Konten Media Partner

Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh: Kisah 'Bocah Ajaib' Martunis Ronaldo Bertahan Hidup selama 21 Hari – 'Saya Dikelilingi Mayat dan Dikira Hantu'

23 Desember 2024 12:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh: Kisah 'Bocah Ajaib' Martunis Ronaldo Bertahan Hidup selama 21 Hari – 'Saya Dikelilingi Mayat dan Dikira Hantu'

Bocah Martunis menjadi simbol harapan saat Aceh hancur diterjang gempa dan tsunami 20 tahun silam. Dia bertahan hidup seorang diri selama tiga pekan setelah bencana itu meluluhlantakkan kotanya.
Sosoknya mengundang empati dunia dan membuat pesepakbola terkenal Cristiano Ronaldo terketuk hatinya.
BBC News Indonesia mengunjungi Aceh menjelang peringatan 20 tahun tsunami Aceh dan menemui Martunis yang kini berusia 27 tahun.
Kedekatan pria kelahiran 1997 ini dengan pesepakbola Cristiano Ronaldo terlihat di dinding rumah ayahnya di Desa Tibang, Banda Aceh.
Foto-foto Martunis bersama sang bintang, mulai saat usianya tujuh tahun hingga dia mulai memelihara kumis, dibingkai dan dipasang secara mencolok di sudut-sudut ruang tamu yang dicat hijau.
Beberapa album foto berisi interaksinya dengan sang idola juga ditunjukkan oleh ayahnya, Sarbini, kepada saya dan videografer Dwiki Marta.
Sarbini dan Martunis juga memperlihatkan pula beberapa lembar fotokopian kliping koran berbahasa Inggris dan Portugis.
Isinya menceritakan saat bocah Martunis ditemukan dalam kondisi menyedihkan di pinggir pantai.
Dia diselamatkan wartawan televisi asal Inggris sekitar tiga pekan setelah tsunami Aceh 2004.
Kisah ini kemudian diberitakan dan kemudian menggemparkan dunia.
Di layar kaca, bocah Martunis dengan tatapan kosong dan lemah terlihat digendong sang jurnalis.
Dia mengenakan kaos (jersey) timnas sepak bola Portugal dengan nomor punggung 10 milik Rui Costa.
"Kaos itu masih saya simpan," ujar Martunis kepada kami, Jumat, 8 November 2024 lalu.
Dia lalu memamerkan kaos merah yang warnanya mulai memudar itu.
Martunis kecil memang menggilai timnas Portugal. Enam bulan sebelum tsunami, tim jagoannya itu tampil mengesankan di Piala Eropa 2004.
Dan di perhelatan bergengsi itulah, Ronaldo—yang sudah memperkuat klub papan atas Liga Inggris, Manchester United—muncul sebagai bintang baru.
Sangat mungkin saat itu Ronaldo melihat tatapan mata Martunis lewat layar kaca.
Dan tentu saja sang bintang tahu betul bahwa bocah itu mengenakan kaos timnas negaranya.
Dan hatinya pun tersentuh. Dan dia bahkan terbang ke Aceh untuk menemui sang bocah…

'Saya tidak teringat lagi wajah ibu saya'

Di bagian dinding lain di ruang tamu dipasang pula foto dua anggota keluarganya.
Melalui foto-foto berwarna itulah, Martunis melampiaskan rasa rindunya kepada dua sosok di balik foto itu: Kakak dan adiknya—dua foto itu adalah satu-satunya yang tersisa.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Kakaknya, Nurul A'la, seharusnya kini berusia 32 tahun jika tsunami tak merenggut nyawanya.
Di sebelahnya ada pula foto sang adik, Anissa, yang berusia dua tahun saat bencana itu datang.
Jasad kakak dan adiknya tak pernah ditemukan.
Tapi di mana foto Salwa, ibu Martunis? Inilah yang membuat hatinya pilu. Foto-foto ibunya hanyut terbawa tsunami—juga jasadnya.
"Di usia saya 27 tahun, saya sudah tak teringat lagi wajah ibu saya."
"Saya sudah sangat berusaha dengan keras untuk mencari foto ibu saya, tapi saya tak pernah mendapatkannya."
Suara Martunis terdengar tanpa intonasi.
Walaupun sulit mengingat lagi raut muka ibunya, ingatannya sulit beranjak pada momen-momen saat dia terakhir kalinya memeluk ibunya.
Pada pagi hari, 26 Desember 2004, usai gempa, ketika gelombang air laut menerjang kampungnya, sang ibu berusaha menyelamatkan tiga anaknya—Nurul A'la, Martunis, dan si bungsu Annisa—dengan menumpang mobil dengan kap terbuka.
Dicengkeram rasa takut yang luar biasa, mereka saling berpelukan.
Adapun sang ayah lari sekuat tenaga menyelamatkan nenek Martunis.
Bersama warga lainnya yang panik, mereka berusaha menjauhi gelombang air laut setinggi pohon kelapa yang sudah menyerbu daratan.
"Tiba-tiba jalanan macet, akhirnya kami terjebak, dan tiba-tiba airnya mendekat."

