Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten Media Partner
Pengusaha dan Politikus Indonesia Diduga Berada di Balik Bisnis Judi Online di Kamboja, Bisakah Polisi Menjerat Mereka?
9 April 2025 8:00 WIB
Pengusaha dan Politikus Indonesia Diduga Berada di Balik Bisnis Judi Online di Kamboja, Bisakah Polisi Menjerat Mereka?

Sejumlah pakar hukum menilai kepolisian Indonesia bisa memulai penyelidikan terhadap pengusaha maupun pejabat publik yang diduga terlibat bisnis judi online di Kamboja tanpa harus menunggu laporan dari pihak lain—apalagi jika hal itu merugikan masyarakat luas.
Sebelumnya laporan Majalah TEMPO menyebutkan beberapa nama pengusaha dan politikus Indonesia yang diduga terkoneksi dengan perusahaan pengelola kasino dan judi online di Kamboja.
Para ahli hukum berkata menyeret "pelaku kelas kakap" judi online memang tidak mudah, tapi bukan berarti mustahil. Apalagi jika ada alat bukti kuat bahwa mereka turut serta menyediakan sarana-prasarana untuk melakukan perbuatan kriminal tersebut.
"Masalahnya sekarang kemauan Polri ada atau tidak? Tinggal dicari saksi yang bisa membuktikan kalau dia adalah pemilik situs judi online itu atau tinggal telusuri saja aliran dananya kemana," ujar Jamin Ginting, Guru Besar Hukum Universitas Pelita Harapan.
BBC News Indonesia telah menghubungi Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo, tapi tak ada tanggapan.
Bisakah polisi menjerat mereka?
Pakar hukum dan tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih, mengatakan kepolisian sebetulnya bisa mulai melakukan penyelidikan berdasarkan laporan Majalah TEMPO.
Sebab laporan investigasi media, ungkapnya, pasti ditunjang oleh bukti-bukti kuat sehingga tidak akan asal menyebutkan nama seseorang.
Dalam beberapa kasus pun, penyelidikan kasus secara mandiri sudah lazim terjadi dan bahkan dimungkinkan tanpa harus menunggu aduan dari masyarakat.
"Jadi polisi itu bisa menyelidiki sendiri dari berita-berita yang viral misalnya, itu kan polisi sering melakukan," ujar Yenti Garnasih kepada BBC News Indonesia.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
"Tanpa ada laporan pun, kalau polisinya profesional dan menemukan ada sesuatu yang patut diselidiki, maka dia akan menyelidiki sendiri. Mencari bukti-bukti penunjang atau bekerja sama dengan polisi dari negara lain jika diperlukan."
Ahli hukum pidana Jamin Ginting sependapat.
Tapi katanya, untuk bisa menyeret nama-nama yang disebut dalam laporan investigasi Majalah TEMPO, polisi harus memiliki alat bukti dan keterangan saksi yang sangat kuat bahwa orang-orang itu memang terindikasi melakukan perbuatan atau menyediakan sarana serta prasarana perjudian.
Masalahnya, menurut Jamin Ginting, perkara seperti ini pasti melibatkan banyak kepentingan. Bahkan, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan ada keterlibatan oknum aparat mengingat uang yang berputar dari bisnis perjudian sangat besar.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang rutin memantau pergerakan transaksi keuangan dari bisnis judi di Indonesia menemukan sampai kuartal ketiga tahun 2024, perputaran uang dari judi online menembus Rp238 triliun.
Angka itu meningkat dibandingkan catatan transaksi judi online pada semester pertama tahun 2024 yang mencapai Rp174 triliun.
Laporan PPATK pada 2023 juga mencatat ada 166 juta jumlah transaksi deposit dana judi online oleh masyarakat. Lembaga ini juga menemukan pola baru yang dilakukan bandar untuk mengaburkan asal usul dana judi online.
Para bandar disebut memecah transaksi dengan nominal yang lebih kecil agar tak terlihat mencurigakan.
