Konten Media Partner

Persaingan Meraih Kekayaan Mineral Langka di Dalam Perut Greenland

28 Januari 2025 10:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Persaingan Meraih Kekayaan Mineral Langka di Dalam Perut Greenland

Bos perusahaan tambang Eldur Olafsson mengatakan bahwa Greenland dapat memasok mineral yang dibutuhkan Barat selama "beberapa dekade"
zoom-in-whitePerbesar
Bos perusahaan tambang Eldur Olafsson mengatakan bahwa Greenland dapat memasok mineral yang dibutuhkan Barat selama "beberapa dekade"
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berulang kali mengutarakan ambisinya untuk mengambil alih Greenland dengan menyebut "keamanan ekonomi" sebagai alasannya. Otorita wilayah otonomi Denmark ini mengatakan pulau mereka tidak dijual, tetapi itu tidak menghentikan sejumlah pihak dalam mengincar kekayaan sumber daya mineral yang sebagian besar belum terjamah.
Hamparan puncak-puncak gunung berwarna abu-abu menyeruak muncul ketika perahu motor yang kami tumpangi melintasi perairan pantai yang bergelombang dan fjord-fjord menakjubkan di ujung selatan Greenland.
"Pegunungan yang tinggi menjulang dan runcing itu pada dasarnya adalah sabuk emas," tutur Eldur Olafsson, CEO perusahaan pertambangan Amaroq Minerals.
Setelah berlayar selama dua jam, kami merapat di lembah terpencil di bawah gunung Naluna. Lokasi itu menjadi situs pengeboran emas Amaroq Minerals.
Perusahaan ini juga menjelajahi pegunungan dan lembah sekitarnya. Mereka memburu mineral berharga lainnya setelah mengambil alih lisensi eksplorasi yang mencakup lebih dari 10.000 km persegi.
"Kami mencari tembaga, nikel, dan mineral langka," ujar Olafsson yang berasal dari Islandia.
"[Sumber-sumbernya] belum dipetakan, dan masih berpotensi memiliki beberapa deposit besar."
Pangkalan ini terdiri dari beberapa bangunan portabel dan tenda-tenda oranye terang. Kamp ini menampung lebih dari 100 pekerja, termasuk orang Greenland, Australia, dan mantan penambang batu bara dari Inggris.
Dari pangkalan itu, terdapat jalan yang menanjak ke atas lembah. Kami kemudian berkendara dengan mobil menuju tambang emas, melewati terowongan gelap yang mengarah ke dalam gunung."
"Lihat!" Olafsson menunjuk ke bagian dinding batu. Terdapat jalur putih dari kuarsa (sejenis kristal) dengan garis gelap tipis melintasinya.
"Emas, emas, emas. Sepanjang jalan. Luar biasa, bukan?"
Amaroq membeli tambang ini pada tahun 2015. Sebelum itu, tambang sudah beroperasi selama satu dekade tetapi kemudian tutup karena karena harga emas turun dan biaya operasional yang tinggi.
Sekarang, Amaroq meyakini tambang akan menghasilkan keuntungan.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Perusahaan berencana meningkatkan produksi tahun ini. Mereka sudah membangun pabrik pengolahan baru untuk menghancurkan bijih dan memurnikan logam mulia menjadi batangan emas.
"Kami bisa membawa pulang emas setiap bulan dengan koper, bukan dengan kapal besar yang membawa 30.000 ton bijih," jelas Olafsson.
Potensi Greenland, imbuhnya, tidak tertandingi karena cadangan mineralnya sangat besar dan masih belum banyak dimanfaatkan.
"Greenland bisa menjadi pemasok semua mineral yang dibutuhkan dunia Barat selama beberapa dekade mendatang," ujarnya.
"Posisinya sangat unik."
Greenland adalah wilayah otonom yang merupakan bagian dari Denmark. Pemerintah setempat memiliki kendali atas sumber daya alam.

