Konten Media Partner

Pertemuan Biden dan Mohammed Bin Salman di Arab Saudi Tuai Kontroversi, Kenapa?

15 Juli 2022 19:30 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Biden dijadwalkan akan bertemu dengan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman.
zoom-in-whitePerbesar
Biden dijadwalkan akan bertemu dengan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengulangi komitmen penyelesaian dua negara dalam konflik Israel dan Palestina pada pertemuannya dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas di daerah yang diduduki Israel, Tepi Barat sebelum bertolak ke Arab Saudi.
Namun Biden tidak merespons seruan Abbas membuka kembali konsulat Palestina di Yerusalem Timur dan dicabutnya organisasi Pembebasan Rakyat Palestina, PLO dari daftar teroris di AS.
Dalam kunjungan ke Tepi Barat, Biden ingin meningkatkan hubungan kedua belah pihak yang dibekukan oleh Palestina karena kebijakan yang diambil Donald Trump terkait Israel.
Biden akan mengumumkan dukungan ekonomi, namun tidak ada jadwal untuk memulihkan pembicaraan damai antara Palestina dan Israel.
Selanjutnya, Biden melanjutkan perjalanan ke Arab Saudi, langsung dari Israel, presiden AS pertama yang melakukan penerbangan langsung, langkah Riyadh yang dianggap signifikan setelah puluhan tahun memboikot sebagai solidaritas atas Palestina.
Di Saudi, Biden akan bertemu dengan Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman -- figur yang pernah ia katakan akan terkucil di panggung internasional setelah pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi pada 2018 oleh para agen Saudi di Turki.
Mohammed bin Salman menyanggah terlibat dalam pembunuhan itu, namun badan intelijen AS menyimpulkan MBS menyepakati pembunuhan itu.
Pembicaraan antara kedua belah pihak mencakup masalah pasokan energi, hak asasi manusia dan kerja sama keamanan.
Arab Saudi adalah produsen minyak terbesar dunia dan upaya memperbaiki hubungan ini dilakukan menyusul melonjaknya harga minyak akibat perang Rusia di Ukraina.
Pada Kamis malam (14/07), Arab Saudi mengumumkan akan membuka ruang udara untuk penerbangan komersial Israel, keputusan yang disambut oleh AS. Langkah ini akan membuka ruang udara Saudi untuk semua penerbangan ke dan dari Israel.
Pada saat Gedung Putih mengumumkan Joe Biden akan ke Arab Saudi, sejumlah aktivis berunjuk rasa di luar kedutaan Arab Saudi untuk meresmikan jalan yang disebut "Khashoggi Way".
Para demonsrtran mengatakan jalan itu merupakan pengingat bagi para diplomat "yang bersembunyi di belakang pintu-pintu itu" bahwa pemerintah kerajaan Saudi bertanggung jawab atas pembunuhan Jamal Khashoggi.
Mereka mengecam keputusan Biden bertemu dengan MBS.
"Bila masalah minyak dikedepankan di belakang nilai kemanusiaan, bisakah Anda paling tidak bertanya di mana tubuh Jamal? Bukankah dia layak mendapatkan pemakaman layak?" kata tunangan Khashoggi, Hatice Cengiz dalam pernyataan yang dibacakan demonstran.

Mengapa kunjungan ini kontroversial?

Selama puluhan tahun, hubungan Amerika dan Saudi selalu menyangkut prinsip AS dan kepentingan strategis.
Namun Presiden Biden secara eksplisit menekankan hak asasi dalam hubungan kedua negara. Tetapi Biden tampaknya berisiko kehilangan kredibilitasnya terkait pendekatan yang menekankan prinsip-prinsip mendasar dalam kebijakan luar negeri.
Pembunuhan Khashoggi menyatukan dua pihak yang berseberang pendapat di Washington. Khashoggi dibunuh dan dipotong-potong di konsulat Saudi di Istanbul.
Apa yang menyebabkan perubahan sikap ini?
Begitu berkuasa, Biden menghentikan penjualan senjata dan menolak berbicara dengan MBS. Namun langkah ini diragukan dapat dipertahankan karena MBS mungkin akan segera menjadi pemimpin Saudi.
Hubungan kedua belah pihak mulai melunak dalam setahun terakhir dan Perang Ukraina semakin mendorong adanya kepentingan minyak.
Melonjaknya harga minyak menjadi pemicu. AS meminta Saudi untuk memproduksi minyak lebih demi menekan harga. Riyadh pada awalnya menolak permintaan itu.
Namun tak lama sebelum kunjungn Biden diumumkan, Opec Plus, kelompok produsen minyak dengan Saudi sebagai pemimpinya, menyepakati sedikit kenaikan produksi.
Para analis mengatakan mungkin ada kesepakatan dengan Saudi untuk kembali menaikan produksi begitu kesepakatan kuota yang ada saat ini berakhir pada September. Tetapi hal itu mungkin tidak akan disinggung dalam pertemuan kali ini.
Fokusnya adalah terkait manajemen jangka panjang pasar energi pada masa yang tidak stabil seperti saat ini, kata Ben Cahill, pakar keamanan energi di Center for Strategic and International Studies (CSIS).
"Saya rasa ada gagasan di Gedung Putih bahwa mereka perlu memulai dialog konstruktif dengan banyak pihak di dunia minyak dan dimulai dengan Arab Saudi," katanya.