"Sekarang bagaimana cara membuktikannya? Harus ada saksi yang benar-benar bisa membuktikan kalau dia adalah pemilik tempat judi yang menyediakan sarana dan prasarana judi online," papar Jamin.
"Nah kalau ada, baru bisa. Sepanjang bisa dibuktikan kalau ada pengusaha atau orang tertentu yang menyelenggarakan itu, ya bisa. Tapi kalau enggak? Ya enggak bisa [dijerat]," imbuhnya.
Persoalan lain, menurut ahli hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, bisnis judi di Kamboja adalah legal secara hukum.
Perbedaan penerapan hukum ini diyakini Agustinus menjadi batu sandungan bagi kepolisian Indonesia untuk menjerat nama-nama yang disebut dalam laporan Majalah TEMPO.
Kepolisian baru bisa bertindak kalau kedua negara yakni Indonesia dan Kamboja sama-sama menyatakan bahwa kejahatan tersebut adalah double criminality principle.
Double criminality principle merupakan asas dalam hukum ekstradisi internasional yang menyatakan bahwa tindak pidana yang dituduhkan harus merupakan tindak pidana di kedua negara yang terlibat.
"Jadi selama kejahatannya terjadi di Indonesia, polisi bisa bertindak. Tapi kalau kejahatannya terjadi di Kamboja, mau orangnya di Indonesia juga polisi enggak bisa [menangkap]."
Untuk diketahui bisnis judi di Kamboja kian menggurita usai pemerintah setempat mengesahkan Undang-Undang Perjudian atau Commercial Gaming Management Law pada November 2020.
Pemerintah Kamboja lantas membentuk lembaga khusus Komisi Manajemen Judi Komersial Kamboja.
Komisi ini juga menangani perizinan judi online. Para pengusaha yang mencari duit dari judi online mesti mengantongi dua izin: satu izin untuk kasino dan satu lagi untuk judi online yang disebut "game of chance".
Meski melegalkan judi, Kamboja melarang warga negaranya bermain judi.
Sejauh mana proses hukum kasus judi online di Indonesia?
BBC News Indonesia telah menghubungi Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo, tapi tak ada tanggapan.
Namun di hadapan Komisi III DPR, Kapolri Listyo Sigit Prabowo menjabarkan apa-apa saja yang telah dilakukan polisi dalam kasus judi online di Indonesia.
Sigit bilang pemerintah telah membentuk Desk Penanganan Judi Online yang dipimpin oleh dirinya selaku kapolri pada November lalu.
Desk ini, ujarnya, memiliki masa kerja selama tiga bulan. Tapi bisa diperpanjang sesuai kebutuhan di lapangan.
Dalam pemaparannya, dia mengeklaim Polri telah melakukan berbagai macam upaya, mulai dari menangkap 9.096 tersangka kasus judi online sepanjang 2020-2024.
Polri juga menyita 5.991 rekening dan menutup 68.108 situs judi online.
Ia kemudian mengatakan bahwa alat pembayaran untuk bertransaksi judi online telah berpindah dari yang sebelumnya memakai rekening kini menggunakan pembayaran layanan digital seperti QRIS, e-wallet, dan kripto.
"Transaksi yang awalnya nominalnya menengah ke atas, saat ini mulai bergeser dari masyarakat kelas menengah ke bawah. Yang tadinya Rp100.000 sampai Rp1 juta, sekarang dengan angka transaksi Rp10.00 juga bisa ikut bermain judi online," ujar Kapolri Listyo Sigit.
"Sehingga ini menyebabkan masyarakat menjadi ketagihan terhadap judi online. Ini adalah tantangan pemberantasan [judi online] karena mereka juga memindahkan server-server yang tadinya ada di dalam negeri kemudian bergeser ke luar negeri."
Adapun soal lokasi server atau perangkat utama situs judi online, kata Kapolri, tersebar ke beberapa negara yang melegalkan perjudian. Seperti Taiwan, Thailand, Kamboja, Filipina, dan China.
