Konten Media Partner

Pemerintahan Prabowo Siapkan Sistem Baru PPDB – Mengapa Sistem Zonasi Dianggap Bermasalah?

24 Januari 2025 13:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Pemerintahan Prabowo Siapkan Sistem Baru PPDB – Mengapa Sistem Zonasi Dianggap Bermasalah?

Ilustrasi: Sejumlah murid sekolah menengah pertama.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Sejumlah murid sekolah menengah pertama.
Pemerintah akan mengubah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dalam waktu dekat. Mengapa sistem zonasi dianggap bermasalah?
Mulai dikenalkan 2017 silam, salah satu metode PPDB adalah sistem zonasi yang bertujuan mempercepat pemerataan pendidikan dengan memastikan siswa memperoleh layanan pendidikan terdekat dari rumahnya.
Namun, dalam penerapannya menimbulkan pelbagai persoalan.
Ombudsman menemukan persoalan dari berbagai daerah mulai penambahan rombongan belajar, pengawasan internal kurang maksimal, permintaan siswa titipan, hingga tidak ada penanganan siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri.
Selain itu, lembaga ini juga menemukan adanya penerimaan siswa di luar jalur resmi, sampai tidak ada tindak lanjut dari pemerintah daerah atas temuan Ombudsman.
Dalam surveinya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan sebanyak 21,31% sekolah melakukan pungutan liar, dan 38,77% menerima titipan anak pejabat.
Bagaimana evaluasi sistem PPDB terdahulu, dan seperti apa sistem baru yang ditawarkan pemerintah?
Berikut hal-hal yang sejauh ini diketahui tentang rencana sistem PPDB terbaru

Apa yang sejauh ini diketahui?

Pemerintah akan mengganti nama PPDB menjadi Sistem Penerimaan Siswa Baru (SPMB) pada tahun ajaran 2025/2026. Pergantian nama ini menandakan upaya perbaikan atas cara penerimaan peserta didik terdahulu.
Staf Ahli Bidang Regulasi dan Hubungan Antar Lembaga Kemendikdasmen, Biyanto mengatakan pemerintah bukan asal ganti nama, tapi ada kebijakan yang disiapkan agar persoalan PPDB tidak berulang.
"Maka kami akan segera selesaikan beberapa regulasi yang ada," kata Biyanto seperti dilansir Detik.
Biyanto mengatakan perubahan ini berdasarkan masukan dari dinas pendidikan, ormas keagamaan, dan masyarakat.
Penamaan zonasi juga akan diubah menjadi domisili. Perubahan nama ini berdampak pada Kartu Keluarga (KK) yang tidak lagi menjadi syarat pendaftaran siswa. Yang akan berlaku adalah domisili siswa bersangkutan.
Ilustrasi: Anak-anak SD pulang sekolah.
"Selama ini temuannya kan manipulasi tempat tinggal ya, tiba-tiba ada masuk KK baru. Nah itu kita antisipasi juga," tambah Biyanto.
Selain tempat tinggal yang menentukan syarat penerimaan siswa, pemerintah juga akan menambah persentase jalur afirmasi, khususnya siswa kurang mampu dan disabilitas.
Lalu kapan SPMB 2025 mulai diberlakukan?
Biyanto bilang aturan SPMB mungkin bisa selesai akhir bulan ini, dan kemudian diberlakukan pada Februari 2025.
Dalam kesempatan lain, Mendikdasmen Abdul Mu'ti mengatakan belum ingin merinci SPMB ke publik karena khawatir menjadi "kontraproduktif".
Pengumumannya nanti setelah sidang kabinet bersama Presiden Prabowo Subianto.

Kecurangan apa saja yang terjadi pada PPDB 2024?

