Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Netizen Terus Buru Pejabat Pamer Harta, Pengamat: Perlawanan Mereka yang Kecewa
27 Maret 2023 17:10 WIB
·
waktu baca 6 menitSetelah kekayaan fantastis pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo terkuak, beberapa pejabat dan keluarganya yang pamer harta di media sosial terus diburu netizen. Baru-baru ini keluarga Sekretaris Daerah (sekda) Riau SF Hariyanto menjadi incaran.
Tak lama setelah kekayaan Rafael Alun terungkap, gaya hidup mewah Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto juga diangkat netizen ke permukaan.
Setelahnya, netizen juga mengulik gaya hidup keluarga beberapa pejabat. Sebut saja istri Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra, istri dan anak Kepala Bea dan Cukai Andhi Pramono, istri pejabat Kementerian Sekretariat Negara Esha Rahmanshah Abrar, dan yang terbaru istri Pejabat Pembuat Kebijakan Direktorat Jenderal Hubungan Laut Kementerian Perhubungan Muhammad Rizky Alamsyah.
Perburuan netizen terhadap pejabat dan keluarganya yang melakukan pamer harta di media sosial sepertinya masih akan berlanjut.
Apalagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta bantuan netizen untuk mencari info harta tak wajar pejabat lalu diviralkan agar “pejabat tidak bertindak macam-macam”. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Februari lalu.
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Heru Nugroho mengatakan apa yang dilakukan para netizen dengan memburu para pejabat pemerintah yang pamer harta merupakan “cara perlawanan mereka yang kecewa”.
“Kementerian Keuangan kalau memburu pajak kan luar biasa itu, tapi ternyata yang memburu pajak melakukan hal seperti itu, penggelapan-penggelapan untuk memperkaya diri. Itu yang saya kira membuat masyarakat jengkel karena di dunia nyata mereka tidak bisa apa-apa karena politik dikuasai oleh sistem yang oligarki,” kata Heru kepada BBC News Indonesia.
Anggota Ombudsman RI Robert Endy Jaweng mengatakan untuk menjawab protes masyarakat atau netizen, kementerian/lembaga terkait perlu melakukan "reformasi sistem" di internal masing-masing.
"Karena kalau [diserahkan kepada] KPK kan tidak mungkin dia bisa mendeteksi berbagai potensi penyimpangan jabatan. Sesungguhnya lapisannya itu mulai dari internal," kata Robert kepada BBC News Indonesia.
Dia menekankan pentingnya mengerahkan inspektorat jenderal untuk mengatasi masalah-masalah yang dikeluhkan oleh netizen terhadap para pejabat yang pamer harta.
Sebagai pimpinan kementerian yang mendapatkan banyak sorotan publik dalam hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan akan terus merespons kritik dan masukan yang disampaikan oleh masyarakat dan memperbaiki layanan publik.
“Kami melakukan berbagai perbaikan layanan untuk konsultasi, pengaduan, dan juga memperbaiki front liner. Feedback yang kedua mengenai regulasi atau policy [kebijakan] kita dan yang ketiga adalah bagaimana kita juga memperbaiki saluran komunikasi internal dan juga pengaduan,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (27/03).
Masyarakat kini punya kontrol
Perburuan yang dilakukan netizen terhadap para pejabat dan keluarganya yang melakukan flexing disebut sosiolog Heru Nugroho sebagai fenomena kultur digital.
Dia mengatakan ada tiga persoalan utama yang menyebabkan netizen melakukan hal tersebut, yaitu ketimpangan sosial, korupsi yang cenderung ditutupi oleh sistem, dan masyarakat kontrol.
Menurut Heru, saat ini kesejahteraan masyarakat “tidak lebih baik” dibanding dulu. Ketika masyarakat yang “hidupnya semakin susah” melihat kekayaan pejabat negara yang notabene “duitnya dari negara” dari situlah muncul kekecewaan.
Selanjutnya, persoalan korupsi yang “selalu ditindak setelah ketahuan”, bukan sebelum kejadian, dan penindakannya pun “tidak tegas”.
Terakhir, soal masyarakat kontrol. Heru menjelaskan saat ini kontrol bukan lagi ada pada “pusat kekuasaan”, melainkan sudah menyebar.
“Sekarang kontrol ada di masyarakat karena masyarakat memegang gadget [gawai], punya platform, kapan pun bisa membuat data. Data itu disetor oleh pengguna media sosial… Siapa yang bisa memanfaatkan data itu, mereka bisa mengontrol,” kata Heru menjelaskan.
Ketika masyarakat merasa tidak terpuaskan oleh pemerintah di dunia nyata, lanjut Heru, mereka menggunakan media sosial untuk mengontrol pemerintah.
