Konten Media Partner

Mengungkap Motif Pembunuhan Sejumlah Lansia yang Dituduh Dukun Santet

14 Juli 2024 13:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Mengungkap Motif Pembunuhan Sejumlah Lansia yang Dituduh Dukun Santet

Petani Tambala Jefwa kehilangan mata kanannya setelah diserang
zoom-in-whitePerbesar
Petani Tambala Jefwa kehilangan mata kanannya setelah diserang
BBC Africa Eye menginvestigasi serentetan kejadian mengejutkan yang menimpa banyak lansia di sepanjang pantai Kilifi, Kenya. Para manula ini dituduh sebagai dukun santet kemudian dibunuh. BBC Africa Eye menemukan motif sebenarnya di balik pembunuhan tersebut.
Tambala Jefwa, 74 tahun, hanya bisa pasrah saat istrinya, Sidi, melepas bajunya dengan lembut. Satu matanya yang tersisa menatap kosong.
“Mereka menusuknya dengan pisau seperti ini, lalu mencabutnya,” ujar Sidi seraya menunjuk bekas luka panjang yang memanjang pada tulang selangka suaminya.
Sidi memegang kepala Tambala dengan kedua tangannya, menunjukkan bekas serangan lainnya. "Mereka [staf medis] harus menarik kulit kepalanya ke belakang dan menjahitnya kembali."
Tambala Jefwa mendapat tudingan bahwa dirinya adalah seorang dukun santet. Dia sudah diserang dua kali di rumahnya yang terletak 80 kilometer ke arah pedalaman dari kota pesisir Malindi.
Serangan pertama membuatnya buta sebelah. Serangan kedua hampir merenggut nyawanya.
Tambala dan Sidi Jefwa memiliki lebih dari 30 hektare tanah tempat mereka menanam jagung dan memelihara beberapa ekor ayam. Ada perselisihan dengan anggota keluarga mengenai batas-batas tanah.
Pasangan ini meyakini inilah alasan sebenarnya mengapa Tambala hampir tewas dibunuh — bukan karena orang-orang benar-benar percaya dia seorang dukun.
"Saya dibiarkan tergeletak menunggu ajal. Saya kehilangan banyak darah. Saya tidak tahu kenapa mereka menyerang saya, tapi ini pasti karena masalah tanah," kata Tambala.
Sidi Jefwa memperlihatkan bekas luka akibat serangan yang menimpa suaminya.
Kepercayaan masyarakat atas ilmu sihir dan takhayul adalah hal yang umum di banyak negara.
Akan tetapi, di sejumlah daerah di Kenya, Malawi, Tanzania, dan Afrika Selatan, kepercayaan ini bisa dijadikan pembenaran atas pembunuhan lansia guna merebut tanah mereka.
Laporan bertajuk "The Aged, on Edge" (Lansia di Ujung Tanduk) yang disusun organisasi hak asasi manusia Kenya, Haki Yetu, menyebutkan setiap pekan terdapat satu lansia dibunuh di sepanjang pantai Kilifi atas tuduhan guna-guna.
Petugas program Haki Yetu, Julius Wanyama, mengatakan banyak keluarga meyakini bahwa sanak saudara mereka sendiri yang memerintahkan pembantaian tersebut.
“Kata sihir digunakan sebagai pembenaran karena dengan begitu mereka akan memperoleh simpati publik. Orang-orang akan berkata, ‘Kalau dia memang dukun, baguslah Anda menghabisinya,’” tutur Wanyama.
Hanya sedikit orang di wilayah ini yang memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Tanpa adanya surat wasiat, mereka mengandalkan pewarisan secara adat melalui keluarga.
Wanyama mengatakan bahwa tujuh dari sepuluh pembunuhan tersebut menargetkan pria lanjut usia karena kepemilikan dan warisan tanah ada di tangan mereka.
“Secara historis, orang-orang di Kilifi sini tidak punya surat-surat [tanah]. Satu-satunya dokumen yang mereka miliki adalah narasi dari para orang tua ini. Itulah sebabnya sebagian besar korban tewas adalah laki-laki, karena setelah Anda membunuh mereka, maka Anda menghilangkan si penghalang,” ujar Wanyama.
Sidi Jefwa percaya anggota keluarga mereka sendiri yang mendalangi penyerangan terhadap Tambala.
Sekitar satu jam perjalanan darat dari tanah keluarga Jefwa, berdiri sebuah pusat penyelamatan lansia yang dikelola badan amal bernama Asosiasi Distrik Malindi.