Kecurangan mencolok pada PPDB tahun ajaran 2024/2025 terjadi di Depok, Jawa Barat.
Sebanyak 51 calon peserta didik dianulir dalam PPDB karena dugaan katrol nilai rapor.
Temuan lain juga ditemukan seperti manipulasi kartu keluarga, hingga sertifikat kejuaraan palsu dalam jalur prestasi.
Di Jawa Tengah, sebanyak 69 calon peserta didik menggunakan piagam palsu agar bisa masuk sekolah yang mereka inginkan.
Dalam temuan sementara yang dirilis awal bulan Juli, Ombudsman RI melaporkan, penambahan rombongan belajar (rombel) dan penambahan jalur di luar prosedur masih mewarnai PPDB tahun 2024.
Ombudsman RI menerima sekitar 467 aduan masyarakat.
Laporan ini terkait dengan dugaan kecurangan masalah di hampir setiap jalur PPDB: prestasi, zonasi, dan afirmasi.
Dari aduan masyarakat yang diterima Ombudsman, dugaan maladministrasi didominasi penyimpangan prosedur (51%), tidak memberi layanan (13%), tidak kompeten (12%), diskriminasi (11%), penundaan berlarut (7%), permintaan imbalan uang, barang dan jasa (2%), tidak patut (2%) dan penyalahgunaan wewenang (2%).
Ilustrasi: Anak-anak sekolah dasar.
Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais mengatakan, pihaknya menemukan maladministrasi dalam pelaksanaan PPDB berupa penyimpangan prosedur, tidak kompeten dan tidak memberikan layanan.
Pada tahap Pra PPDB, Ombudsman RI menemukan tidak ditemukannya pemetaan pemerintah daerah terkait proyeksi daya tampung, pembagian zonasi dan pemetaan keluarga tidak mampu dan disabilitas.
Selanjutnya, tidak maksimalnya tahapan penyusunan aturan turunan PPDB pemerintah daerah.
Survei KPK 2023 menunjukkan, 43% guru di Indonesia mengetahui ada calon siswa yang tidak memenuhi syarat tetapi diterima sekolah.
Sebanyak 25% guru mengatakan calon siswa itu diterima karena sekolah memperoleh imbalan.
Dari survei yang sama disebutkan masih ada pemberian imbalan tertentu kepada pihak sekolah atau kampus dalam penerimaan siswa atau mahasiswa baru.
Praktik ini ditemukan sebanyak 21,31% di tingkat pendidikan dasar dan menengah, sedangkan di perguruan tinggi sebesar 44,44%.
Pemerintah juga merinci temuan kecurangan di lapangan sebagaimana disampaikan Sekretaris Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (Paud Dikdasmen), Praptono pada 2024 silam:
Manipulasi dokumen kartu keluarga dengan modus pemalsuan, pindah sementara, pindah ke lokasi fiktif, atau menitip KK orang lain.
Lokasi: Jawa Barat, Yogyakarta, Pati-Jawa Tengah, Jakarta
Peningkatan jumlah pendaftar jalur afirmasi dengan data siswa miskin yang tidak tepat sasaran, sehingga mengurangi jatah siswa miskin yang sebenarnya.
Lokasi: Jawa Tengah
Temuan diskriminasi "karena hanya mengkhususkan (anak-anak dari) ASN dan BUMN".
Lokasi: Riau
- Manipulasi dokumen, seperti sertifikat kejuaraan palsu (Jawa Tengah, Sumatra Selatan, Jawa Barat)
- Diskriminasi terhadap calon peserta didik dengan memasukkan nilai hafalan/tahfiz Al-Qur'an (Riau dan Nusa Tenggara Barat).
- Manipulasi nilai rapor (Depok, Jawa Barat)
Ilustrasi: Anak-anak di Papua sedang belajar.
- Kurangnya daya tampung sekolah (Banten)
- Praktik jual-beli kursi, penyuapan (Kota Palembang dan Kabupaten Lampung Utara)
- Aplikasi PPDB tidak bisa digunakan alias error (Jawa Barat dan Bali)
- Tidak transparan dalam pengumuman hasil PPDB (Aceh dan Riau)
- Menggunakan tes dalam PPDB (Yogyakarta)
- Ketidaksesuaian perda/juknis daerah dengan pedmoman PPDB (Aceh)
- Penambahan rombongan belajar (Maluku Utara)
- SDM posko pengaduan kurang kompeten (Banten)
Artikel ini akan terus diperbarui secara berkala.