Perbedaan regulasi ini, ungkapnya, menjadi masalah tersendiri saat melakukan pemberantasan judi online.
Polri juga menemukan bahwa para pelaku menggunakan banyak rekening untuk menampung uang hasil transaksi judi online. Rekening-rekening itu dibuat dengan "meminjam" Kartu Tanda Penduduk orang lain.
"Sistemnya rekening itu hanya satu hari atau dua hari lalu dicabut. Kemudian ada rekening baru lagi masuk. Ini pola-pola yang mereka lakukan."
"Terkait hal tersebut, beberapa waktu lalu kami juga menangkap oknum-oknum yang terlibat upaya menjaga situs judi online agar tidak diblokir. Oknum di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) saat ini masih terus kita kembangkan," jelasnya.
Untuk kasus di Komdigi, Polda Metro Jaya telah menetapkan 24 tersangka. Dari keseluruhan itu, sembilan di antaranya pegawai Komdigi dan satu staf ahli di kementerian tersebut, sementara sisanya adalah warga sipil.
KUHP baru bisa menjerat pelaku di luar Indonesia?
Ahli hukum pidana dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan mengatakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku 1 Januari 2026, ada pasal yang bisa membuka ruang gerak polisi lebih luas.
Yakni Pasal 4 yang berbunyi: Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi;
a. Tindak Pidana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Tindak Pidana di Kapal Indonesia atau di Pesawat Udara Indonesia; atau
c. Tindak Pidana di bidang teknologi informasi atau Tindak Pidana lainnya yang akibatnya dialami atau terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di Kapal Indonesia dan di Pesawat Udara Indonesia.
Jika berpegang pada poin terakhir, menurut Agustinus Pohan, maka Polri semestinya bisa menindak pelaku kriminal judi online yang berada di luar negeri maupun di dalam negeri.
Sebab aksi kejahatan siber berupa judi online itu berakibat hingga ke Indonesia.
"Karena ada kata-kata tindak pidana di bidang teknologi informasi dan tindak pidana lain yang akibatnya terjadi di Indonesia. Kan judi online [di Kamboja] akibatnya terjadi di sini."
"Maka dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana. Kalau tempat terjadinya tindak pidana di Indonesia, maka berlaku prinsip teritorial. Hukum Indonesia lah yang berlaku."
Selanjutnya, kata dia, tinggal bagaimana kepolisian Indonesia bisa meyakinkan otoritas Kamboja atau negara lain bahwa kejahatan siber tersebut dapat ditindak bersama-sama.
"Bisa [server-server] itu ditutup asal ada kerjasama dengan otoritas Kamboja sana."
Dijerat pasal TPPU?
Tapi lebih dari itu, pakar hukum dan tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih, juga mendesak kepolisian untuk melacak kemana aliran uang judi online itu bermuara.
Yenti berkata Indonesia yang telah menjalin kerja sama dengan Financial Action Task Force (FATF) sebetulnya bisa memfasilitasi dalam rangka mengungkap aliran dana judi online.
Termasuk perusahaan-perusahaan yang menikmati uang tersebut.
"Akan ketahuan yang terafiliasi dengan perusahaan [judi online] itu siapa, orang-orangnya berkaitan dengan pejabat mana atau pengusaha mana atau orang kuat mana?"
"Karena kemungkinan yang terlibat [bisnis judi online] punya kekuasaan dan jabatan."
Sehingga dalam praktiknya, menurut Yenti, para pelaku tidak cuma dikenakan pasal perjudian saja tapi juga tindak pidana pencucian uang.
"Jadi pasal TPPU bisa mengungkap kejahatan dari hulu ke hilir, ini paradigmanya."
"Maka setiap orang yang menerima, menikmati hasil kejahatan dalam hal ini judi online, meskipun dia tidak terlibat judi online namun turut menerima, maka dia kena tindak pidana pencucian uang pasif," jelas Yenti.