Konten Media Partner

Piala Dunia 2030: 6 Negara Tuan Rumah, 5 Zona Waktu, 3 Benua dalam 1 Turnamen

8 Oktober 2023 7:30 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tiga pertandingan pembuka Piala Dunia 2030 diusulkan diadakan di Amerika Selatan untuk memperingati seratus tahun turnamen tersebut.
zoom-in-whitePerbesar
Tiga pertandingan pembuka Piala Dunia 2030 diusulkan diadakan di Amerika Selatan untuk memperingati seratus tahun turnamen tersebut.
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Enam negara. Lima zona waktu. Tiga benua. Dua musim yang berbeda. Satu turnamen, yaitu Piala Dunia 2030.
Usulan rencana perhelatan Piala Dunia tahun 2030 – yang akan digelar di Amerika Selatan, Afrika, dan Eropa – sulit dibayangkan menjadi sebuah kenyataan.
Jika terlaksana, ini akan menjadi pertama kalinya bagi kompetisi sepak bola antarnegara terbesar di dunia itu dimainkan di lebih dari satu benua.
Tahun 2002 menjadi yang pertama penyelenggaraan Piala Dunia digelar di lebih dari satu tuan rumah, yaitu di Korea Selatan dan Jepang.
Hal tersebut akan berubah ketika Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada menjadi tuan rumah pada tahun 2026 – namun apa yang dilakukan itu tidak akan menyamai skala pada Piala Dunia 2030.
Spanyol, Portugal dan Maroko ditunjuk sebagai tuan rumah bersama, namun tiga pertandingan pembukaan akan berlangsung di Uruguay, Argentina dan Paraguay – untuk menandai ulang tahun keseratus Piala Dunia.
Tapi bagaimana semuanya akan berjalan? Dan apa dampaknya bagi para pemain dan penggemar sepak bola di penjuru dunia?
BBC Sport membahas isu-isu utama terkait Piala Dunia 2030.

Bisakah satu negara menggelar Piala Dunia yang diikuti 48 tim?

Uruguay, Paraguay dan Argentina. Masing-masing negara itu akan menjadi tuan rumah satu pertandingan di awal turnamen Piala Dunia 2030 mendatang, untuk menandai 100 tahun kompetisi ini yang pertama kali diadakan di Montevideo.
Ibukota Uruguay itu akan menggelar pertandingan pembuka pada tahun 2030, dan disusul pertandingan di Argentina dan Paraguay.
Sisa laga turnamen yang diikuti 48 tim tersebut akan berlangsung di Afrika bagian utara dan Eropa.
Artinya, setelah pertandingan awal di Amerika Latin itu selesai, turnamen akan dibagi ke tiga negara – seperti yang direncanakan untuk Piala Dunia 2026.
Bukan hanya itu, negara peserta Piala Dunia juga akan ditambah menjadi 48 tim, yang untuk pertama kalinya diselenggarakan pada Piala Dunia 2026 di 16 kota tuan rumah AS, Meksiko, dan Kanada.
Hal ini, seiring dengan keputusan FIFA untuk mempertahankan format grup yang terdiri dari empat tim, berarti jumlah pertandingan akan bertambah dari 80 menjadi 104, bersamaan dengan diperkenalkannya babak 32 besar yang baru.
Meskipun hanya satu dari 22 pelaksanaan Piala Dunia sebelumnya yang memiliki lebih dari satu negara tuan rumah, peningkatan skala turnamen ini memiliki arti bahwa penawaran dari multi-negara mungkin menjadi lebih menarik bagi calon negara tuan rumah.

Akankah ini benar-benar terjadi dalam dua musim?

Pergantian belahan bumi berarti bahwa beberapa tim mungkin akan mengalami skenario aneh dengan bermain di dua musim berbeda pada Piala Dunia yang sama.
Mereka yang akan tampil di salah satu dari tiga pertandingan pembukaan di Amerika Selatan sebelum melanjutkan sisa turnamen mereka di Eropa atau Afrika Utara – akan beralih dari musim dingin ke musim panas dalam hitungan hari.
Pada bulan Juni, Uruguay mengalami suhu rata-rata sejuk antara 8C dan 15C di musim dingin, sementara pada saat yang sama suhu di Maroko bisa mencapai di atas 30C.
Negara tetangganya, Argentina, memiliki suhu yang sama dengan Uruguay, sedangkan di utara, Paraguay memiliki rata-rata suhu tertinggi 23C.
Namun suhu tersebut masih jauh lebih dingin dibandingkan musim panas yang diperkirakan terjadi di beberapa wilayah Spanyol dan Portugal, seperti Maroko, yang memiliki rata-rata suhu maksimum harian sekitar 35 derajat Celcius pada bulan Juli.

