup berdampingan dengan mereka, dan karena itu tak butuh banyak hal untuk membawa mereka ke ambang kepunahan," kata Stringer, yang tidak terlibat di studi baru ini.
Sebuah penelitian DNA terpisah yang diterbitkan jurnal Science menunjukkan bahwa manusia modern mempertahankan beberapa sifat genetik utama dari Neanderthal yang bisa jadi memberi mereka keuntungan.
Salah satunya terkait dengan sistem kekebalan tubuh. Ketika manusia modern pertama keluar dari Afrika, mereka sangat rentan terhadap penyakit baru yang belum pernah mereka temui.
Perkawinan silang dengan Neanderthal memberi keturunan mereka perlindungan.
"Mungkin mendapatkan DNA Neanderthal merupakan bagian dari keberhasilan kita karena itu memberi kita kemampuan adaptif yang lebih baik di luar Afrika," kata Stringer.
"Kita berevolusi di Afrika, sedangkan Neanderthal berevolusi di luar Afrika."
"Melalui perkawinan silang dengan Neanderthal, kita mendapat peningkatan instan di sistem imun kita."