Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Mengunjungi Tempat Pembuangan Limbah Radioaktif di Finlandia
10 September 2023 14:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
Dalam beberapa tahun ke depan, Finlandia akan mulai menyimpan limbah bahan bakar nuklir di bawah tanah di Onkalo, dan limbah itu akan bertahan selama ribuan tahun. Erika Benke dari BBC Future menceritakan pengalamannya mengunjungi situs tersebut.
Saya selalu optimistis dalam perjalanan untuk mewawancarai narasumber. Bagi saya, wawancara adalah bagian paling menyenangkan dari menulis cerita.
Tetapi kali ini rasanya berbeda. Tur di Onkalo, yang berlokasi 450 meter di bawah tanah, tiba-tiba membuat saya gugup. Melalui tur itu, saya akan melihat terowongan batu yang menyimpan limbah radioaktif tinggi selama 100.000 tahun. Ini adalah tempat penyimpanan limbah bahan bakar nuklir pertama di dunia.
Ketika saya berkendara di jalanan yang sepi di barat daya Finlandia, saya memperlambat laju kendaraan sambil mencoba membayangkan akan seperti apa pedesaan Nordik yang terpampang di kartu pos dengan pohon-pohon pinus besar ini dalam 1.000 tahun atau 10.000 tahun mendatang.
Akankah ada orang-orang dengan rumah-rumah cantik menetap di sekitar Pulau Olkiluoto? Jika ada, apakah mereka akan berbicara dengan Bahasa Finlandia? Apakah mereka akan menggunakan suatu Bahasa? Dan yang terpenting, apakah mereka mengetahui potensi bahaya yang mengintai di bawah kaki mereka di Onkalo.
Limbah bahan bakar dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) saat ini disimpan di fasilitas penyimpanan sementara di berbagai tempat di dunia.
Finlandia adalah negara pertama yang menerapkan cara yang diharapkan bisa menjadi solusi permanen.
Dalam dua atau tiga tahun ke depan, limbah dengan tingkat radioaktif tinggi akan terkubur jauh di dalam batuan dasar di Onkalo, setelah disegel di dalam tabung yang terbuat dari besi dan tembaga, lalu dilapisi lagi oleh tanah liat bentonit.
Saya sama sekali tidak merasa cemas ketika sebelumnya berbicara dengan orang-orang di Onkalo melalui telepon. Tapi sekarang, perasaan khawatir itu muncul.
Perusahaan yang mengoperasikan situs ini, Posiva, cukup membantu dengan mempertontonkan video keselamatan pada kami terlebih dahulu. Saya menontonnya bersama pengunjung lainnya, dua awak televisi dari Jerman.
Video itu menggunakan nada yang datar dan membumi. Jangan terpisah dari grup. Dalam keadaan darurat, ikuti instruksi pemandu Anda. Ini adalah lokasi konstruksi aktif, jadi berhati-hatilah terhadap kendaraan dan mesin. Apabila terjadi kebakaran, ikuti pemandu Anda ke tempat evakuasi terdekat.
Video tersebut memperlihatkan sekelompok orang dengan tenang berjalan ke dalam pod tahan api yang memiliki persediaan oksigen sendiri. Begitu masuk ke dalamnya, pemandu mereka memberikan sebotol air kepada semua orang. Semuanya terlihat sangat terorganisir.
“Apakah Anda pernah mengalami situasi darurat di sana?” tanya saya kepada salah satu pemandu kami, Johanna Hansen, yang juga merupakan koordinator penelitian dan pengembangan di Posiva.
“Hanya pernah sekali, tapi itu hanya alarm palsu,” jawabnya sambil tersenyum.
Setelah itu, kami diminta mengenakan perlengkapan keselamatan: jaket berwarna kuning cerah dengan visibilitas tinggi, sepatu bot tahan air, helm pelindung, dan ikat pinggang.
Masing-masing dari kami juga diberi sebuah paket kecil berisi masker yang akan melindungi kami dari gas selama 15 menit jika ada kebakaran.
Saya lega ketika diberi tahu bahwa helm pelindung dilengkapi alat pelacak, sehingga orang-orang di ruang kendali di atas tanah akan selalu mengetahui di mana saya berada di dalam terowongan.
