Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten Media Partner
'Pertumpahan Darah' di Bursa Saham Asia, Apa Penyebabnya?
7 April 2025 16:25 WIB
'Pertumpahan Darah' di Bursa Saham Asia, Apa Penyebabnya?

Bursa saham Asia anjlok pada Senin (07/04) imbas dari pengumuman tarif baru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang terus menggema di seluruh dunia.
Bursa saham utama di dunia seperti bursa saham Shanghai, Tokyo, Sydney hingga Hong Kong turun drastis. Seorang analis bahkan menyebutnya sebagai "pertumpahan darah".
Sebagai kawasan yang memproduksi berbagai jenis produk untuk pasar global, negara-negara dan wilayah Asia terkena dampak langsung dari tarif tersebut.
Kawasan tersebut juga amat sensitif terhadap dampak kekhawatiran bahwa perang dagang global dapat memicu perlambatan atau bahkan resesi dalam ekonomi terbesar di dunia.
Bursa saham Nikkei di Jepang ditutup dengan penurunan 7,8%, sementara bursa saham ASX 200 di Australia turun 4,2%. Sedangkan bursa saham Kospi di Korea Selatan ditutup 5,6% lebih rendah.
Adapun pasar saham Shanghai Composite di China anjlok 7,3% dan Indeks saham Taiwan turun drastis sebesar 9,7%.
Sementara itu, bursa saham Hang Seng turun 12,5% dalam penutupan perdagangan saham pada Senin (07/04) sore.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
"Tarif memicu ekspektasi seputar inflasi dan resesi," kata Julia Lee, kepala yang bertanggung jawab atas layanan klien di FTSE Russell, anak perusahaan London Stock Exchange Group.
Goldman Sachs kini memperkirakan ada 45% kemungkinan AS akan jatuh ke dalam resesi dalam 12 bulan ke depan—naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 35%.
Raksasa perbankan investasi itu juga menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk negara tersebut..
Perusahaan-perusahaan Wall Street lainnya juga merevisi perkiraan mereka soal resesi menyusul pengumuman tarif Trump.
Misalnya, JPMorgan kini melihat peluang sebesar 60% terjadinya kemerosotan ekonomi AS dan global.
Baca juga:
Ekonomi AS yang melambat signifikan akan berdampak besar pada aktivitas ekspor negara-negara Asia karena AS merupakan pasar yang sangat penting bagi produk-produk dari kawasan tersebut.
"Asia menanggung beban kenaikan tarif AS. Kendati mungkin ada ruang untuk negosiasi, rezim tarif yang lebih tinggi akan tetap berlaku," kata Qian Wang, kepala ekonom Asia Pasifik di perusahaan investasi Vanguard.
"Ini berdampak negatif terhadap perekonomian global dan Asia, terutama perekonomian kecil yang terbuka, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang."
Berbagai negara dari Vietnam hingga Bangladesh sangat bergantung pada AS sebagai pasar ekspor.
Namun, pengumuman tarif baru Trump pekan lalu mencakup penerapan tarif sebesar 46% bagi Vietnam dan 37% bagi Bangladesh.
Sejumlah jenama besar di AS—seperti Nike dan Lululemon—memproduksi barang mereka di Vietnam.
Sementara itu, Bangladesh mengekspor produk garmen senilai US$8,4 miliar per tahun ke AS, merujuk data Asosiasi Produsen dan Eksportir Pakaian Bangladesh.
"Asia kemungkinan besar akan merasakan dampak yang tidak proporsional dari gejolak ini karena Asia mengirimkan lebih banyak ekspor ke AS dibandingkan ke pasar lain," kata Frank Lavin, mantan wakil menteri perdagangan internasional di Departemen Perdagangan AS.
Pada Jumat (04/04), pasar saham global bergejolak setelah China membalas tarif yang diumumkan oleh Trump.
Tiga indeks saham utama AS turun lebih dari 5%. Bahkan, S&P 500 turun hampir 6%, mencatatkan kinerja pasar saham terburuk bagi pasar saham AS sejak 2020.
Di Inggris, FTSE 100 anjlok hampir 5%—penurunan paling tajam dalam lima tahun terakhir. Adapun bursa saham di Jerman dan Prancis menghadapi penurunan serupa.
Lee juga menekankan bahwa anjloknya pasar saham global tampaknya akan terus berlanjut.
"Perdagangan berjangka AS yang lebih rendah menandakan sesi yang sulit lainnya di Wall Street malam ini."
Pasar saham global telah kehilangan nilai triliunan dollar sejak Trump mengumumkan pajak impor baru sebesar 10% pada barang-barang dari setiap negara.
Kala itu, produk-produk dari puluhan negara, termasuk mitra dagang utama seperti China, Uni Eropa, dan Vietnam, dikenai tarif yang jauh lebih tinggi.
Laporan tambahan oleh Annabelle Liang