Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Misteri Perempuan Arab Saudi yang Kabur ke Australia Setelah Alami KDRT dan Hilang tanpa Jejak
4 Agustus 2024 11:00 WIB
Misteri Perempuan Arab Saudi yang Kabur ke Australia Setelah Alami KDRT dan Hilang tanpa Jejak
Lolita menginjakkan kakinya di Australia pada 2022 silam. Perempuan asal Arab Saudi itu melarikan diri dari seorang pria yang umurnya lebih tua. Pria itu memperistrinya ketika Lolita masih anak-anak.
Lolita memberitahu orang-orang terdekatnya bagaimana dia kabur dari lingkaran kekerasan dan perbudakan seksual yang sangat ekstrim sampai-sampai dirinya keluar masuk rumah sakit.
Kurang dari setahun setelah tiba di Australia, Lolita menghilang. Seorang teman mengeklaim melihat Lolita diculik dari apartemennya oleh sekelompok pria Saudi yang mengendarai mobil van hitam.
Lolita, yang berumur awal 30-an dan menggunakan satu nama saja, tercatat naik pesawat dari Melbourne ke Kuala Lumpur pada Mei 2023. Dari sana, kuasa hukumnya meyakini Lolita kembali ke Arab Saudi dan ditahan.
Namun, di mana tepatnya Lolita berada? Apakah dia aman? Atau bahkan apakah dia masih hidup? Hal itu kin masih menjadi misteri.
Ini bukanlah kali pertama kisah misterius perempuan Saudi yang kabur dari tanah airnya menjadi berita utama.
“Kasus [Lolita] ini sangat menarik perhatian karena, dibandingkan kasus-kasus perempuan Saudi yang hilang... atau ditemukan tewas, adalah kami punya saksi,” ucap pengacara Alison Battisson.
Kedutaan Besar Arab Saudi di Canberra menolak berkomentar. Akan tetapi, dalam pernyataan kepada BBC, Kepolisian Federal Australia menyebut pihaknya “mengetahui” dugaan penculikan tersebut pada bulan Juni.
Polisi mengatakan telah “segera memulai penyelidikan" baik di dalam negeri maupun “luar negeri”
Para advokat khawatir kasus Lolita ini merupakan bagian dari pergeseran pola di Australia: agen-agen berbagai negara lain memantau, melecehkan, atau menyerang warga negara mereka sendiri dan terhindar dari jeratan hukum setempat.
Pemerintah Australia menyatakan campur tangan asing – apa pun bentuknya – adalah ancaman keamanan nasional yang “paling signifikan” dan berjanji menindaknya secara tegas.
Meski begitu, Battisson dan pegiat hak asasi manusia lainnya mempertanyakan bagaimana seorang perempuan – yang sudah memberitahukan kepada pihak imigrasi bahawa dia adalah seorang penyintas – bisa sampai diduga diculik dari rumahnya pada siang bolong.
Hilang tanpa jejak
Berdasarkan catatan penerbangan, Lolita pertama kali tiba di Melbourne pada Mei 2022.
Walaupun lebih sering menyendiri, Lolita dengan cepat menjalin pertemanan dengan satu pengungsi Sudan yang pernah tinggal di Arab Saudi sebagai imigran tanpa dokumen.
Ali – bukan nama sebenarnya – adalah orang menghubungkan Lolita dengan Battisson yang sebelumnya membantu klaim suaka dirinya.
Sejak saat itu, Battisson, seorang pengacara HAM, sering berkomunikasi dengan Lolita.
Dia menggambarkan Lolita sebagai perempuan lembut yang bertekad menjadi mandiri: "Dia bertekad bahwa ini momennya untuk dapat berdiri di kaki sendiri."
Namun, korespondensi mereka tiba-tiba saja berakhir pada Mei tahun lalu. Battisson mengaku menerima pesan teks "aneh" dari Lolita.