'Ibu kemudian tenggelam, saya berusaha selamatkan, tapi...'

Martunis mencoba mengingat menit-menit sebelum mereka bertiga terpisah akibat hempasan ombak kehitaman.
"Air semakin tinggi dan saya sempat menyelamatkan adik, saya kasih ke ibu, 'mak ini adik'… Kemudian ibu saya tenggelam."
"Saya berusaha selamatkan ibu, tapi tidak bisa. Saya tahu badan ibu terlalu berat. Akhirnya saya menyerah…"
Saya menahan napas, tapi intonasi suara Martunis tetap terdengar datar. Dia lalu melanjutkan:
"Saya akhirnya terpisah dari mobil dan kemudian tenggelam. Dan ketika sadar saya sudah di atas kasur."
Situasi di depan masjid Baitturahman, Banda Aceh, dua hari setelah tsunami, 28 Desember 2004.
Dalam arus deras dan dipenuhi reruntuhan dan benda-benda, Martunis kecil berusaha bertahan hidup.
Dia sempat loncat dari kasur ke bangku sekolah, tapi benda itu tenggelam, lalu meloncat ke batang pohon yang tumbang.
"Saya peluk dia [batang pohon] seperti peluk bola. Kemudian saya tidak sadarkan diri."
Terombang-ambing dalam gelombang serta diselingi antara sadar dan terbangun, lalu terlelap lagi, sebelum akhirnya dia tergeletak di atas kasur yang mengambang.
Salah-satu sudut Kota Banda Aceh pada 26 Desember 2004 setelah gelombang air yang masuk ke daratan berangsur surut.
Setelah kembali tersadar, dia mengetahui terdampar di rawa-rawa mangrove di sekitar Pantai Syiah Kuala di Banda Aceh.
"Ketika saya sadar, saya langsung teringat kepada keluarga. Saya pikir cuma saya yang hidup di dunia ini," ungkapnya.
Untuk bertahan hidup bocah itu mengisi perutnya dengan mengonsumsi makanan atau minuman yang dia temukan di antara mayat-mayat di genangan air di sekelilingnya.
Kadang dia mengandalkan air hujan untuk minum.
Masjid Rahmatullah di Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, bertahan kokoh dari hantaman tsunami, 16 Januari 2005.

Ditolong dan diberi makan oleh wartawan Inggris

Dan dia merasa seorang diri. Pada momen-momen seperti itulah Martunis kecil seperti terjerat ketakutan yang amat sangat.
Pikirannya dipenuhi ilusi bahwa dunia sudah kiamat.
Lalu terlintas di benaknya untuk mengakhiri hidupnya. Namun pikiran seperti ini berangsur lenyap saat dia samar-samar melihat orang-orang di kejauhan.
"Mereka mengira saya hantu," katanya mengenang.
Orang-orang itu lalu menyelamatkan Martunis ke daratan. Di sanalah, dua orang wartawan televisi asal Inggris melintas di hadapannya.
"Mereka [wartawan] memberi makan saya dan merekam [dengan kamera] saya," kata Martunis.
Dua orang jurnalis itulah yang kemudian membawa bocah itu ke sekretariat organisasi Save the Children di Banda Aceh.
Mereka inilah yang menolongnya dan membawanya ke rumah sakit setempat.
Rekaman gambar dua jurnalis itulah yang kemudian menyebar ke seluruh dunia:
Ada bocah Aceh berusia tujuh tahun berkaos timnas Portugal lolos dari maut setelah berhasil bertahan hidup seorang diri selama 21 hari.
Sempat dirawat di rumah sakit selama dua hari, bocah Martunis bertemu kembali dengan ayah dan kakeknya.
Mereka tinggal sementara di rumah neneknya di salah-satu sudut kota Banda Aceh yang tak terkena tsunami.
Tak lama kemudian, Martunis mendapat kabar gembira dari Portugal.
"Saya sedang duduk bersama ayah, tiba-tiba saya mendapat panggilan untuk datang ke Portugal," ceritanya.

