Konten Media Partner

Organisasi Bantuan Asing Hentikan Layanan Usai Taliban Larang Perempuan Bekerja

26 Desember 2022 13:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Organisasi non-pemerintah mengatakan larangan dari Taliban ini akan berdampak pada pekerjaan menyelamatkan nyawa di Afghanistan.
zoom-in-whitePerbesar
Organisasi non-pemerintah mengatakan larangan dari Taliban ini akan berdampak pada pekerjaan menyelamatkan nyawa di Afghanistan.
Lima organisasi non-pemerintah ternama ditangguhkan beroperasi di Afghanistan setelah perempuan dilarang bekerja untuk mereka oleh Taliban.
LSM Care International, Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), dan Save the Children mengatakan mereka tidak bisa melanjutkan pekerjaan mereka "tanpa staf perempuan kami".
Adapun Komite Penyelamat Internasional (IRC) juga menyudahi pelayanan mereka, sedangkan Islamic Relief berkata harus menghentikan sebagian besar aktivitasnya.
Seperti diketahui, setelah Afghanistan kembali dikuasai Taliban, hak-hak perempuan terus-menerus ditekan.
Aturan terbaru mengenai LSM terbit hanya beberapa hari setelah Taliban melarang perempuan masuk universitas.
Juru bicara Kementerian Ekonomi Taliban, Abdel Rahman Habib, menuding perempuan yang bekerja untuk lembaga bantuan asing melanggar aturan berpakaian dengan tidak mengenakan jilbab.
Taliban kemudian mengancam untuk membatalkan izin organisasi non-pemerintah manapun yang tidak mematuhi aturan tersebut.
Sejumlah organisasi bantuan telah bersuara menuntut agar perempuan dibolehkan untuk terus bekerja dengan mereka.
Pimpinan LSM Care Internasional, Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), dan Save the Children mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa organisasi "tidak akan bisa menjangkau jutaan warga Afghanistan yang membutuhkan sejak Agustus 2021" jika bukan karena staf perempuan mereka.
"Sementara menunggu kejelasan mengenai pengumuman ini, kami menangguhkan program-program kami. Kami juga meminta warga, baik laki-laki maupun perempuan, secara setara dapat terlibat dalam terus memberi bantuan di Afghanistan," demikian pernyataan bersama tersebut.
Secara terpisah, Komite Penyelamat Internasional (IRC) -- yang mempekerjakan 3.000 perempuan di seluruh Afghanistan -- berkata kemampuan lembaga ini menyalurkan pelayanan bergantung pada "staf perempuan di semua tingkat organisasi kami" dan jika perempuan tidak bisa dipekerjakan, mereka tidak bisa memberikan bantuan "kepada yang membutuhkan".
Hari Rabu (21/12/2022) aparat keamanan Taliban menghalangi ratusan mahasiswi masuk ke lingkungan kampus, sehari setelah kelompok yang berkuasa di Afghanistan itu melarang perempuan belajar di universitas.
Islamic Relief juga menuturkan pihaknya telah mengambil "keputusan sulit untuk menghentikan sementara kegiatan non-penyelamatan nyawa di Afghanistan" termasuk proyek yang mendukung keluarga miskin untuk mencari nafkah, serta pendidikan dan beberapa program perawatan kesehatan.
Namun demikian, pekerjaan terkait dengan perawatan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa, akan terus dilanjutkan.
"Islamic Relief menyerukan kepada otoritas Afghanistan untuk segera mencabut larangan perempuan bekerja di LSM," kata organisasi ini.
"Larangan tersebut akan berdampak parah bagi situasi kemanusiaan dari jutaan perempuan, pria, dan anak-anak yang rentan di seluruh negeri. Kami kecewa bahwa keputusan ini muncul hanya beberapa hari setelah meningkatnya pembatasan akses anak perempuan Afghanistan ke pendidikan."
Koordinator Kemanusiaan PBB, Ramiz Alakbarov, mengatakan PBB berupaya mencabut larangan itu dan bahwa keputusan Taliban tersebut merupakan "garis merah untuk seluruh organisasi kemanusiaan".
Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat menghentikan pengiriman bantuan kemanusiaan di Afghanistan jika otoritas Taliban tidak mencabut kebijakan mereka yang melarang perempuan bekerja untuk LSM, ucap pejabat PBB kepada BBC.
Tapi Ramiz Alakbarov mengatakan pihaknya masih belum jelas soal larangan yang dimaksud Taliban. 
Dia berkata, Menteri Kesehatan Taliban menyatakan kepada PBB bahwa badan tersebut harus melanjutkan program yang berhubungan dengan kesehatan. Sementara perempuan bisa "melapor untuk bekerja dan melaksanakan layanan mereka".
Kementerian lain Taliban juga telah menghubungi PBB secara langsung untuk mengatakan pekerjaan di bidang manajemen bencana dan kedaruratan harus dilanjutkan, sambung Ramiz Alakbarov.
Seorang mahasiswa di Universitas Kabul berkata kepada BBC dia telah menangis sejak mendengar berita itu.
Jan Egeland dari Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) menyebutkan hampir 500 dari 1.400 pekerja di organisasinya adalah perempuan, dan staf perempuan bekerja "sesuai dengan nilai-nilai setempat, aturan berpakaian, dan pemisahan ruang kerja".
Dia juga berharap keputusan Taliban itu bisa "dibatalkan dalam beberapa hari ke depan" sembari memperingatkan bahwa jutaan orang akan menderita jika pekerjaan LSM dihalangi.
Sejumlah organisasi non-pemerintah ini juga menyampaikan keprihatinan mereka soal dampak dari larangan terhadap pekerjaan "di tengah krisis ekonomi yang sangat besar".
Pekerja LSM perempuan Afghanistan yang merupakan pencari nafkah utama di rumah mereka sebelumnya mengatakan kepada BBC soal ketakutan dan ketidakberdayaan mereka usai larangan itu terbit.
Seseorang bertanya: "Jika saya tidak bisa bekerja, siapa yang akan menghidupi keluarga saya?"
Pencari nafkah lain menyebutkan berita itu "mengejutkan" dan berkeras bahwa dia telah mematuhi aturan berpakaian yang ditetapkan oleh Taliban.
Larangan tersebut juga memicu kecaman internasional, dengan peringatan dari Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bahwa hal itu akan "mengganggu bantuan dan menyelamatkan nyawa jutaan orang".
Sejak merebut kembali kendali Afghanistan tahun lalu, Taliban terus menerus membatasi hak perempuan -  meskipun menjanjikan kalau aturannya bakal lebih lunak daripada rezim sebelumnya di tahun 1990-an.
Selain melarang pekerja LSM perempuan dan mahasiswi ke universitas, sekolah menengah untuk anak perempuan telah ditutup di sebagian besar provinsi.
Perempuan juga dilarang memasuki taman dan pusat kebugaran, dan sejumlah tempat umum lainnya.