Mineral langka

Fasilitas pertambangan di Nalunaq berada di lokasi yang menakjubkan.
Greenland memiliki cadangan mineral langka yang besar. Komoditas ini merupakan bahan penting untuk membuat berbagai barang seperti ponsel, baterai, dan motor listrik.
"Greenland berpotensi mengandung hingga 25% dari seluruh cadangan mineral langka dunia," kata ahli geologi Adam Simon, seorang profesor di Universitas Michigan, kepada BBC News Brazil.
"Ini setara dengan sekitar 1,5 juta ton bahan."
Unsur mineral langka telah menjadi komoditas yang sangat dicari dalam upaya transisi energi menuju sumber energi bersih dan terbarukan untuk mengatasi perubahan iklim.

Baca juga:

Hal ini telah memicu persaingan antara negara-negara besar dunia untuk menguasai tambang-tambang di Greenland.
"Pada tahun 2024, penggunaan mineral langka di seluruh dunia diperkirakan meningkat sekitar 4.500% dibandingkan tahun 1960," kata Simon.
"Meskipun pertambangan di Greenland menjadi layak dalam waktu singkat, kita masih membutuhkan lebih banyak cadangan mineral langka untuk memenuhi permintaan pasar saat ini."
Greenland juga memiliki banyak logam penting lainnya, seperti lithium dan kobalt.
Meskipun Greenland memiliki minyak dan gas, pengeboran baru di pulau yang lebih besar dari Papua itu dilarang. Penambangan di laut dalam juga tidak diizinkan.

Persaingan dengan China

Akomodasi saat ini di tambang Nalunaq sangat sederhana
Saat ini, China mendominasi pasar pertambangan dan pengolahan mineral langka.
China menguasai sekitar sepertiga dari cadangan logam mineral langka yang diketahui, 60% dari ekstraksi, dan 85% dari pengolahan produk-produknya.
Christian Kjeldsen, direktur Ikatan Pengusaha Greenland, mengatakan posisi China sebagai pemilik cadangan mineral langka terbesar di dunia membuat negara-negara Barat hendak mencari sumber alternatif.
"China sebagai negara kuat memiliki kendali besar atas bahan mentah kritis ini," ujar Kjeldsen
"Situasi geopolitik global saat ini meningkatkan minat terhadap Greenland.
Negara-negara Barat kian tertarik untuk mendapatkan akses ke mineral Greenland. Di sisi lain, China juga berminat atas Greenland meski kehadiran mereka terbatas.
Saat ini, terdapat dua perusahaan pertambangan Australia yang melakukan eksplorasi mineral langka di Greenland.
Shenghe Resources, perusahaan pertambangan China, adalah investor dari salah satu perusahaan Australia itu.
Presiden Xi Jinping juga menunjukkan ketertarikannya pada Greenland.
Kantor berita Reuters baru-baru ini melaporkan bahwa AS melobi salah satu perusahaan Australia agar tidak menjual proyek mineral langka terbesar di Greenland kepada calon pembeli China.
Menteri Urusan Bisnis, Perdagangan, dan Bahan Baku Greenland, Naaja Nathanielsen, mengakui minat minat terhadap mineral wilayah ini " meningkat secara signifikan dalam lima tahun terakhir".
"Kami terbiasa menjadi pusat perhatian dalam krisis iklim. Kami ingin menjadi bagian dari solusinya," tegasnya.
Izin usaha pertambangan telah dikeluarkan untuk 100 blok di seluruh Greenland. Perusahaan-perusahaan berlomba-lomba mencari deposit yang layak di blok-blok tersebut.
Perusahaan pertambangan Inggris, Kanada, dan Australia adalah pemegang lisensi asing terbesar, sementara Amerika hanya memegang satu lisensi.
Meski begitu, masih banyak langkah yang harus diambil sebelum lokasi-lokasi ini menjadi ladang tambang yang potensial.