"Bahasa yang digunakan jauh lebih formal daripada biasanya: 'Apa status visa saya',” kata si pengacara kepada BBC.
Pengajuan visa perlindungan Lolita – visa jenis ini diajukan mereka yang yang berisiko mengalami penganiayaan di negara asal mereka – sebelumnya ditolak.
Battisson sedang dalam proses membantu Lolita mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Menurut Battisson, Lolita sangat mengetahui sejauh mana perkara visa ini mengingat kedua perempuan ini kerap mendiskusikannya.
“Saya sekarang yakin pesan itu sesungguhnya dikirim orang-orang yang menculik Lolita,” klaim Battisson.
Baca juga:
Battisson menebak para penculik Lolita ingin tahu apakah perempuan Saudi itu memiliki visa permanen. Apabila Lolita punya visa permanen, maka dirinya berhak mendapatkan bantuan konsulat Australia di Arab Saudi.
Setelah pesan itu dikirim, tidak ada kabar apa pun terdengar dari Lolita. Minggu demi minggu berlalu… kemudian menjadi berbulan-bulan. Barulah Battisson menyadari ada yang tidak beres.
Battisson juga tidak bisa menghubungi Ali. Ini juga aneh karena keduanya biasanya lancar berkomunikasi.
Ali akhirnya menghubungi Battisson dan mengonfirmasi ketakutan terburuknya.
Ali mengeklaim dirinya menyaksikan Lolita dibawa pergi. Insiden itu membuatnya tak berdaya: dia takut keluarganya akan disakiti sehingga dia memutuskan bersembunyi.
Dalam percakapan terakhir Ali dengan Lolita, suara perempuan itu terdengar panik. Lolita memohon perlindungan dari sekelompok pria yang berencana membawanya ke Arab Saudi secara paksa. Lolita bahkan mengirim foto-foto tas yang dikemasnya dalam kondisi dipaksa.
Baca juga:
Ali bergegas mendatangi apartemen Lolita. Setibanya di sana, seorang pria berbahasa Arab mengancamnya. Ali mengeklaim pria itu menggunakan informasi pribadi yang menurutnya hanya bisa berasal dari kedutaan Saudi di Canberra.
Ali kemudian mengubah taktik: dia mengontak seorang teman dan mengajaknya ikut ke bandara. Ali berharap keduanya bisa “membuat kegaduhan” untuk menarik perhatian aparat keamanan. Namun, Lolita tidak pernah muncul di bandara.
“Saya membutuh waktu satu tahun penuh untuk memastikan Lolita telah dibawa pergi,” ucap Battisson nada putus asa yang terdengar jelas.
Sejak itu, pengacara pro bono mengumpulkan berbagai dokumen dan menyusunnya dalam rangka merunut semua kejadian.
“Kami punya catatan telepon dan pesan Lolita yang menyebut dirinya dilanda ketakutan. Kami juga mendapatkan pola Lolita pindah rumah akibat ketakutan itu,” katanya.
Kemudian seorang kerabat Lolita memberikan kesaksian terbaru.
“Sejauh yang mereka tahu, Lolita sekarang berada di penjara atau pusat penahanan Saudi,” ucap Battisson.
Masih ada celah-celah mencolok dalam cerita ini. Namun, Battisson menyebut satu hal yang pasti adalah "tidak ada pilihan yang aman" bagi Lolita di negara asalnya.
Sejak menjadi penguasa de facto Arab Saudi pada tahun 2017, Putra Mahkota Mohammed bin Salman berupaya memodernisasi kerajaan – dalam beberapa hal. Salah satunya adalah melonggarkan pembatasan yang selama ini dialami perempuan.
Meski begitu, perempuan masih membutuhkan wali pria untuk mengeluarkan mereka dari penjara. Dalam kasus Lolita, wali prianya adalah seorang suami yang konon menyiksanya sedemikian rupa sampai-sampai dia kabur ke belahan dunia lain.
