Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Pensiunan Guru TK di Jambi Diminta Mengembalikan Gaji dan Tunjangan Rp75 Juta – ‘Ini Hak Saya, masa Saya Harus Membayar?’
6 Juli 2024 8:15 WIB
Pensiunan Guru TK di Jambi Diminta Mengembalikan Gaji dan Tunjangan Rp75 Juta – ‘Ini Hak Saya, masa Saya Harus Membayar?’
Asniati belum bisa menikmati masa pensiunnya setelah mengabdi selama 31 tahun sebagai guru Taman Kanak-kanak (TK) di Muaro Jambi, Jambi. Dia justru diminta mengembalikan kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan selama dua tahun sebesar Rp75 juta kepada Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi.
Asniati, 60, diminta mengembalikan uang tersebut karena seharusnya pensiun pada usia 58 tahun, namun masih bekerja hingga usia 60 tahun dan mendapat gaji selama dua tahun. Ia mengaku kelimpungan ketika diminta mengembalikan uang puluhan juta tersebut.
“Bagaimana mungkin membayar uang tersebut? Sementara ibu kan kerja. Ibu diharuskan bayar pakai uang pribadi. Karena tidak bisa mengembalikan dan tidak sanggup, bagaimana?” tutur Asniati kepada wartawan di Jambi, M Sobar Alfahri, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
"Suami saya tidak kerja tetap. Uang pensiun sampai saat ini saya tidak terima," ujarnya kemudian.
Asniati baru mengetahui ternyata dirinya semestinya pensiun pada tahun 2022 silam. Menurut Asniati, terdapat perbedaan keterangan usia pensiun di Taspen, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Muaro Jambi mengakui adanya ketidaksesuaian data pribadi Asniati.
Sementara Kepada Dinas Pendidikan Muaro Jambi, Firdaus, mengatakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Palembang akan berkoordinasi dengan BKN pusat untuk menindaklanjuti ketidaksesuaian data Asniati.
'Kelalaian saya di mana?'
Asniati merintis karier menjadi guru TK sejak 1991 silam sebagai tenaga honorer. Dia pertama kali mengajar di TK Handayani I yang berlokasi di Mestong, Muaro Jambi.
Ketika mengajar, ia kadang membawa anaknya yang masih balita. Sementara suami Asniati bekerja sebagai tukang bangunan alias buruh harian lepas. Kini, mereka sudah mempunyai tiga anak kandung dan tiga cucu.
Pada 2007, ia pindah mengajar di TK Negeri 3 Sungai Bertam, yang berjarak sekitar 20 menit perjalanan sepeda motor dari rumahnya. Karena tidak berani berkendara sendirian ke sekolah tersebut, Asniati sering diantar anaknya, kadang ikut dengan temannya sesama guru, hingga menggunakan jasa ojek.
Setahun sesudahnya, pada 2008, dia diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Pada 2009 dia diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Setelah mengajar selama 31 tahun, Asniati ingin menikmati masa pensiun bersama anak dan cucunya, serta membuka warung dan berjualan di rumah.
Perempuan paruh baya itu kemudian mengurus berkas pensiunnya pada Juni 2023 silam, namun selama hampir setahun terakhir dokumen itu mengendap di BKD Muaro Jambi.
Baru pada April silam, BKD Muaro Jambi memanggil Asniati.
Alih-alih memberikan perkembangan soal berkas pensiunnya, instansi itu malah meminta Asniati mengembalikan gaji dan tunjangan selama dua tahun terakhir bila ingin mendapatkan Surat Keterangan Pemberhentian Pembayaran (SKPP) dan dana pensiun.
“Tahun 2022, tidak ada panggilan dan surat pemberitahuan. Kelalaian saya di mana? Mereka tidak mau disalahkan dan merasa benar,” ujar Asniati.
“Ibu berkata sejujurnya sesuai dengan apa yang ibu alami. Ibu masa disalahkan mengumpulkan bahan. Sedangkan mereka baru memberitahukan pada bulan April 2024,” tuturnya kemudian.
Ironisnya, ia malah disarankan meminjam uang di bank agar bisa mengembalikan puluhan juta tersebut.
“Ini adalah hak saya, masa saya harus membayar? Mereka masa bilang ‘mungkin ibu bisa pinjam dulu di bank’,” keluh Asniati.
Dimas Tri Oktavian, 28, mengaku sedih dengan persoalan yang mendera ibunya. Semestinya ibunya bisa menikmati usia pensiun dengan damai, tapi malah dipersulit.
"Makanya kurang merasa adil,” ujarnya.
“Kalau bisa tidak ada lagi yang dibebankan kepada ibu. Kami ingin ibu saya pensiun dengan tenang, tidak ada permasalahan seperti ini.”