'Ronaldo cium pipi, saya seperti anaknya sendiri' – Bocah Martunis diundang ke Portugal

Pada 2005, sekian pekan setelah tsunami, Martunis—didampinig ayahnya dan penerjemah—untuk pertama kalinya naik pesawat terbang menuju Portugal.
Dia diundang secara khusus oleh Federasi Sepakbola Portugal.
Di negeri yang berjarak ribuan kilometer dari gampong-nya di Banda Aceh, Martunis bertemu sosok-sosok yang selama ini dilihatnya di layar kaca: Cristiano Ronaldo, Rui Costa, Luis Figo, dan para anggota timnas Portugal lainnya, hingga sang pelatih Luiz Filipe Scolari.
"Saat pertama kali ketemu Ronaldo di Portugal, dia mencium saya seperti anaknya sendiri," Martunis berkisah.
Kami lantas ditunjukkan lembaran-lembaran foto saat dia bercengkerama dengan Ronaldo, Ricardo (kiper timnas Portugal), Couto (bek tengah), Carvalho (bek tengah), serta Deco (gelandang serang).
Tentu saja ada beberapa foto dirinya berangkulan dengan sang idola, Ronaldo.
Juga ada foto-foto dia dan ayahnya mengunjungi sejumlah tempat wisata selama dua pekan di negara itu.
"Dulu saya tidak mengenal Ronaldo, tapi karena jiwa sosialnya dan terus memberi motivasi dan semangat untuk saya, saya sangat menyukainya," jelasnya.

Ronaldo terbang ke Aceh dan bertemu Martunis

Pada Juni 2005, enam bulan bulan setelah tsunami, Martunis kembali bertemu dengan Ronaldo.
Kali ini sang bintang datang ke Aceh. Dia mengunjungi sejumlah lokasi di Banda Aceh yang hancur akibat tsunami.
Dia juga memberikan bantuan bagi korban tsunami. Lalu bertemu sang bocah.
"Kami bertemu di dalam bus, dan bukan di lapangan sepak bola, karena penuh orang," cerita Martunis.
Semenjak saat itulah, hubungan Martunis dan Ronaldo semakin dekat.
Rumah orang tuanya yang hancur akibat tsunami dibangun kembali dengan biaya dari Ronaldo.
Biaya sekolahnya hingga SMA juga ditanggung oleh sang bintang.
Lebih dari itu, "Ronaldo pernah menawari saya untuk tinggal bersama dia di Manchester," akunya.
Tawaran tak berlanjut setelah sang ayah tidak mengizinkannya.
"Ayah tak mau kehilangan saya, karena cuma saya yang selamat [dari tsunami]."
Mereka bertemu kembali di Bali pada 2013.
Saat itu Ronaldo didaulat sebagai duta mangrove di Indonesia.
Martunis, yang usianya sudah menginjak 16 tahun, pun diundang datang ke Bali.

