Konten Media Partner

Pekerja Seks di Belgia Dapat Uang Pensiun, Asuransi Kesehatan, dan Cuti Melahirkan

1 Desember 2024 10:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Pekerja Seks di Belgia Dapat Uang Pensiun, Asuransi Kesehatan, dan Cuti Melahirkan

Potret Mel yang sedang menatap kamera dengan ekspresi serius. Ia memiliki rambut panjang, pirang, bergelombang, dan mengenakan gaun merah berkerah V dengan warna merah mengkilap. Ia berdiri di depan cermin, dengan rantai tergantung dari langit-langit dan lampu neon juga terlihat dalam bidikan.
zoom-in-whitePerbesar
Potret Mel yang sedang menatap kamera dengan ekspresi serius. Ia memiliki rambut panjang, pirang, bergelombang, dan mengenakan gaun merah berkerah V dengan warna merah mengkilap. Ia berdiri di depan cermin, dengan rantai tergantung dari langit-langit dan lampu neon juga terlihat dalam bidikan.
Peringatan: Artikel ini mengandung deskripsi bermuatan seksual.
“Saya harus bekerja meski sudah hamil sembilan bulan,” tutur Sophie, seorang pekerja seks di Belgia.
“Saya berhubungan badan dengan para tamu satu minggu sebelum melahirkan."
Sophie—bukan nama sebenarnya—adalah ibu dari lima orang anak. Kondisi ini, menurutnya, “sangat berat”.
Sophie menjalani operasi Caesar untuk melahirkan anaknya yang kelima. Dokter yang menanganinya meminta perempuan itu untuk beristirahat selama enam minggu.
Akan tetapi, bagi Sophie, itu bukanlah suatu pilihan. Dia pun langsung kembali bekerja.
“Saya tidak bisa berhenti karena butuh uang.”
Hidup Sophie akan menjadi lebih mudah saat itu jika saja dia punya hak cuti melahirkan.
Undang-undang teranyar di Belgia—yang pertama di dunia—akan memberikan hak cuti melahirkan kepada para pekerja seks. Selain itu, pekerja seks juga berhak memperoleh kontrak kerja resmi, asuransi kesehatan, pensiun, dan cuti sakit.
Artinya, pekerja seks akan mendapatkan hak setara dengan profesi lainnya.
“Ini adalah kesempatan bagi kami untuk diperlakukan sama dengan orang lain,” ujar Sophie.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Data International Union of Sex Workers (Serikat Pekerja Seks Internasional) menunjukkan ada sekitar 52 juta pekerja seks di seluruh dunia.
Pada 2022, profesi ini tidak lagi digolongkan melanggar hukum di Belgia. Pekerja seks juga legal di banyak negara lainnya seperti Turki dan Peru.
Namun, Belgia menjadi negara pertama di dunia yang memberikan pekerja seks hak-hak pekerja dan kontrak kerja resmi.
“Ini adalah langkah yang radikal sekaligus terbaik di dunia dalam pengamatan kami sejauh ini,” kata Erin Kilbride, peneliti Human Rights Watch.
“Semua negara diharapkan bergerak ke arah yang sama.”
Protes mendukung undang-undang ketenagakerjaan untuk pekerja seks menyusul pandemi Covid-19.
Mereka yang mengkritik profesi ini mengeklaim para pekerja seks rentan menjadi korban perdagangan manusia, eksploitasi, dan penyiksaan. Bagi para pengkritik, Undang-Undang Belgia itu tidak akan mencegah mudarat profesi tersebut.
“Ini malah berbahaya karena menormalkan pekerjaan yang pada dasarnya identik dengan kekerasan,” papar Julia Crumière, relawan Isala—sebuah LSM yang membantu pekerja-pekerja seks di jalanan Belgia.
Bagi banyak pekerja seks, prostitusi adalah sumber mata pencaharian sehingga undang-undang yang melindungi mereka menjadi sebuah urgensi.
Mel, misalnya, menjadi trauma karena dia terpaksa melakukan oral seks kepada tamunya tanpa kondom. Padahal, saat itu, rumah bordil tempat Mel bekerja tengah dihantui penyakit menular seksual.
Di sisi lain, Mel merasa tidak ada pilihan lain.

Baca juga:

“Pilihannya antara menyebarkan penyakit atau tidak menghasilkan uang.”
Mel mulai menjalani profesi ini sejak umurnya 23 tahun. Saat itu, dia membutuhkan uang dan dengan cepat penghasilannya melampaui prediksi. Awalnya, Mel mengira inilah pekerjaan yang akan membuatnya cepat kaya.
Akan tetapi, pengalamannya dengan penyakit menular seksual membuat Mel tersadarkan akan risiko pekerjaan ini.
Berkat undang-undang ini, Mel dapat menolak tamu atau melakukan apa pun yang membuatnya tidak nyaman. Dengan kata lain, Mel dapat mengatakan tidak apabila kondisinya terancam.
“Saya bisa berkata ke nyonya [muncikari] saya: “Anda melanggar aturan. Saya tidak seharusnya diperlakukan seperti ini.’ Hukum akan melindungi saya.”
Victoria menganggap pekerjaan seks sebagai layanan sosial.
Keputusan Belgia tadi merupakan hasil dari unjuk rasa selama berbulan-bulan pada 2022. Protes itu dipicu minimnya dukungan negara saat ada pandemi Covid-19.
Salah satu pengusungnya adalah Victoria, presiden Serikat Pekerja Seks Belgia (UTSOPI) yang sebelumnya menjalani profesi itu selama 12 tahun.
Bagi Victoria, ini adalah sebuah perjuangan pribadi. Dia memandang prostitusi sebagai layanan sosial dan seks hanyalah 10% dari apa yang dia lakukan.
“Ini adalah tentang memberikan perhatian, mendengarkan cerita mereka, makan bersama, berdansa waltz,” paparnya.
“Pada intinya, kita menemani mereka yang kesepian.”
Sebelum 2022—tahun ketika profesi pekerja seks dilegalkan—Victoria menghadapi tantangan-tantangan yang signifikan.
Kondisi pekerjaannya tidaklah aman karena dia tidak dapat memilih tamunya dan agennya meraup sebagian besar keuntungan.

Baca juga:

Satu ketika, Victoria menjadi korban pemerkosaan seorang pelanggan yang terobsesi kepadanya. Ketika dia mengadu ke kantor polisi, seorang polwan malah bersikap kasar—tangisnya pun pecah.
“Dia bilang tidak mungkin seorang pekerja seks itu diperkosa. Seolah-olah ini adalah kesalahan saya karena melakoni profesi ini,” kenang Victoria.
Setiap pekerja seks yang diwawancarai mengaku pernah dipaksa melakukan sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Sebab itu, Victoria begitu yakin regulasi baru ini dapat memperbaiki kehidupan mereka.
“Kalau tidak ada undang-undang dan pekerjaan Anda ilegal, maka tidak ada protokol-protokol perlindungan bagi Anda. Undang-undang ini menyediakan alat-alat hukum untuk membuat kami lebih aman.”
Alexandra dan Kris mengatakan bahwa mereka memperlakukan karyawan mereka dengan baik.
Para muncikari akan diperbolehkan beroperasi secara legal selama mereka mematuhi aturan-aturan ketat di bawah undang-undang yang baru.
Siapa pun yang melanggar akan mendapat hukuman berat dan tidak boleh lagi mempekerjakan pekerja seks.
“Saya rasa banyak bisnis yang terpaksa tutup karena banyak pemiliknya punya catatan kriminal,” ucap Kris Reekmans.
Kris dan istrinya, Alexandra, menjalankan usaha pijat erotis di Love Street, yang terletak di kota kecil Bekkevoort.
Tempat itu dipenuhi pelanggan saat BBC mengunjunginya pada suatu Senin pagi.
Di situ, terdapat kamar-kamar yang diatur secara apik dan dilengkapi tempat tidur pijat, handuk dan jubah mandi baru, bak mandi air panas, dan kolam renang.

Baca juga:

Suami istri itu mempekerjakan 15 pekerja seks dan, menurut Kris, semuanya diperlakukan dengan hormat, terlindungi, dan diberi gaji yang tinggi. Semua ini membuat Kris dan Alexandra bangga akan praktik bisnis mereka.
“Saya harap semua bisnis yang buruk akan ditutup dan orang-orang yang ingin menjalankan profesi ini secara jujur tetap bertahan. Semakin banyak, semakin baik,” kata dia.
Erin Kilbride dari Human Rights Watch berpandangan sama. Dia berpendapat regulasi yang baru ini akan secara signifikan “memangkas kekuasaan” para penyedia lapangan pekerjaan “terhadap para pekerja seks”.
Mel percaya bahwa membawa pekerjaan seks keluar dari bayangan dapat membantu perempuan.
Akan tetapi, Julia Crumière mengeklaim mayoritas perempuan yang dibantunya malah ingin meninggalkan profesi ini dan “bekerja normal” alih-alih mendambakan hak buruh.
“Mereka tidak mau bekerja di luar ruangan ketika cuaca dingin dan berhubungan seks dengan seseorang yang membayar demi akses ke tubuh mereka.”
Di bawah undang-undang Belgia, setiap ruangan tempat transaksi seksual berlangsung mesti dilengkapi alarm untuk melindungi pekerja seks.
Tetap saja Julia yakin tidak ada cara untuk membuat pekerjaan seks benar-benar aman.
“Pekerjaan macam apa yang membuat Anda membutuhkan tombol panik? Ini bukan profesi tertua di dunia, melainkan eksploitasi tertua di dunia.”
Perdebatan mengenai regulasi industri seks akan senantiasa membuat dunia terbelah.
Akan tetapi, bagi Mel, setidaknya ini membuat dirinya—dan banyak perempuan lainnya—tidak lagi hidup dalam bayang-bayang.
“Saya sangat bangga dengan Belgia karena begitu berpikiran maju,” ucapnya.
“Sekarang, saya punya masa depan.”
Beberapa nama dalam artikel ini sengaja diubah untuk melindungi keamanan narasumber.