Menurut Battisson, fakta itu saja seharusnya sudah cukup untuk meyakinkan pihak berwenang Australia bahwa “tidak mungkin Lolita rela kembali ke Arab Saudi”.
'Ancaman itu nyata'
Pada saat hampir bersamaan dengan ketibaan Lolita di Australia, negara persemakmuran ini tengah bergulat dengan kematian misterius dua perempuan Arab Saudi lainnya.
Pada bulan Juni 2022, mayat Asra dan Amaal Alsehli – kakak beradik – yang sudah membusuk ditemukan di apartemen mereka di Sydney Barat.
Tidak banyak yang diketahui tentang penyebab kematian mereka. Polisi menggambarkan kasus yang “mencurigakan” dan “tidak biasa” ini akan segera masuk ke penyelidikan kerajaan.
Bagi mereka yang mengamati gerak-gerik Asra dan Amaal - yang mencari suaka ke Australia setelah meninggalkan Arab Saudi pada tahun 2017 - hidup dalam ketakutan.
Laporan-laporan tentang perempuan Saudi yang meninggal dunia saat tinggal di luar negeri atau diseret pulang ke negeranya bukanlah hal yang baru.
Kasus paling terkenal adalah Tala dan Rotana Farea, kakak adik yang ditemukan dalam keadaan terikat di Sungai Hudson pada tahun 2018 setelah mengajukan permohonan suaka ke Amerika Serikat.
Atau Dina Ali Lasloom, yang mengaku dicegat oleh paman-pamannya saat transit di Bandara Manila ketika mencoba melarikan diri ke Australia pada tahun 2017.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah warga Australia keturunan China, Iran, India, Kamboja, dan Rwanda melaporkan insiden pemantauan, pelecehan, atau penyerangan, yang dilakukan agen-agen yang mereka yakini dipekerjakan pemerintah masing-masing.
Kepala intelijen Australia menyatakan saat ini lebih banyak orang “menjadi sasaran spionase dan campur tangan asing” di dalam negeri “dibandingkan sebelumnya”.
“Warga Australia perlu tahu bahwa ancaman itu nyata. Ancaman itu ada sekarang. Dan ancamannya lebih dalam dan lebih luas dari yang Anda kira,” ujar Mike Burgess pada Februari lalu.
Baca juga:
Awal tahun ini, tinjauan parlemen Australia terhadap undang-undang campur tangan asing menemukan “kekurangan yang signifikan dari segi rancangan dan implementasi” dan undang-undang tersebut dinilai “gagal mencapai tujuan yang diinginkan”.
Pemerintah Australia menanggapinya dengan mengumumkan reformasi – yang digadang-gadang sebagai “terdepan di dunia” – termasuk pembentukan jaringan pendukung untuk membantu komunitas diaspora mengidentifikasi dan melaporkan perilaku yang mencurigakan.
Pemerintah juga membentuk satuan tugas (satgas) penanganan campur tangan asing yang bersifat permanen.
“Ini adalah masalah yang kompleks. Kami terus bekerja sama dengan lembaga-lembaga kami untuk ... melindungi orang-orang yang rentan,” ujar Menteri Dalam Negeri Clare O'Neil dalam pernyataan resminya.
Masih terlalu dini untuk menilai seberapa efektif dampak dari perubahan ini.
Menurut Battisson, belum terlambat bagi pemerintah Australia untuk membantu Lolita.
Dia berpendapat bahwa pemerintah Australia dapat mengeluarkan visa untuk Lolita dan membantunya kembali ke Australia. Keputusan ini merupakan tanggung jawab Menteri Imigrasi Tony Burke.
“Sebagai sebuah negara, kita memiliki kesempatan untuk memastikan bahwa seorang korban kekerasan berbasis gender pada akhirnya aman,” katanya.
“Semua perempuan berhak mendapatkan lingkungan yang aman untuk tumbuh berkembang. Itulah yang dilakukan Lolita sebelum dia diculik.”