Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Mengapa Program Makan Bergizi Gratis Ala Prabowo-gibran Dikhawatirkan Tidak Tepat Sasaran dan 'Menggerogoti' Anggaran?
3 Juli 2024 14:25 WIB
Mengapa Program Makan Bergizi Gratis Ala Prabowo-gibran Dikhawatirkan Tidak Tepat Sasaran dan 'Menggerogoti' Anggaran?
Pemerintah Indonesia telah menyiapkan Rp71 triliun untuk program makan bergizi gratis yang diusung presiden terpilih Prabowo Subianto di 2025, meski hingga kini belum jelas detail teknis terkait penerapan dan sasarannya. Apa yang harus dilakukan agar program ini tidak sekadar jadi beban APBN?
Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah mencapai kesepakatan dengan tim transisi pemerintahan Prabowo untuk mengalokasikan dana sekitar Rp71 triliun untuk program makan bergizi gratis di rancangan APBN 2025.
"Untuk postur APBN sudah kita masukkan dan sudah disepakati oleh bapak presiden terpilih [Prabowo], yaitu dimulai bertahap dengan anggaran awal Rp71 triliun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers di Jakarta pada Senin (24/6).
Sri memastikan alokasi dana program ini tidak akan membuat defisit anggaran 2025 membengkak hingga keluar dari kisaran yang ditargetkan pemerintah: antara 2,29% dan 2,82% dari PDB.
Namun, tambahnya, rancangan APBN 2025 belum final, karena pemerintah masih akan membahasnya lebih lanjut bersama parlemen. Targetnya, versi akhirnya akan disahkan saat sidang paripurna DPR pada minggu kedua Juli mendatang.
Di luar itu, Sri enggan membahas lebih jauh mengenai program makan bergizi gratis.
"Detail mengenai program makan bergizi gratis ini nanti akan dijelaskan oleh tim dari presiden terpilih," katanya.
Di acara yang sama, hadir pula Thomas Djiwandono, bendahara umum Partai Gerindra sekaligus anggota bidang ekonomi dan keuangan di Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, ia pun tidak bicara banyak.
"Kami juga punya kesepahaman pandangan [dengan pemerintah], bahwa program bantuan makanan bergizi harus dilakukan bertahap dengan perencanaan yang matang dan perbaikan-perbaikan setiap tahun, sehingga pelaksanaannya akan mencapai titik 100% secepat-cepatnya," kata Thomas, yang adalah keponakan Prabowo.
Saat wartawan menanyakan cara penyaluran dana program makan bergizi gratis serta sasarannya di 2025, Thomas hanya menjawab, "Ini sedang dipikirkan secara internal."
Setelah APBN 2025 disahkan, barulah Thomas bilang ia bisa menjelaskan segala hal terkait program tersebut dengan lebih mendetail.
Gonta-ganti konsep dan sasaran program
Di masa kampanye jelang pemilu presiden 2024, Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka, dan tim kampanyenya rajin menggaungkan program makan siang dan susu gratis, yang disebut membutuhkan dana hingga Rp460 triliun per tahun.
Saat menghadiri acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta pada November 2023, Prabowo menyampaikan bahwa program itu menyasar hampir 83 juta orang, termasuk 30 juta anak usia dini, 24 juta siswa SD, 9,8 juta murid SMP, 10,2 juta murid SMA dan SMK, 4,3 juta santri, dan 4,4 juta ibu hamil.
Dengan memberikan makan siang dan susu gratis ke para pelajar serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil, Prabowo berharap dapat menangani masalah stunting dan ujung-ujungnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, merujuk dokumen visi, misi, dan program Prabowo-Gibran untuk pilpres 2024.
Pada 26 Februari 2024, tak sampai dua minggu setelah pilpres pada 14 Februari, Presiden Joko Widodo memimpin sidang kabinet paripurna di Istana Negara Jakarta yang salah satunya membahas program makan siang gratis Prabowo.
Padahal, saat itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum menetapkan secara resmi hasil pilpres.
Usai sidang kabinet, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ada 70,5 juta penerima manfaat program makan siang gratis, termasuk 22,3 juta anak balita, 7,7 juta anak TK, 28 juta siswa SD, dan 12,5 juta siswa SMP.
Angka penerima manfaat ini berkurang dari hampir 83 juta yang sebelumnya disampaikan kubu Prabowo. Selain itu, ibu hamil pun tidak disebut oleh Airlangga.
Pada 22 Mei, saat diwawancarai TV One, Prabowo mengonfirmasi bahwa fokus programnya kini jadi "untuk anak-anak semua".
Ia pun merevisi nama programnya dari "makan siang dan susu gratis" menjadi "makan bergizi gratis untuk anak-anak".
