Konten Media Partner

Pembunuhan Anak: Tangan Dipotong untuk Membuka Makam Kuno di Mesir

13 Juli 2024 11:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Pembunuhan Anak: Tangan Dipotong untuk Membuka Makam Kuno di Mesir

Khalayak Mesir terkejut dan murka setelah seorang anak berumur delapan tahun ditemukan meninggal dibunuh dan tangannya dipotong. Menurut jaksa, kejahatan ini terkait dengan penggalian barang antik ilegal.
Jenazah anak tersebut ditemukan oleh ayahnya, Issam Abu al-Wafa, di lahan pertanian di wilayah Kegubernuran Assiut, Mesir Hulu, setelah hilang dari rumah selama empat hari.
Polisi telah menangkap tiga kakak beradik sehubungan dengan pembunuhan tersebut.
Dua pria mengaku menjual tangan anak tersebut kepada seorang pencari barang antik guna dipakai menjangkau harta karun Mesir kuno yang terkubur dalam penggalian ilegal, kata jaksa penuntut umum dalam sebuah pernyataan.

‘Saya duduk sendiri dan menangis'

Abu al-Wafa, yang bekerja sebagai sopir, mengatakan kepada BBC Arab, "Saya masih mengingat semua kenangan saya bersama putra saya, Mohammed."
"Setiap kali saya duduk sendirian, saya menangis dan tidak tahan dengan situasi tersebut. Dia selalu menunggu saya setiap hari ketika saya pulang kerja."
Abu Al-Wafa mengatakan bahwa “dia tidak menyangka hal buruk akan terjadi pada Mohammed karena semua penduduk desa mengenalnya dengan baik.”
“Berita itu mengejutkan saya ketika penyelidikan polisi menyimpulkan bahwa yang membunuh anak saya adalah sepupu-sepupu saya yang biasa bermain dengannya dan bahkan ikut mencarinya bersama saya”, tambahnya.

Media sosial menyerukan hukuman dan perlindungan

Kejahatan tersebut memicu reaksi kemarahan warganet di media sosial.
Banyak yang menyerukan agar pelakunya dihukum berat agar bisa memberikan efek jera bagi orang lain.
Ada pula warganet yang meminta orang tua untuk lebih melindungi anak-anak mereka dengan memantau dengan siapa mereka bergaul.

Insiden-insiden sebelumnya

Sejumlah kejahatan serupa terjadi dalam beberapa tahun terakhir di Mesir.
Pada September 2021, diberitakan secara luas bahwa seorang pemuda dibunuh dan dimutilasi di sebuah desa di Mesir Hulu.
Menurut laporan setempat, paman, bibi, dan sepupunya mengakui melakukan pembunuhan tersebut. Mereka mengatakan telah mempersembahkan tubuh pemuda itu kepada roh untuk membuka makam kuno.
Orang-orang Mesir kuno sengaja menyembunyikan makam yang berisi harta karun untuk melindunginya dari aksi pencurian.
Pada 2023, seorang gadis diperkosa oleh seorang pria di depan ayahnya di rumah mereka di Kegubernuran Giza. Pria tersebut kemudian diadili di Pengadilan Kriminal Giza.
Pria tersebut mengeklaim mengikuti perintah jin untuk membuka makam kuno di bawah rumah.
Ayah gadis tersebut ditahan dan meninggal di penjara. Pria itu juga meninggal beberapa bulan kemudian, hanya hitungan hari sebelum vonis hukuman dijatuhkan.

Syekh palsu dan keserakahan

Mengorbankan nyawa manusia dalam pencarian harta karun kuno adalah kejahatan yang sudah tidak asing lagi di Mesir.
Hal ini berasal dari keyakinan bahwa makam kuno harus dibuka di hadapan seorang “syekh” untuk membaca rapalan yang diklaim sebagai mantra firaun.
Orang-orang yang disebut sebagai syekh ini adalah para pria yang mengeklaim memanggil roh penjaga makam. Untuk melakukan hal itu, mereka meminta sejumlah besar uang dan korban darah.
Meskipun darah ini sering kali merupakan darah hewan, terkadang darah manusia diklaim dibutuhkan, terutama darah anak-anak.

‘Tidak ada dasar dalam peradaban Mesir kuno’

Ahmed Badran, profesor arkeologi dan peradaban Mesir kuno di Universitas Kairo, meyakini kejahatan tersebut terjadi, terutama di Mesir Hulu, karena ada impian menjadi kaya dengan cepat dengan menemukan artefak kuno.
Dia mengatakan bahwa orang-orang yang disebut "syekh penipu" meyakinkan masyarakat bahwa ada harta karun atau kuburan di bawah rumah mereka.
Harta karun itu diklaim dijaga "jin" atau roh yang akan membuka pintu kuburan dengan imbalan darah manusia.
“Orang Mesir kuno menyembunyikan kuburan berisi harta karun untuk melindungi mereka dari pencurian, namun mereka tidak memanfaatkan jin atau roh untuk menjaganya”, kata Dr Badran.
Dia menambahkan bahwa semua penggalian ilmiah dan arkeologi terjadi “tanpa pengorbanan atau pertumpahan darah.”
Dia menyerukan “peningkatan kesadaran masyarakat, hukuman yang lebih ketat, dan mengonfrontasi syekh palsu. Media harus menyoroti hal ini.”

Ancaman hukuman

Artefak-artefak kuno dilindungi oleh hukum di Mesir.
Pasal 49 Konstitusi Mesir menyatakan bahwa “negara berkomitmen melindungi dan melestarikan benda-benda purbakala, merawat kawasannya, memelihara dan memulihkannya, mendapatkan barang-barang yang disita, mengatur dan mengawasi penggaliannya, dan melarang pemberian atau pertukaran benda-benda purbakala. Menyerang serta memperdagangkannya adalah kejahatan yang tidak termasuk dalam batasan waktu.”
Pasal 42 KUHP Mesir juga mengatur, “Hukuman penjara untuk jangka waktu tidak kurang dari lima tahun dan tidak lebih dari tujuh tahun serta denda tidak kurang dari tiga ribu pound dan tidak lebih dari lima puluh ribu pound akan dikenakan pada siapa pun yang: mencuri, menyembunyikan, atau berpartisipasi dalam memperdagangkan properti milik negara."
Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa hukuman tersebut tidak lagi cukup untuk kejahatan yang terkait dengan penggalian arkeologi ilegal terutama dalam kasus pembunuhan.
Namun, pengadilan Mesir telah memberlakukan hukuman yang lebih berat dengan menerapkan pasal-pasal lain pada KUHP dalam beberapa kasus.