Asniati mengatakan terdapat perbedaan keterangan usia pensiun di Taspen, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Menurut data Taspen dan BPKAD Muaro Jambi, Asniati terdata sebagai guru pemegang jabatan fungsional dan mulai pensiun kala berusia 60 tahun.
Namun, menurut BKD Muaro Jambi, Asniati harus pensiun di usia 58 tahun. Ini tertera dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Muaro tentang Pemberian Kenaikan Pangkat Pengabdian, Pemberhentian, dan Pemberian Pensiunan Pegawai Negeri Sipil yang Mencapai Batas Usia Pensiun. Surat itu ditandatangani pada 8 Mei 2024 oleh Pj Bupati Muaro Jambi, Bachyuni Deliansyah.
“Di SK ini tertulis dikeluarkan tahun 2024. Di sini, ditemukan pensiun ibu tertulis tahun 2022,” katanya.
Ketidaksesuaian data
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Muaro Jambi mengakui terjadi ketidaksesuaian data pribadi Asniati.
"Memang kerancuannya ada di profil beliau di awal," ujar Kabid Pengangkatan dan Data ASN BKD Muaro Jambi, Rini Herawati.
Rini menjelaskan Asniati mengusulkan pensiun pada 2023 silam. BKD kemudian melakukan verifikasi data untuk kemudian meneruskan usulan itu ke BKN Palembang.
"Pas profil yang awal kami buka, itu jabatan fungsional utama."
"Kalau sudah jabatan fungsional utama, beliau sudah S1 dan bukan di golongan 2A," jelas Rini.
BKN Palembang, kata Rini, kemudian meminta SK terakhir Asniati.
"Tapi ternyata yang bersangkutan tidak memiliki SK terakhir. SK terakhirnya cuma SK CPNS itu. Setelah kita cek kembali, ibu ini tidak pernah naik pangkat," terang Rini, seraya menambahkan bahwa pangkat terakhir Rini adalah golongan 2A.
BKN Palembang kemudian meminta Asniati melampirkan ijazah sarjana S1 atau SK pengangkatan jabatan sebagai guru. Tapi ternyata, kata Rini, Asniati "belum sarjana dan tidak punya SK pengangkatan pertama dalam jabatan guru".
Menurut Rini, Asniati tidak dapat menunjukkan ijazah S1 dan SK pengangkatan pertama dalam jabatan fungsional.
Adapun, berdasar salinan data yang ditunjukkan oleh Asniati, dia memegang jabatan fungsional tertentu, guru pratama dengan SK Jabatan tahun 2009.
“Sudah saya tunjukkan data ini. Tapi, mereka masih ngomong bahwa saya bukan guru fungsional," kata Asniati.
Asniati mengaku bahwa dia belum meraih gelar S1. Pendidikan terakhir yang dia tempuh adalah sekolah menengah atas (SMA). Namun, menurut Asniati, itu bukan berarti bisa membatalkan jabatan fungsional tertentu yang dipegangnya.
"Angkatan jaman SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) itu tamatan SMP saja ada yang diangkat (CPNS). Kita kan berdasarkan data jabatan fungsional ini. Enggak mungkin hanya karena belum S1, ini dihapuskan bahwa kita guru fungsional."
"Ini sudah dikeluarkan pemerintah. Kok bisa dia berani mengungkapkan: 'Ibu bukan guru fungsional'. Itu saja sudah salah."
Hingga saat ini, Asniati tak dapat mengurus pensiunnya karena Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP) tak bisa diproses di BKN.
Secercah harapan
Nestapa yang dialami Asniati dan kisahnya yang viral di dunia maya, membuat Komisi I DPRD Muaro Jambi, BKD Muaro Jambi, Dinas Pendidikan Muaro Jambi, BKN VII Palembang, dan instansi terkait lainnya, melakukan rapat mengatasi masalah yang dihadapi pensiunan guru tersebut pada Kamis (04/07).
Kepala Dinas Pendidikan Muaro Jambi, Firdaus, mengatakan setelah dilakukan pengecekan terkait surat pembagian tugas mengajar dan informasi dari rekan-rekannya dan kepala sekolah di TK, Asniati dipastikan aktif mengajar sebagai guru.
“Dengan dasar inilah BKN Palembang sedang berkoordinasi dengan BKN pusat, mudah-mudahan kalau dia ditetapkan pensiunnya umur 60 tahun, maka pengembalian [uang] sebagaimana dimaksud tidak terjadi lagi,” ujar Firdaus.
Merespons perkembangan terbaru tentang masalah yang dia hadapi, Asniati mengaku “lega”. Namun dia berharap kasus serupa jangan terulang lagi.
“Karena sebagai guru, ibu yang sudah mengabdi, merasa tidak dihargai sekali.”
“Saya harap kedinasan lebih berhati-hati dan disiplin lagi.”
Reportase oleh wartawan di Jambi, M Sobar Alfahri.