Apa yang diinginkan Saudi?

Pada dasarnya, MBS, yang menuding elemen di pasukan keamanannya terkait kematian Khasoggi telah memenuhi sejumlah permintaan AS. Ia ingin mendapat imbalan dengan hubungan yang lebih baik dimulai dari perjanjian keamanan bilateral.
Saudi juga menginginkan kejelasan dari Biden, kata Jonathan Panikoff, mantan perwira intelijen yang sekarang di lembaga studi Atlantic Council.
"Biden bukan secara fundamental mengubah hubungan dengan Arab Saudi begitu menjabat. Dalam 18 bulan terakhir tidak ada yang tahu apa yang terjadi," katanya.
"Kurangnya kejelasan membuat sebagian pihak tidak nyaman...jadi pesan yang dinantikan adalah apakah kami bisa menjadi mitra strategis atau tidak."
Saudi melihat kunjungan itu "sebagai reset dan juga pembenaran bahwa kunjungan ini mengakui bahwa kerajaan tidak dapat diabaikan," kata Ali Shehabi, seorang penulis dan komentator yang sering membicarakan reformasi MBS di Washington.

Apakah Biden melakukan apa yang ditempuh Trump?

Biden berupaya menyanggah anggapan bahwa di tengah upayanya mengangkat demokrasi dan hak asasi, kebijakan Timur Tengahnya sedikit berbeda dengan pendahulunya, Donald Trump.
Dalam kolom di Washington Post baru-baru ini, Biden menekankan bahwa perang di Eropa telah mempengaruhi pandangannya tentang pentingnya menjaga kemitraan, khususnya dengan Arab Saudi.
Saudi telah memperkuat hubungan dengan Rusia dan China.
Yang terpenting, Saudi menolak tekanan AS untuk mengisolasi Presiden Rusia Vladimir Putin, yang memiliki hubungan baik dengan MBS.
"Kita harus melawan agresi Rusia, menempatkan diri kita pada posisi terbaik untuk mengungguli China, dan bekerja untuk stabilitas yang lebih besar di kawasan dunia yang penting," tulis Biden.
"Untuk melakukan hal-hal ini, kita harus terlibat langsung dengan negara-negara yang dapat mempengaruhi hasil tersebut. Arab Saudi adalah salah satunya," tulis Biden.

Memperbaiki kesalahan Trump

Kunjungan Biden ke Saudi dan rencana pertemuan dengan MBS juga membuat marah sebagian pihak dari partainya sendiri, Demokrat. Mereka ingin Biden menantang Saudi terkait catatan HAM.
Pekan lalu, Adam Schiff, anggota senior Demokrat mengatakan kalau ia berada di posisi Biden, ia tak akan berkunjung ke Saudi dan berjumpa MBS.
"Ini orang yang membunuh warga Amerika, memotong-motong secara sangat keji dan direncanakan," kata Schiff said. "Bila Arab Saudi tak membuat perubahan radikal terkait hak asasi manusia, saya tak mau berhubungan denganya."
Biden membela keputusannya dengan mengatakan kepada para wartawan minggu ini di Yerusalem bahwa "posisinya terkait Khashoggi sangat jelas, bila tak ada yang paham tentang itu baik di Saudi atau tempat lain, mereka tak paham saya."
Presiden Biden mengatakan kunjungannya ke Timur Tengah - termasuk ke Mesir, Irak dan Yorania - adalah peluang untuk memperbaiki "kesalahan" dengan "menjauh dari pengaruh kita di Timur Tengah", pernyataan yang ia tujukan atas kebijakan mantan presiden, Donald Trump.