Dengan begitu, katanya, program itu tak terpaku pada waktu siang. Makanan gratis yang bergizi bisa saja diberikan saat pagi.
Dua hari setelah Prabowo menyampaikan hal itu, Budiman Sudjatmiko sebagai anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran memberi penjelasan tambahan soal perubahan konsep program tersebut.
Menurut Budiman, kebutuhan dana program makan bergizi gratis bisa dipotong separuh dengan mengutamakan produksi pangan masyarakat desa di dan sekitar daerah yang menjadi sasaran program.
Dengan begitu, pemerintah disebut tidak perlu keluar banyak uang untuk mengimpor dan mendistribusikan makanan bergizi ke berbagai daerah.
"Distribusi ke wilayah-wilayah lain itu memakan biaya, tapi kalau kita menanam sendiri, beternak sendiri, [...] bahkan 80% kebutuhan program makan bergizi ini bisa dipenuhi oleh desa-desa di provinsi yang bersangkutan," kata Budiman saat itu.
Kini, dengan alokasi dana Rp71 triliun untuk 2025, program makan bergizi gratis diperkirakan cuma bisa menyasar 15-17% dari hampir 83 juta orang yang jadi sasaran awal, kata Dradjad Wibowo, ekonom senior yang sempat menjadi anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran.
Itu berarti, hanya ada 12,4 juta hingga 14,1 juta orang yang bakal menerima manfaat program tersebut di tahun pertama penerapannya.
"Prioritas [penerima manfaatnya] di daerah 3T," kata Dradjad, yang juga menjabat Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN), pada BBC News Indonesia, Selasa (25/6).
Masalahnya, angka 83 juta itu mencakup pula ibu hamil seperti yang dipaparkan Prabowo pada November 2023 sebelum ia merevisi konsep program. Angka ini pun berbeda dengan target 70,5 juta anak balita dan pelajar yang disampaikan Airlangga pada Februari 2024.
Pakai angka yang mana?
Hingga kini, belum jelas.
Tahun pertama, tahun uji coba yang menentukan
Tauhid Ahmad, ekonom senior Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), menilai 2025 akan jadi tahun uji coba yang memberikan gambaran awal soal keberhasilan program makan bergizi gratis ke depan.
Ada banyak hal yang mesti disiapkan pemerintahan Prabowo Subianto untuk menerapkan program ini, termasuk desain kelembagaannya, kata Tauhid.
Maksudnya, pemerintah mesti menentukan kementerian atau lembaga yang bertugas memimpin pelaksanaan program dan mengelola anggaran, bentuk keterlibatan pemerintah daerah atau masyarakat, serta model koordinasi antara seluruh pihak yang terlibat dalam prosesnya.
Apalagi, kata Tauhid, program makan bergizi gratis terkait dengan kerja-kerja banyak kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Bulog.
Untuk itu, pemerintah perlu menerbitkan berbagai regulasi, termasuk dalam bentuk peraturan menteri, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, dan lainnya.
"Persiapan kelembagaan saja mungkin butuh waktu setengah tahun," kata Tauhid.
"Perubahan nomenklatur kementerian dan lembaga, birokrasi, pejabat, dan sebagainya itu kan enggak langsung."
Selain itu, pemerintahan Prabowo harus menentukan target prioritas program makan bergizi gratis serta membangun rantai pasok pengadaan makanan yang dapat mendorong pertumbuhan industri pangan dan pertanian lokal, kata ekonom senior Hendri Saparini.
Sebelumnya, Dradjad Wibowo yang sempat menjadi anggota dewan pakar tim kampanye Prabowo mengatakan target prioritas program ini adalah anak-anak sekolah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Namun, Hendri bilang mereka yang tinggal di daerah 3T belum tentu bergizi buruk. Di sisi lain, ada pula anak-anak di wilayah tertentu di Pulau Jawa yang mengalami masalah gizi.
Karena itu, katanya, perlu dilakukan pemetaan berdasarkan indikator yang jelas untuk menentukan target prioritas program, entah berdasarkan prevalensi gizi buruk, pemasukan keluarga, atau tingkat kemiskinan di suatu daerah.
Ini diperlukan agar program makan bergizi gratis tepat sasaran dan tidak terjadi kesenjangan atau bahkan konflik di masyarakat.
"Seperti program BLT [Bantuan Langsung Tunai], ada yang tetangganya dapat, tapi dia tidak dapat," kata Hendri, pendiri Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia. "Itu akan menciptakan konflik."
"Kalau BLT kan tiga bulan sekali ributnya. Karena ini program makan siang, bisa tiap hari [ributnya]."
Terkait rantai pasok, Hendri mengatakan pemerintah harus memberdayakan para petani dan produsen makanan lokal dalam menyediakan makanan gratis.
