Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten Media Partner
Melihat Penampakan Terbaru Museum Mosul di Irak Setelah Dihancurkan ISIS
12 Mei 2023 11:25 WIB
·
waktu baca 4 menitAksi vandalisme terhadap benda-benda bersejarah yang disengaja oleh milisi Kelompok Negara Islam (ISIS) setelah mereka menduduki wilayah Mosul di Irak pada 2014 telah mengejutkan dan menggemparkan dunia.
Sekarang, proses pemugaran museum ikonik di kota yang telah dikuasai lagi itu, menjadi tonggak kelahirannya kembali. Sebelumnya, museum ini rusak berat karena pembakaran, pengeboman, dan penjarahan.
Masyarakat bisa kembali mengunjungi museum ini untuk pertama kalinya setelah dihancurkan ISIS, untuk melihat rencana terperinci dari proses pemugaran yang diharapkan dapat mengembalikan museum ke keadaan semula.
"Proyek ini akan mengembalikan Museum Budaya Mosul ke tempat semestinya di jantung kota, dan menjadikannya pusat budaya di wilayah tersebut," kata direktur pemugaran, Zaid Ghazi Saadallah.
Museum yang dirancang oleh arsitek Irak, Mohamed Makiya pertama kali dibuka pada 1952, dan bertujuan untuk menceritakan sejarah Irak utara yang kaya dan beragam.
Kota Mosul dibangun dekat dengan sisa-sisa Kota Assyiria kuno, Niniwe - pernah menjadi kota terbesar di dunia.
"Ini adalah kisah kepentingan global yang meliputi awal dari sejarah tertulis," kata Saadallah. "Niniwe dan Mosul adalah dua nama dari satu entitas."
Sebuah video singkat yang dirilis ISIS pada 2015, menunjukkan mereka menggunakan palu godam dan bor untuk menghancurkan beberapa harta karun terbesar museum menjadi potongan-potongan kecil.
Penghancuran museum ini merupakan bagian dari kampanye kelompok ISIS untuk menghapus sejarah budaya yang bertentangan dengan paham mereka terhadap Islam Sunni.
Karya-karya utama monumental Assyiria rusak parah atau dihancurkan, termasuk dua lamassus (banteng bersayap besar yang khas, dengan kepala manusia yang pernah menjaga istana Nimrud), singa kolosal, tablet yang diukir dengan aksara paku kuno (cuneiform).
Aksara kuno ini berasal dari Mesopotamia - sekarang Irak - diperkirakan 5.000 tahun lalu. Aksara paku sejauh ini diketahui sebagai bentuk tulisan tertua di dunia.
Tulisan ini memberikan catatan sejumlah peradaban paling awal yang diketahui - sebuah kerajaan yang berkembang di titik Sungai Tigris dan Efrat yang saling berpotongan, dikenal sebagai kawasan "Hilal Subur".
Museum dan situs arkeologi di sekitarnya sangat berharga, sehingga para peneliti dan petugas dinas kebudayaan setempat mengambil risiko kembali ke Mosul pada 2017 ketika ISIS berhasil diusir. Tapi saat itu masih berbahaya, karena terdapat pertempuran antara pasukan ISIS dan pasukan keamanan Irak di wilayah sekitarnya.
Kemitraan internasional segera dibentuk - antara lain dengan Museum Louvre di Prancis dan Institusi Smithsonian dari Amerika Serikat - untuk membantu otoritas Irak membangun kembali museum dan mengurus segalanya yang telah dihancurkan ISIS.
"Kami semua terkejut dengan suasana saat itu," kenang Ariane Thomas, petugas dari Louvre yang saat ini berada di Mosul.
Louvre telah bekerja sama dengan staf Museum Mosul untuk mengkonservasi dan memulihkan tiga batu tulis utama - termasuk Singa Nimrud - serta artefak lainnya, sehingga mereka bisa kembali dipajang.
"Restorasi harus diselesaikan di tengah mimpi buruk sisa-sisa kepingan monumental dari era Assyiria, yang telah dibom, dibakar, dan sengaja dihancurkan," kata Dr Thomas.
Ada upaya untuk memulihkan puluhan benda bersejarah peninggalan Assyiria, Akkadia, Babilonia, Persia, dan Romawi yang sempat dijarah oleh ISIS saat mereka merangsek masuk Museum. Artefak-artefak ini dijual ke pasar gelap dan digunakan sebagai sumber pendapatan ISIS.
Milisi ISIS tampaknya telah merawat sisa-sisa benda kuno ini dengan baik, sangat kontras dengan cara mereka memperlakukan benda bersejarah lainnya yang berukuran besar di museum, dan situs arkeologi yang juga mereka nyatakan sebagai pusat kekhalifahan di Suriah dan Irak. Hal ini termasuk Nimrud dan kota gurun Palmyra.
Setelah dua setengah tahun berada di bawah kendali pasukan ISIS, bangunan Museum Mosul yang semula berwarna gading berubah menjadi hitam akibat ledakan peluru, atau roket dan disertai dengan lubang peluru.
Namun, para ahli berharap proses pemugaran sebagian besar bisa mengembalikan visi yang telah dirancang Mohamed Makiya.
"Saya tidak tahu apakah banyak orang mengenalnya secara internasional," kata Bénédicte de Montlaur, presiden sekaligus CEO Yayasan Monumen Dunia. "Makiya benar-benar salah satu dari arsitek modernis paling penting di kawasan ini. Dia sudah merancang lebih dari 50 bangunan di penjuru Timur Tengah."
Di samping itu, bagian perpustakaan museum rusak parah akibat kebakaran - lebih dari 28.000 buku dan manuskrip terbakar - namun para ahli mengatakan bahwa struktur tembok betonnya bisa dipulihkan.
Sementara itu, sejumlah kerusakan akan tetap dibiarkan berada di galeri pusat Assyira di mana terdapat lantai berlubang bekas ledakan bom.
"Kami akan tetap membiarkan lubang di lantai ini sebagai pengingat apa yang telah terjadi," kata de Montlaur. "Jadi, lubang ini juga akan menjadi tempat peringatan episode gelap sejarah Mosul."
Pameran terbaru akan dibuka bertepatan dengan pengumuman rencana restorasi.
Pameran ini akan memberikan gambaran asal-usul museum di Mosul, dan foto-foto bekas penghancuran oleh ISIS, serta proyeksi gambar museum ke depannya.