Bagaimana dengan isu seputar perjalanan, penjadwalan & lingkungan?

Rincian pelaksanaan Piala Dunia 2023 lebih lanjut akan diungkapkan pada waktunya.
Tetapi, jelas akan diperlukan perjalanan ekstra yang signifikan bagi semua yang terlibat – termasuk para penggemar yang ingin menyaksikan tim mereka berlaga.
Segala perencanaan untuk acara tersebut harus ditunda sampai informasi seputar tuan rumah dan jadwalnya dirilis.
Jika hal ini terjadi, perpindahan yang diperlukan antar benua dan antar negara akan memakan biaya yang sangat besar.
Penjadwalannya juga bisa menjadi masalah bagi mereka yang menonton dari jauh, tentunya pada tahap awal, dengan perbedaan waktu lima jam antara Paraguay dan Spanyol.
Hal ini memberikan kendala tambahan bagi para pemain yang bertarung di pertandingan pembukaan di Amerika Selatan, dengan waktu penerbangan rata-rata sekitar 13 jam antara Argentina dan Spanyol.
Perjalanan ekstra ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen FIFA terhadap isu keberlanjutan (sustainability) setelah mereka mengeklaim bahwa Piala Dunia di Qatar 2022 akan karbon netral, yang disebut “berbahaya dan menyesatkan” oleh para aktivis lingkungan hidup.
Berdasarkan perkiraan badan sepak bola dunia itu sendiri, Piala Dunia 2026 – yang diprediksi akan menghasilkan potensi peningkatan keuntungan mencapai hampir Rp10 triliun (£521 juta) – akan menjadi turnamen dengan emisi paling besar yang pernah diselenggarakan.
Presiden FIFA Gianni Infantino mengatakan keputusan untuk memperluas Piala Dunia didorong oleh kebutuhan agar turnamen tersebut “lebih inklusif” dan “sama sekali bukan perebutan uang hingga kekuasaan”.
FIFA mengatakan kepada BBC Sport bahwa pihaknya "sepenuhnya menyadari bahwa perubahan iklim adalah salah satu tantangan paling mendesak di zaman kita dan percaya bahwa hal ini mengharuskan kita untuk segera mengambil tindakan iklim yang berkelanjutan".
Ia menambahkan: "FIFA juga sepenuhnya menyadari dampak dari peristiwa besar terhadap perekonomian, lingkungan alam dan masyarakat serta komunitas, dan telah melakukan upaya besar untuk mengatasi dampak tersebut."
Badan penyelenggara mengatakan pihaknya "akan menerapkan strategi keberlanjutan yang kuat untuk acara tersebut.
FIFA akan melakukan segala kemungkinan untuk memaksimalkan pengalaman tim, penggemar, dan ofisial sambil meminimalkan dampak terhadap lingkungan."

'Mimpi buruk logistik' - bagaimana rasanya bagi para penggemar?

Piala Dunia selalu identik dengan negara tuan rumah, rangkaian pertujukan di acara tersebut, dan kesempatan bagi para tim dan penggemar untuk terlibat dalam budaya yang lebih luas.
Dengan adanya beberapa negara tuan rumah – keenam negara tersebut akan menerima tiket otomatis menjadi peserta Piala Dunia – kemungkinan besar banyak negara akan memiliki pengalaman berbeda di turnamen yang sama.
Jika proposal tersebut disetujui pada kongres FIFA tahun depan, Maroko akan menjadi negara Afrika kedua yang menjadi tuan rumah setelah Afrika Selatan pada tahun 2010.
Portugal akan menjadi tuan rumah untuk pertama kalinya, sementara Spanyol belum pernah lagi menjadi tuan rumah sejak tahun 1982.
Namun, apakah kegembiraan bagi mereka yang ingin menyaksikan secara langsung pertandingan itu dipengaruhi oleh skala dan biaya yang terkait dengan turnamen mendatang?
“Bagi seorang penggemar, ini akan menjadi mimpi buruk secara logistik,” kata penggemar sepak bola Inggris Garford Beck, yang melakukan perjalanan untuk menonton tim di turnamen besar, mengatakan kepada BBC Radio 5 Live.
“Sungguh mengerikan di Rusia, perjalanan dari Moskow ke Samara untuk perempat final memakan waktu 18 jam sekali jalan dengan kereta.
“Saya pikir apa yang tidak mereka pahami adalah bahwa para penggemar tidak menyukai turnamen di dua negara, apalagi di tiga hingga enam negara.”