Namun, menurut sosiolog itu, pembongkaran data yang dilakukan ketika netizen melakukan perburuan terhadap para pejabat dan keluarganya yang melakukan pamer harta berpotensi “tidak sah” karena ada perlidungan data pribadi.
“Tapi kalau enggak dibegitukan, pemerintah tidak akan bertindak. Setelah diributkan di dunia media sosial baru bertindak… Ini pisau bermata dua,” ujar Heru.
Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah?
Ketika netizen mulai memburu para pejabat dan keluarganya yang flexing di media sosial, sejumlah kementerian/lembaga dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melarang para pegawainya pamer harta di media sosial.
Beberapa kementerian/lembaga itu antara lain Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN), dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dari BUMN ada PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Beberapa pejabat terkait pun sempat diperiksa dan beberapa dinonaktifkan. Namun, cara itu tidak menghentikan aksi netizen melakukan perburuannya.
Anggota Ombudsman RI Robert Endy Jaweng mengatakan perubahan tidak akan terjadi dengan cara seperti itu. Dia bahkan menyebut larangan pamer harta itu sebagai “gimik” yang sifatnya “artifisial”.
Selaku lembaga yang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman mengatakan perlu ada “penguatan kewenangan inspektorat” di setiap kementerian/lembaga karena inspektorat adalah pengawas yang bisa melakukan perbaikan secara internal.
“[Selama ini inspektorat] tidak bekerja secara maksimal. Unit kerja yang paling lemah di setiap instansi, yang paling lemah di setiap kementerian, itu inspektorat. Lemah otoritas, lemah kapasitas, lemah anggaran,” kata Robert kepada BBC News Indonesia.
Adapun pimpinan setiap kementerian/lembaga juga harus “menghargai kerja inspektorat” karena menurut Robert masih banyak “pimpinan yang masih menjadikan inspektorat sebagai bumper” untuk “menyembunyikan masalah”.
“Bohong kalau kemudian dikatakan bahwa tidak semua bisa dideteksi. Kita kan tahu juga dalam waktu hitungan bulan, kita mengerti siapa sih yang punya usaha, siapa yang punya warisan, siapa yang tidak punya dua-duanya dan tiba tiba kekayaannya melonjak. Sekarang masalahnya ada enggak sistem yang mengatur itu?” ujar Robert yang mengatakan sistem itu penting.
Kemenkeu kerahkan inspektorat
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan beberapa cara yang dilakukan pihaknya untuk menghadapi krisis yang tengah terjadi.
Selain merespons masukan dan kritik dari netizen serta memperbaiki sarana pengaduan, Sri Mulyani mengatakan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Irjen Kemenkeu) akan melakukan verifikasi dan klarifikasi pengaduan yang masuk, seperti masalah Laporan Harta Kekayaan (LHK).
“Inspektorat Jenderal akan melakukan berbagai pengecekkan, pengujian, baik melalui informasi yang berasal dari transaksi mencurigakan PPATK, dari pengaduan masyarakat, jejak dari media sosial, dan dari sisi berbagai track record pelanggaran integritas,” kata Sri Mulyani.
Dia melanjutkan, Irjen Kemenkeu juga melakukan verifikasi terhadap kenaikan yang tidak wajar dari kekayaan, sumber perolehan, kepemilikan uang tunai dengan nilai signifikan, update harta kekayaan yang dilaporkan, dan mewajibkan penyampaian laporan kekayaan melalui aplikasi internal mereka.
Langkah-langkah yang dilakukan Irjen Kemenkeu itulah yang akhirnya mengeluarkan 69 nama pegawai Kemenkeu yang berisiko tinggi karena diduga memiliki harta kekayaan tidak wajar, yang beberapa waktu lalu disampaikan ke publik.
“Sampai tanggal 17 Maret yang lalu kami sudah memanggil 47 pegawai yang kita identifikasi, 42 hadir fisik, 5 sakit, dan rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin sudah kita lakukan. Ini termasuk kepada saudara RAT dan kepada dua [pegawai] Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang viral,” ujar Sri Mulyani.
Selain Kemenkeu, ada dua kementerian lain yang pejabatnya juga diburu oleh netizen, yaitu Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Perhubungan.
Pejabat Kementerian Sekretariat Negara Esha Rahmanshah Abrar dan Pejabat Pembuat Kebijakan Direktorat Jenderal Hubungan Laut Kementerian Perhubungan Muhammad Rizky Alamsyah “dinonaktifkan sementara” setelah netizen mengungkap istri-istri mereka pamer harta di media sosial.
Sementara itu, Sekda Riau SF Hariyanto masih menyanggah kabar-kabar yang beredar di media sosial tentang istri dan anaknya yang mempertontonkan gaya hidup mewah.