Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Mengapa Gerombolan Bersenjata Menebang Pohon Bahan Pembuat Tasbih Umat Buddha?
3 Juli 2024 14:30 WIB
Mengapa Gerombolan Bersenjata Menebang Pohon Bahan Pembuat Tasbih Umat Buddha?
Kerusakan sebuah pohon bernilai jutaan rupee telah menyakitkan dan membuat khawatir masyarakat di wilayah pedesaan Nepal.
Bagi banyak orang di daerah itu, penghasilan yang mereka dapat dari pohon bodhicitta (bodhi) begitu bernilai dan telah menyelamatkan mereka dari pekerjaan kasar yang melelahkan.
Bodhichitta—pohon yang tumbuh di Distrik Kavrepalanchok, Nepal—memiliki makna simbolis yang sangat penting dalam agama Buddha dan bernilai melebihi emas.
Jadi ketika sebuah pohon bodhichitta dicuri dari kawasan pedesaan Roshi dua bulan lalu, warga setempat takut mereka akan kehilangan segalanya.
Pohon-pohon yang serupa tambang emas
“Mereka seharusnya berurusan dengan saya kalau punya masalah! Kenapa mereka harus menebang pohon itu?”
Tangis Dil Bahadur Tamang pecah ketika mengingat pohon bodhichitta yang tumbuh besar bersamanya.
Laki-laki berusia 42 tahun itu lahir di daerah bernama Nagbeli di Roshi. Dia telah melalui beragam rintangan dalam hidupnya.
Dil Bahadur pernah menjadi pekerja kasar, termasuk kuli bangunan di tengah panasnya suhu di Qatar. Itu dia lakukan demi menafkahi tiga orang anak, saudara kandung, serta orang tuanya.
Nasib Dil Bahadur berubah ketika pohon bodhichitta menjadi sangat bernilai sejak 15 tahun lalu.
Biji dari pohon-pohon bodhichitta dimanfaatkan untuk membuat tasbih bagi umat Buddha.
Pohon dari kawasan pedesaan ini juga dianggap memiliki kualitas terbaik. Padahal pohon-pohon ini dulunya tidak begitu bernilai dan jarang dijual.
Menurut para ahli, meningkatnya minat dari para pedagang China menyebabkan nilai benih bodhichitta melonjak.
Para petani lokal bercerita bahwa para pedagang dari China datang ke desa mereka selama beberapa tahun terakhir untuk menawar biji pohon itu.
Pohon ini juga membuat Dil Bahadur bisa menghasilkan jutaan rupee tanpa latar belakang pendidikan yang mumpuni.
Dia juga dibantu oleh adik laki-lakinya, Sher Bahadur Tamang, serta keluarganya yang lain.
Sher Bahadur Tamang mengatakan bahwa selama lima tahun terakhir, mereka telah menghasilkan sembilan juta rupee (Rp1,7 miliar) per tahun dari penjualan benih pohon bodhicitta.
“Ada 20 sampai 22 orang di keluarga kami,” kata Sher Bahadur Tamang.
“Penghasilan dari pohon itu menghidupi seluruh anggota keluarga kami. Kalau tidak ditebang, pohon itu akan terus menghasilkan jutaan rupee untuk kami selama bertahun-tahun,” tuturnya.
Seorang pengusaha bernama Samip Tripathi mengaku telah sepakat untuk membeli biji dari pohon tersebut selama lima sampai tujuh tahun ke depan. Nilainya berkisar sembilan juta rupee (Rp1,7 miliar) per tahun.
Setelah itu, benih tersebut akan diproses dan dijual ke pedagang China senilai 30 juta rupee (Rp5,89 miliar).
Menurutnya, pohon milik keluarga Tamang ini “mungkin merupakan salah satu yang paling bernilai” di Distrik Kavre.
Tetapi peristiwa yang terjadi pada tanggal 11 April 2024 menghancurkan harapan keluarga Tamang.
Pada malam itu, sekitar 10 sampai 15 laki-laki bersenjata menyerang, menembaki, dan melemparkan bom ke rumah mereka.
Mereka sadar betul bahwa pohon bodhichitta memang diincar. Itulah mengapa keluarga Tamang sebelumnya sudah memasang CCTV serta membangun pagar besi berlapis kawat berduri di sekeliling pohon itu sehingga hanya bisa diakses melalui pintu besi yang terkunci.
Dalam rekaman CCTV yang diberikan Sher Bahadur kepada BBC, orang-orang itu terlihat memegang senjata.
Dil Bahadur mengatakan keluarganya berlindung di dalam rumah untuk menghindari tembakan. Saat itulah gerombolan bersenjata tersebut merusak kunci pagar besi dan melakukan tindakan yang mengejutkan.
"Setelah lebih dari satu jam, mereka merusak gembok dan menggergaji pohon utama," katanya.
"Kami masih tidak tahu mengapa mereka melakukan itu."
Dilihat dari cara gerombolan tersebut mengambil pohon, mereka tidak akan bisa menanamnya kembali. Meski begitu, keluarga Tamang juga tidak bisa lagi menghasilkan uang dari pohon itu.
Beberapa penduduk desa yang diwawancarai BBC berspekulasi bahwa motif pencurian itu mungkin terkait persaingan bisnis. Sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa gerombolan tersebut mungkin ingin membeli bibit dari pohon itu, namun ditolak.
Polisi masih menyelidiki insiden itu.
Kasus-kasus terkait pohon bodhichitta
Selain menjadi sumber rejeki, pohon-pohon bodhichitta di wilayah Temal dan Roshi juga menjadi pemicu perselisihan terkait penjualannya.
“Sepertiga dari kasus yang ditangani komite yudisial di sini berkaitan dengan bodhicitta,” kata wakil bupati Mim Bahadur Waiba.
Insiden yang terjadi pada keluarga Tamang telah memicu kepanikan di desa-desa sekitarnya.
Tetangga mereka, keluarga Narayan Humagai, turut terguncang oleh pencurian itu.
"Dil Bahadur Tamang-lah yang menanam pohon ini di rumah saya," katanya.
"Kami sangat takut dengan kejadian itu."
Setelah kejadian tersebut, Narayan memasang delapan kamera CCTV di sekitar rumahnya untuk melindungi pohonnya. Dia juga membangun pagar besi.
"Setelah melihat pohon-pohon ditebang di lingkungan sekitar, kami takut hal yang sama akan terjadi pada kami," kata Narayan.
"Orang-orang menjadi cemburu."
Wakil Bupati Temal, Dalman Thokar mengatakan peristiwa ini membuat polisi berpatroli dalam dua sampai tiga hari dalam sepekan di wilayah tersebut.
Selain itu, warga mengatakan bahwa para pedagang sampai membawa helikopter untuk mengangkut benih-benih tersebut dengan aman.
Juru bicara kepolisian Distrik kavre, Deputi Inspektur Polisi Rajkumar Shrestha mengatakan bahwa polisi akan dikerahkan selama musim panen.
Namun para petani tetap khawatir cara itu tidak akan berhasil menghentikan gerombolan yang merampok membawa senjata.
(Reportase tambahan oleh Shreejana Shrestha)