Menimba ilmu sepak bola ke klub Sporting Lisbon

Dua tahun kemudian, Martunis kembali menyita perhatian.
Dia diundang "menimba ilmu" sepak bola di akademi sepakbola milik klub Sporting Lisbon di Portugal.
Di sana dia bertemu kembali dengan Ronaldo. Namun lantaran alasan tertentu, dia kembali ke Aceh pada 2016.
Cedera pada lututnya saat berlaga di pertandingan amal pada 2016 di Jakarta membuyarkan impiannya untuk menjadi pesepakbola profesional.
Kejadian ini sempat membuatnya didera "sedikit trauma".
Dia lalu dilaporkan sempat mencoba mengikuti tes calon bintara polisi pada 2017, tetapi kandas di tengah jalan.
Lama tidak terdengar kabarnya, saat pandemi Covid-19, Martunis melelang jersey Real Madrid yang dulu diberi Ronaldo.
Di belakang kaos itu ada tanda tangan sang bintang.
Uang ratusan juta hasil lelang itu sebagian dia sumbangkan kepada sejumlah tetangga di desanya yang terdampak Covid.
Pada 2022, Martunis melelang kembali kaos Manchester United pemberian Ronaldo.
Dia meraup uang ratusan juta dari hasil lelang itu.
Sejumlah media melaporkan uang hasil lelang itu digunakannya untuk membangun sebuah pesantren.
Pada awal 2020, ketika usia 23 tahun, Martunis melalui Instagram pribadinya mengunggah foto-foto acara pernikahannya.
Istrinya bernama Sri Wahyuni, asal Kota Bireuen, Aceh.
Mereka kemudian dikaruniai anak bernama Silvia Ramadhani.
Pilihannya berumah tangga semakin menguatkan tekadnya untuk aktif secara total di media sosial.
Dia membuat, mengedit dan mengelola konten digital yang dia bagikan di dunia maya.
Segala sesuatu terkait hubungannya dengan Ronaldo menjadi salah-satu sajian utama di Youtube atau Instagramnya.
"Saya berusaha untuk bangkit dengan aktif sebagai content creator," kata lulusan sekolah menengah atas ini.
Pada pertengahan November 2024 lalu, kami mengajak Martunis ke lokasi pertama kali dia ditemukan tiga pekan setelah tsunami.
Dia masih ingat lokasinya yaitu di rawa-rawa hutan mangrove tak jauh dari pantai Syiah Kuala, Banda Aceh.
Setelahnya kami ajak dia ke sebuah lapangan sepak bola di sudut Kota Banda Aceh.
Di sanalah warga mengelu-elukan Ronaldo yang untuk pertama kalinya tidak di Aceh beberapa bulan setelah tsunami 2004.
Martunis tidak keberatan ajakan kami ke dua lokasi itu. Saya semula berpikir dia tidak berkenan dengan berbagai alasan, misalnya, trauma.
"Itu [trauma] itu memang ada. Ketika saya melihat air laut yang warnanya hijau atau biru, saya merasa takut," akunya.
Dia mencontohkan setiap naik kapal ke Pulau Sabang, pengalaman traumatik itu kadang-kadang muncul.
"Makanya, saya tidak berani melihat ke bawah [laut]," kata Martunis yang dikenal pendiam.
Bagaimana Anda menghadapi situasi seperti itu? Tanya saya.
"Saya selalu mencoba untuk berani lagi [naik kapal] supaya dapat menghilangkan trauma itu."

'Ronaldo sudah mengubah hidup saya'

Di ujung wawancara, Martunis menjawab pertanyaan saya tentang apa dampak positif kehadiran Cristiano Ronaldo dalam perjalanan hidupnya sejauh ini.
"Ronaldo adalah sosok luar biasa bagi saya," katanya, "karena dia sudah memberikan motivasi yang sangat banyak bagi saya."
Sebelum bertemu dirinya, Ronaldo sudah tahu bahwa Martunis kehilangan ibu, kakak dan adiknya akibat tsunami.
Sang bintang sepak bola itu lalu berusaha merasakan apa yang dialami bocah tujuh tahun itu.
"Ketika dia datang ke Aceh [pada 2005], atau ketika saya [dua kali] ke Portugal, dia selalu memberikan motivasi."
Martunis mengaku kehadiran Ronaldo seperti menggantikan sosok ibunya.
"Saya selalu memanggil ibu ketika bertemu Ronaldo di depan ayah saya," kata Martunis.
"Bagi saya, dia sudah mengubah dan sudah menyemangati hidup saya seperti sekarang."
Ini adalah seri pertama dari tiga seri liputan khusus peringatan 20 tahun gempa dan tsunami Aceh.
Seri kedua, tentang kisah para penyintas dan pentingnya mitigasi bencana, bisa Anda simak pada Selasa, 24 Desember di laman BBC News Indonesia.