Konten Media Partner

Menteri ATR Akui Pagar Laut di Pesisir Tangerang Memiliki Sertifikat HGB – Siapa Pemiliknya dan Bagaimana Langkah Selanjutnya?

20 Januari 2025 15:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Menteri ATR Akui Pagar Laut di Pesisir Tangerang Memiliki Sertifikat HGB – Siapa Pemiliknya dan Bagaimana Langkah Selanjutnya?

Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN Nusron Wahid akhirnya membenarkan bahwa pagar laut misterius sepanjang 30 km di Tangerang, sudah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
"Kami mengakui atau kami membenarkan ada sertifikat yang berseliweran di kawasan pagar laut sebagaimana yang muncul di banyak sosmed," kata Nusron dalam jumpa pers, Senin (20/01).
Nusron Wahid mengakui ada 263 bidang tanah di atas pagar laut Tangerang yang memiliki Sertifikat HGB.
Sertifikat-sertifikat itu menurutnya dimiliki sejumlah perusahaan.
Pengakuan Nusron Wahid ini tidak berbeda dengan hasil penelusuran warganet di aplikasi BHUMI ATR/BPN, seperti dilaporkan Kompas.com.
Temuan mereka menemukan bahwa kawasan sekitar pagar laut Tangerang itu bersertifikat HGB.
Hak Guna Bangunan atau HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri.

Siapa pemilik Hak Guna Bangunan (HGB)?

Nusron menjelaskan, sertifikat HGB itu berjumlah 263 bidang.
Ada pula Sertifikat Hak Milik (SHM) sebanyak 17 bidang selain HGB.
Dia kemudian menjelaskan, daftar pemilik HGB yang disebutnya milik beberapa perusahaan.
"Atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, dan atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang," ungkap Nusron.
Dia menjelaskan ada sembilan bidang yang memiliki SHGB atas nama perorangan.
Kemudian ada 17 bidang lainnya yang disebut Nusron dilengkapi sertifikat hak milik (SHM).
Tetapi Nusron tidak menyebut siapa pemilik masing-masing perusahaan tersebut.
"Kalau saudara-saudara ingin tanya siapa pemilik PT tersebut, silakan cek ke Administrasi Hukum Umum (AHU), untuk mengecek di dalam aktanya," ujarnya.

Apa tindak lanjutnya kemudian?

Lebih lanjut Nusron mengaku telah menginstruksikan Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Dirjen SPPR) untuk berkoordinasi dan melakukan pengecekan.
Upaya pengecekan ini akan dilakukan bersama Badan Informasi Geospasial (BIG) pada Senin (20/01).
Menurutnya, tujuannya adalah apakah lokasi sertifikat-sertifikat tanah tersebut berada dalam garis pantai (daratan) Desa Kohod atau di luar garis pantai (laut).
Pasalnya, pengecekan sementara menunjukkan bahwa dalam proses pengajuan sertifikat tersebut, terdapat dokumen-dokumen yang terbit pada 1982.
"Karena itu, kami perlu cek, mana batas pantai tahun 1982, mana batas pantai 1983, 1984, 1985, sampai batas garis pantai 2024 dan sampai sekarang," jelasnya.
Dengan begitu, pihaknya dapat mengecek apakah lokasi yang dimaksud termasuk dalam peta bidang tanah SHGB atau SHM itu berada dalam garis pantai atau di luar garis pantai.
Dia menargetkan hasil pemeriksaan sudah didapatkan pada Selasa (21/1/2025), karena tidak terlalu sulit.

Mengapa akhirnya KKP dan TNI sepakat membongkar pagar laut?