Dengan begitu, katanya, program ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif alih-alih hanya mengandalkan dan memberikan keuntungan bagi para perusahaan besar. Pemerintah pun disebut bisa menekan impor dan menghemat belanja.
Tauhid sepakat dengan Hendri. Untuk menekan ongkos, pemerintah idealnya membangun sistem produksi pangan lokal di daerah-daerah yang jadi sasaran program, kata Tauhid.
Masalahnya, lagi-lagi itu semua butuh waktu. Karena itu, jangan-jangan pemerintahan Prabowo akan berkutat menyiapkan sistem produksi dan rantai pasok yang tepat di tahun pertama penerapan program makan bergizi gratis, kata Tauhid.
Bagaimana dampak program makan gratis ke APBN?
Meski dana Rp71 triliun untuk tahun pertama program makan bergizi gratis relatif kecil dibanding estimasi Rp460 triliun bila ia telah berjalan sepenuhnya, angka ini tetap menarik perhatian publik.
Sebagai perbandingan, untuk 2024, Kementerian Sosial mendapat alokasi dana Rp78,05 triliun untuk menjalankan seluruh program perlindungan sosialnya, termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial sembako.
Maka, dana awal untuk program makan bergizi gratis sudah setara 90% dari alokasi belanja perlindungan sosial Kementerian Sosial.
Alokasi belanja beberapa kementerian bahkan lebih kecil dari dana awal program makan bergizi gratis.
Pada 2024, proyeksi belanja Kementerian Keuangan dan Kementerian Perhubungan, misalnya, masing-masing "hanya" Rp48,7 triliun dan Rp38,6 triliun.
Tauhid Ahmad, ekonom senior INDEF, bilang ada sejumlah risiko yang membayangi hadirnya program makan bergizi gratis di 2025.
Jika penerimaan negara pada tahun itu tak sesuai harapan, lalu program makan bergizi gratis membutuhkan dana lebih besar dari perkiraan, defisit anggaran dikhawatirkan membengkak dan pemerintah terpaksa memotong dana belanja sejumlah kementerian dan lembaga atau program-program lainnya.
"Kalau dia menggerogoti kementerian dan lembaga lain, ya kasihan kementerian dan lembaga yang sudah berjuang, turun anggarannya dari 2024 ke 2025," kata Tauhid.
"Padahal kementerian dan lembaga itu [punya tugas] penting untuk misalnya mendorong growth, stabilisasi harga, dan sebagainya."
Teuku Riefky, peneliti makroekonomi di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, juga mempertanyakan alokasi dana Rp71 triliun yang bisa jadi lebih tepat digunakan untuk program-program lainnya.
"Apakah Rp71 triliun ini paling tepat untuk dialokasikan ke makan bergizi gratis? Karena kita memiliki berbagai program yang urgent lainnya, seperti untuk kesehatan, pendidikan, infrastruktur," kata Riefky.
Untuk saat ini, Riefky menilai alokasi dana Rp71 triliun masih relatif aman dan tidak akan "membuat jebol defisit APBN".
Lain halnya bila program tersebut telah berjalan sepenuhnya dan benar-benar menghabiskan dana lebih dari Rp400 triliun setahun.
"Kalau sebesar itu tentu akan memberatkan APBN," kata Riefky.
Untuk menyiasati hal ini, pemerintahan Prabowo Subianto kelak bisa saja memangkas belanja untuk proyek peninggalan Presiden Joko Widodo yang tidak lagi dianggap prioritas, kata ekonom senior Hendri Saparini.
Dana program bantuan sosial sembako pun bisa dialihkan sebagian ke program makan bergizi gratis karena fungsinya yang mirip, katanya.
Menanggapi komentar sejumlah ekonom tersebut, Dradjad Wibowo yang sempat menjadi anggota dewan pakar tim kampanye Prabowo mengatakan, "Kekhawatiran itu tidak berdasar."
"Anggarannya tidak akan memberatkan APBN karena diambil dari sumber penerimaan tambahan," kata Dradjad, seraya memberi contoh tambahan penerimaan perpajakan dan non-pajak yang menurutnya akan datang dari upaya "penyempurnaan digitalisasi".
"Rp71 triliun itu sudah mengikuti ruang fiskal yang tersedia. Tidak ada rencana melakukan realokasi dari anggaran subsidi yang sudah ada."
Di sisi lain, Hendri menyerukan agar pemerintah tidak cuma mengandalkan APBN untuk mendanai program makan bergizi gratis.
Menurutnya, pemerintah bisa membuka peluang kolaborasi dengan BUMN, perusahaan swasta, atau LSM untuk membantu mendanai program makan bergizi gratis bagi kelompok masyarakat di daerah tertentu.
"Harus ada cara-cara agar ini betul-betul menjadi program bersama," kata Hendri.
"Jangan dibebankan semuanya itu kepada APBN."