Tantangan Greenland

Mineral di Greenland membangkitkan minat negara-negara besar.
Walaupun Greenland memiliki kekayaan mineral, "demam emas" di wilayah itu masih berjalan lambat.
Dengan PDB tahunan hanya sedikit di atas US$3 miliar (Rp48,4 triliun), perekonomian Greenland masih didominasi sektor publik dan perikanan.
Greenland juga masih bergantung pada subsidi tahunan sebesar US$600 juta (Rp9,6 triliun) dari pemerintah Denmark.
Para politisi Greenland berharap sektor pertambangan mampu mengurangi ketergantungan pada subsidi tahunan dari Denmark—dan membantu upaya Greenland agar merdeka.
Di sisi lain, saat ini pariwisata justru menghasilkan lebih banyak pendapatan bagi Greenland.
Kepala Departemen Ilmu Sosial Arktik di Universitas Greenland, Javier Arnaut, mengatakan pertambangan secara resmi masih dianggap penting untuk kemerdekaan Greenland.
"Namun dalam praktiknya, hanya sedikit lisensi pertambangan yang diberikan," ujar Arnaut.

Baca juga:

Menteri Naaja Nathanielsen mengakui kerja sama yang dikembangkan dengan AS dan Uni Eropa sejauh ini belum menghasilkan "aliran dana besar ke sektor" pertambangan Greenland.
Dia berharap akan ada tiga hingga lima tambang yang beroperasi di Greenland dalam dekade berikutnya.
Di sisi lain, mengoperasikan pertambangan di Greenland bukanlah urusan mudah mengingat kondisi geografisnya yang terpencil dan cuaca ekstrem.
Greenland adalah pulau terbesar (melebihi Kalimantan dan Papua) di dunia dan 80% wilayahnya tertutup oleh lapisan es. Pulau ini memiliki pegunungan yang terjal dan tidak ada jalan yang menghubungkan pemukiman.
"Ini adalah wilayah Arktik," ujar Jakob Kløve Keiding, peneliti Survei Geologi Denmark dan Greenland, yang memetakan deposit di wilayah tersebut.
"Kami menghadapi masalah karena kondisi cuaca yang keras dan infrastruktur yang terbatas. Membuka tambang di sini sangatlah mahal."
Tingginya biaya dan harga logam global yang rendah membuat para investor berpikir dua kali.
Penduduk Greenland meragukan sektor pertambangan akan membantu masyarakat setempat
Beberapa pihak menyebut regulasi pertambangan Greenland yang rumit menyebabkan pertumbuhan sektor ini berjalan lambat. Peraturan lingkungan yang ketat dan persyaratan dampak sosial yang mesti dipenuhi membuat penerbitan izin memakan waktu.
Nathanielsen menegaskan bahwa sebagian besar masyarakat mendukung pertambangan dan sektor ini dapat menghidupkan perekonomian setempat.
"Mereka [penambang asing] berbelanja di toko lokal dan mempekerjakan penduduk setempat. Mereka menyewa kapal atau helikopter lokal," ujarnya.
Heidi Mortensen Møller, warga yang tinggal di Qaqortoq, kota terbesar di selatan Greenland, mempertanyakan peluang lapangan kerja baru bagi penduduk lokal apabila tambang baru dibuka.
"Mereka bilang akan ada penambahan lapangan kerja, tapi untuk siapa?" ujarnya.
Jess Berthelsen, kepala serikat pekerja lokal, SIK, mengatakan bahwa banyak orang menilai pemasukan dari pertambangan tidak akan menguntungkan Greenland dan menguntungkan negara-negara asing.
Akan tetapi, dia mendukung pertumbuhan sektor ini.
"Greenland membutuhkan lebih banyak pemasukan selain dari sektor perikanan," ujarnya.
Belum jelas sejauh apa dampak dari upaya terbaru Trump mengenai Greenland.
Namun, Perdana Menteri Greenland, Mute Egede, mengatakan pada awal bulan ini bahwa pihaknya "perlu melakukan bisnis dengan AS" dan "pintu terbuka untuk pertambangan."
Kjeldsen dari asosiasi bisnis berharap hal ini akan membawa "investasi yang sangat dibutuhkan" ke sektor pertambangan.
"Di sisi lain, apabila muncul ketidakpastian yang berlarut-larut dari sinyal Trump, ini justru akan berdampak negatif bagi investasi," pungkasnya.