Secara terpisah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan TNI Angkatan Laut (AL) sepakat untuk membongkar pagar laut.
Mereka sepakat untuk melanjutkannya pada Rabu siang (22/1) setelah sebelumnya sempat ditunda.
"Jadi kita akan memberikan batasan waktu sampai dengan besok Rabu pagi, kita akan rapat pagi, lalu siangnya kita akan melakukan tindakan pembongkaran," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, melalui video yang diunggah di akun Instagram-nya pada Senin (20/1).
Sakti menyampaikan hal itu setelah bertemu dengan Kepala Staf TNI AL, Muhammad Ali, yang mengaku mendapat instruksi dari Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan masalah pagar laut di Tangerang yang dikeluhkan nelayan setempat.
"Pagi ini kami bersama Pak Menteri dengan Pak Wamen melaksanakan evaluasi bagaimana cara yang baik, yang aman, yang cepat dan praktis untuk bisa mempercepat, membantu kesulitan masyarakat nelayan," kata Ali.
"Itu instruksi dari bapak presiden."
Sabtu (18/1), kira-kira 600 orang yang terdiri atas anggota TNI AL dan nelayan bergerak bersama untuk membongkar pagar laut tak bertuan di Tangerang, yang telah disegel KKP sejak Kamis (9/1).
Harry Indarto, Komandan Pangkalan Utama TNI AL III Jakarta, mengatakan pagar itu mesti dibongkar karena mengganggu aktivitas nelayan dan dibangun tanpa izin yang jelas.
"Kami hadir di sini atas perintah dari presiden RI melalui Kepala Staf AL untuk membuka akses, terutamanya bagi para nelayan yang akan melaut," kata Harry, seperti dilaporkan Antara.
TNI AL, imbuhnya, tak bisa menggunakan alat berat atau kapal perang RI (KRI) karena dangkalnya perairan di lokasi pagar laut.
Maka, pihak TNI AL berusaha menarik satu per satu bambu yang membentuk pagar laut dengan tali yang disangkutkan ke kapal nelayan.
Targetnya, mereka berniat membongkar pagar laut sejauh dua kilometer per hari. Total pagar laut yang ada telah membentang sepanjang 30,16 kilometer.
Namun, aktivitas ini justru memunculkan pertanyaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang mengaku tidak diajak berkoordinasi sebelum dilakukan pembongkaran.
Doni Ismanto Darwin, staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, menyayangkan pembongkaran itu yang dikhawatirkan dapat mengaburkan proses hukum yang sedang berjalan.
"Sebagaimana ditegaskan oleh Menteri Sakti Wahyu Trenggono, pagar laut di Tangerang statusnya disegel oleh KKP sebagai barang bukti dalam proses penyelidikan untuk mengungkap pihak yang bertanggung jawab atas pembangunannya," kata Doni melalui keterangan tertulisnya, Minggu (19/01).
Saat ditemui wartawan di Bali, Menteri Sakti juga menyampaikan hal serupa.
Menurutnya, pagar laut itu adalah barang bukti penting dalam proses penyelidikan yang tengah dilakukan KKP.
"Barang bukti yang masih dalam penyelidikan sebaiknya tidak dibongkar. Jika dibongkar, bisa menimbulkan masalah baru seperti terganggunya arus laut," ujar Sakti pada Minggu (19/1), seperti dilaporkan Tribun News.
"Pencabutan itu mudah, tapi lebih penting untuk memastikan siapa yang memasang. Setelah semuanya jelas, baru pembongkaran dilakukan."
Karena itu, Sakti bilang ia telah berkomunikasi via telepon dengan Kepala Staf TNI AL, Muhammad Ali, untuk meminta penghentian pembongkaran pagar laut di Tangerang.
Pada hari yang sama, Ali mengonfirmasi bahwa pihaknya memutuskan menunda pembongkaran.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