Tempat ini menampung sekitar 30 orang lanjut usia yang menjadi korban penyerangan dan tidak bisa pulang ke tanah mereka sendiri.
Katana Chara sudah tinggal di penampungan ini selama selama sekitar 12 bulan. Usianya 63 tahun, tetapi Katana terlihat jauh lebih tua.
Dia harus mengungsi ke tempat ini setelah diserang dengan parang di kamar tidurnya sendiri pada April 2023. Satu tangannya putus di bagian pergelangan tangan, dan satunya lagi putus di atas siku.
Katana tidak bisa bekerja lagi dan membutuhkan bantuan untuk hal-hal paling mendasar, mulai dari makan, mandi hingga memakai baju.
“Saya tahu orang yang memotong tangan saya, tapi kami tidak pernah bertemu langsung lagi sejak kejadian itu," katanya.
Katana dituduh sebagai dukun santet dan bertanggung jawab atas kematian seorang anak di daerahnya. Namun, dia yakin alasan yang sebenarnya adalah enam hektare tanah miliknya.
"Saya tidak punya keterkaitan dengan ilmu hitam. Saya punya sebidang tanah di tepi laut. Ini tanah yang luas."
Katana Chara kini tinggal di penampungan karena tidak lagi bisa mengurus dirinya sendiri.
Banyak anggota keluarga Chara yang diinterogasi terkait serangan tersebut – tapi tidak satu pun dibawa ke meja hijau. Aktivis Julius Wanyama telah berupaya mendapatkan keadilan untuknya.
“Hanya sedikit orang yang didakwa atas tuduhan pembunuhan lansia. Itulah mengapa saya menduga bahkan orang-orang penting pun dalam serangkaian pembunuhan ini – karena para pelakunya merasa bebas.”
Setelah berbulan-bulan melakukan investigasi, BBC Africa Eye berhasil melacak seorang mantan pembunuh bayaran yang mengaku sudah menghabisi nyawa sekitar 20 orang.
Dia mengatakan bahwa bayaran minimum yang diterimanya untuk setiap pembunuhan adalah 50.000 shilling Kenya atau sekitar $400 (Rp6,5 juta rupiah).
"Kalau seseorang membunuh lansia, ketahuilah bahwa keluarga mereka yang membayarnya. Itu pasti keluarga mereka," katanya kepada BBC Africa Eye.
Ketika didesak tentang bagaimana dan mengapa dia merasa berhak membunuh seseorang, dia menjawab: "Saya mungkin telah melakukan sesuatu yang buruk karena saya diberi tugas dan sayalah yang membunuh, tetapi menurut hukum, menurut Tuhan, orang yang membayar sayalah yang bersalah."
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kenya mempresentasikan sebuah dokumen kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Februari 2023 yang menyatakan: "Pembakaran dukun, pembunuhan, dan serangan fisik marak terjadi di daerah-daerah seperti Kisii di Kenya barat dan daerah Kilifi di pesisir Kenya."
Laporan tersebut juga menyebut anggota keluarga yang lebih muda yang ingin mendapatkan tanah keluarga adalah faktor pendorong utama di balik pembunuhan tersebut.
Disebutkan bahwa serangan dan pembunuhan meningkat selama periode kekeringan dan kelaparan ketika sumber-sumber pendapatan menjadi langka.
Wanyama mengatakan bahwa pembunuhan yang menggunakan tuduhan ilmu hitam untuk membenarkan perampasan tanah telah menjadi "bencana nasional"
"Ini dimulai sebagai masalah regional, tetapi sekarang telah meningkat... Jika kita tidak mengatasinya, maka kita akan kehilangan arsip-arsip orang tua kita. Itu adalah satu-satunya arsip hidup yang bisa kita percayai."
Dalam budaya tradisional Afrika, orang berusia senja dihormati atas kebijaksanaan dan pengetahuan mereka.
Di Kilifi, yang terjadi adalah sebaliknya. Lansia sangat takut menjadi target sehingga banyak yang mewarnai rambut mereka agar terlihat lebih muda.
Di wilayah ini, jarang sekali ada yang bisa bertahan hidup setelah dituduh dukun ilmu hitam.
Chara sudah aman dan tinggal di pusat penyelamatan bagi para lansia. Namun, bagi orang-orang seperti Jefwa, ada ketakutan yang nyata bahwa siapa pun yang mencoba membunuhnya akan kembali beraksi.