Dengan persiapan yang meyakinkan itu, saya berjalan melewati pintu putar di pos keamanan di bawah terik matahari siang. Kami lalu masuk ke dalam mobil.
Pemandu kami berkendara ke dalam terowongan tanpa ragu. Dalam sekejap, segalanya menjadi sangat gelap.
Perlu 15 menit untuk berkendara ke stasiun layanan Onkalo yang letaknya 437 meter di bawah tanah. Saat melalui jalan berkelok di terowongan sepanjang 4,5 km itu, kami melihat rambu lalu lintas standar yang memperingatkan batas kecepatan 20km/jam. Rambu hijau di dinding terowongan secara berkala memberi tahu sudah seberapa jauh kami dari permukaan tanah.
Ini ternyata tidak semenakutkan yang saya kira. Saya pikir apa yang membuat saya merasa rileks adalah menyadari bahwa kami tidak sendirian. Terowongan sempit itu hanya muat untuk satu mobil, tetapi ketika kami melewati sebuah teluk, kami melihat ada truk-truk dan mobil-mobil. Rasanya seperti berkendara di area konstruksi yang sibuk, hanya saja ini terletak di dalam gua.
Tak lama kemudian, kami tiba di stasiun layanan; sebuah ruangan luas dan terang dengan kerikil di lantainya. Ada banyak alat berat dan deretan kontainer berisi bahan bangunan.
Dua laki-laki berdiri di atas anjungan kerja yang dipasangkan tali pengaman, memperbaiki saluran ventilasi di atap. Dua pekerja lainnya sedang bercakap-cakap di dekat kontainer yang dikelilingi kabel-kabel besar.
Anehnya, semua itu terasa normal. Orang-orang bekerja seolah-olah mereka sedang berada di pabrik di atas tanah. Suhunya juga terasa nyaman, yakni 14 derajat Celcius. Udaranya pun bersih dengan sistem ventilasi, tidak lembap, dan tidak ada bau debu.
Pemandu kami menjelaskan bagaimana tabung-tabung berisi limbah nuklir akan tiba di area pelayanan dengan lift yang datang langsung dari fasilitas enkapsulasi di permukaan. Kami tidak bisa melihat lift itu karena masih dibangun. Sementara ini, lift ditutupi oleh pintu besar dengan dua tanda X besar berwarna merah.
Ketika limbah bahan bakar mulai disimpan di sini, tabung-tabung akan diturunkan dari area pendaratan lift ini lebih dalam lagi ke terowongan pengendapan. Kemudian mereka akan diangkut oleh kendaraan robot dan dibawa ke lubang penyimpanan vertikal, tempat peristirahatan terakhir mereka.
Kami juga diperlihatkan demonstrasi pemindahan itu. Pintu masuknya jauh lebih gelap dibandingkan area pelayanan, dengan lantai tidak rata, basah, dan berlumpur di beberapa titik. Dindingnya berupa batuan yang berkilau ketika terkena cahaya.
Tiba-tiba saya menyadari bahwa saya kehilangan kabel kecil berwarna merah muda yang menghubungkan kamera saya ke mikrofon radio. Saya terpaksa kembali untuk menemukannya. Saat itulah saya merasa ketakutan.
Saya sendirian di terowongan gelap tempat limbah bahan bakar nuklir akan terurai selama ribuan tahun. Saya berdiri di tempat di mana, mulai tahun 2025, tidak ada manusia yang boleh menginjakkan kaki di sini selama 100.000 tahun.
Ini mengingatkan betapa singkatnya hidup kita. Sekilas, saya merenungkan betapa kecilnya hidup saya dalam kurun 100.000 tahun itu.
Saya teringat momen 30 tahun yang lalu, ketika bermain ski di Pegunungan Alpen, dikelilingi kabut yang begitu tebal sehingga saya tidak tahu mana arah naik atau turun.
Momen itu adalah kali pertama saya menyadari betapa rapuhnya kita di hadapan kekuatan Alam. Terowongan di Onkalo ini memberi saya pengalaman yang kedua kalinya.
Artikel versi Bahasa Inggris berjudul The place where no humans will tread for 100,000 years dapat Anda baca di BBC Future.