Aduan ke polisi

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Muhammadiyah bersama sejumlah LSM mengadukan masalah pemasangan pagar laut ilegal di Tangerang ke Bareskrim Polri pada Jumat (17/1).
LSM yang ikut membuat pengaduan termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara).
"Mudah-mudahan, dengan adanya surat yang kami sampaikan tadi, ini menjadi dasar bagi Bareskrim Polri untuk menelusuri lebih mendalam tentang siapa saja yang terlibat dalam [pembangunan] pagar yang dianggap misteri ini," ujar Gufroni, ketua riset dan advokasi LBH-AP Muhammadiyah.
Menurut LBHAP, ada delapan nama individu dan satu perusahaan yang diduga terlibat dalam pembangunan pagar laut di Tangerang.
Perusahaan yang dimaksud adalah pengembang properti Agung Sedayu Group.
Nama perusahaan ini ikut terseret karena disebut-sebut oleh seorang pekerja yang sedang mengumpulkan bambu untuk pagar laut. Ini terekam dalam video yang dijadikan bukti dalam pengaduan ke polisi.
Sementara itu, nama-nama lain yang dilaporkan termasuk seseorang yang diduga tangan kanan Sugianto Kusuma alias Aguan, bos Agung Sedayu Group, serta mereka yang beroperasi di lapangan termasuk untuk mengumpulkan pekerja, mengurus pendanaan, dan sebagainya.
"Jadi terkonfirmasi bahwa pagar bambu ini tidak misterius, tapi jelas ada pekerjanya, ada yang membiayai," kata Gufroni.
Kuasa Hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, telah membantah tuduhan ini.
Perwakilan manajemen Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, yang mengelola kawasan elite di sekitar pagar laut, juga sempat membantah keterlibatannya dalam konferensi pers pada Minggu (12/1).

Awal penemuan pagar laut

Eli Susiyanti, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemerintah Provinsi Banten, mengatakan pihaknya awalnya mendapatkan laporan masyarakat terkait pembangunan pagar laut pada 14 Agustus 2024.
Lima hari kemudian, tim DKP Banten meninjau lokasi dan menemukan pagar tersebut, yang saat itu panjangnya baru sekitar tujuh kilometer.
Kemudian, kata Eli, total ada empat kali investigasi atas pagar laut itu yang dilakukan DKP Banten bersama instansi terkait.
Hasilnya: tidak ada izin dari camat maupun kepala desa atas pemagaran itu.
Lama-kelamaan, pagar laut itu pun semakin panjang, hingga mencapai 30,16 kilometer.
Sementara itu, menurut penelusuran Ombudsman Banten, pagar itu dipasang warga dengan imbalan sekitar Rp100.000 per orang.
"Namun, siapa yang melakukan belum teridentifikasi," kata Fadli Afriadi, Kepala Perwakilan Ombudsman Banten.
"Mereka sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang dikasih uang Rp100.000 per orang. Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ."
Anggota Ombudsman, Hery Susanto, mengeklaim pagar bambu yang dipasang tanpa izin itu telah menghambat aktivitas masyarakat nelayan di sekitarnya dalam mencari nafkah.
Ombudsman bahkan menaksir kerugian yang dialami nelayan mencapai Rp8 miliar gara-gara pagar bambu itu.

HGB di lokasi pagar laut

Melalui akun X-nya, pengamat perkotaan Elisa Sutanudjaja membagikan temuannya yang menunjukkan bahwa lokasi pagar laut di Tangerang telah mendapat sertifikat hak guna bangunan (HGB).
HGB adalah hak yang diberikan kepada individu atau badan hukum untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas lahan yang bukan miliknya.
Berdasarkan data BHUMI, situs web berisi peta interaktif untuk menyebarkan informasi spasial yang dikelola Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Elisa menunjukkan total wilayah laut yang masuk area HGB mencapai 537,5 hektare.
"Bohong banget kalau Kementerian Agraria enggak tahu apa-apa," kata Elisa.
Elisa bilang area dengan HGB tersebut berpotensi digunakan untuk membangun tidak hanya perumahan, tapi "kota mandiri baru".
Harison Mocodompis, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian ATR, mengatakan situs web BHUMI bersifat terbuka dan masyarakat bisa ikut memperbarui peta yang ada di sana.
"Peta yang ada di aplikasi ini bukan peta real time dan validitasnya harus diverifikasi di kantor pertanahan setempat," ujar Harison, seperti dilaporkan Kompas.com.
"Beberapa wilayah di sepanjang 30 kilometer laut Tangerang sebenarnya sudah berstatus daratan."
Berita ini akan terus diperbarui.