Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Polusi Udara Jakarta: Anak-Anak Mulai Alami Batuk dan Pilek Berkepanjangan
19 Agustus 2023 8:40 WIB
·
waktu baca 7 menitBeberapa anak di Jakarta dan sekitarnya mengalami pilek dan batuk berkepanjangan hingga harus mendapat perawatan di rumah sakit — diduga terkait dengan buruknya polusi udara di ibu kota baru-baru ini.
Seorang dokter dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan polusi udara yang buruk ikut "memfasilitasi" kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak. IDAI menyebut polusi udara sebagai "pembunuh senyap" yang risikonya mematikan, dan harus ditangani dari sumbernya.
Di sisi lain, pemerintah akan memprioritaskan pembenahan sumber-sumber polutan, dan membentuk komite dalam upaya deteksi, penurunan risiko kesehatan dan adaptasi terhadap polusi udara.
Cerita para orang tua yang anaknya ISPA
Saskia, 36 tahun, sudah hampir satu pekan menemani anaknya yang terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Anak bungsu Saskia yang biasa dipanggil Mika, didiagnosis mengalami peradangan paru-paru [pneumonia] dan bronkitis.
"Dua Minggu ini mendadak ada demam, naik-turun. Ada pilek, dan ujungnya sampai batuknya membuat dia muntah-muntah," kata Saskia kepada BBC News Indonesia, Jumat (18/08).
Menurut dokter yang bercerita kepada Saskia, kesehatan anaknya yang berusia tujuh tahun itu "diperparah kondisinya dengan adanya polusi udara belakangan ini."
Baca Juga:
"Di keluarga saya tidak ada yang merokok. Saya masih memakai kendaraan sepeda motor, tapi satu hari sekali hanya satu kilometer. Setelah ditelusuri, kegiatan outdoor-nya yang membuat dia terpapar," jelas Saskia sambil menambahkan, Mika tidak memiliki riwayat masalah kesehatan.
Kondisinya sekarang sudah lebih baik karena sudah tidak demam dan muntah. Namun, kecemasan Saskia belum berakhir, karena polusi udara di luar ruangan rumah sakit masih membayangi langit-langit di Jakarta dan sekitarnya.
"Saya harus bisa mengontrol kebersihan lingkungan sekeliling. Saya berencana menambah tanaman, kalau masih ada yang bakar sampah akan ditegur lebih keras ke RT/RW, dan membatasi waktu bermain anak saya," kata Saskia. Masker juga menjadi kewajiban ketika beraktivitas keluar rumah.
Bagi ibu muda ini, persoalan polusi udara harus disadari dulu bersama-sama. "Diakui dulu memang udaranya jelek, lalu ayo bareng-bareng dilakukan untuk memperbaiki udara," katanya.
Polutan halus dalam jumlah besar yang bertebaran di langit Jakarta dan sekitarnya dalam beberapa pekan terakhir juga harus merepotkan Billy Antoro, warga Tangerang, Banten.
Ia harus membawa anak bungsunya, Ahmad Literasi, 4 tahun ke instalasi gawat darurat setelah pulang berkunjung ke museum dan tempat pameran di Jakarta.
"Saya menduga ini ada pengaruh polusi udara Jakarta," kata Billy yang saat itu baru pertama kali kembali ke wilayah Jakarta setelah berbulan-bulan.
Cerita serupa datang dari Helma Rambe, warga Depok, Jawa Barat.
Anak bungsu Helma bernama Raisya, 5 tahun, memiliki riwayat pneumonia [radang paru-paru] dan pernah mendapatkan perawatan intensif di RS, dua tahun lalu. Tapi awal pekan ini Raisya harus kembali dirawat di RS dan baru pulang Kamis kemarin.
"Periksa pneumonia baik-baik saja, artinya paru-parunya bersih. Tapi ada penebalan di saluran pernapasan atas. Itu karena virus kata dokter," jelas Helma.
Raisya saat ini dianjurkan keluar rumah dengan masker. "Dokter bilang, enggak boleh ikut lomba 17 Agustus dulu. Kalau mau nonton boleh, tapi harus pakai masker. Udaranya mungkin sedang tidak baik," katanya.
Vony Wiprama, ibu dua anak di Tangerang Selatan, Banten juga kaget ketika anak bungsunya divonis terkena ISPA.
"Karena sudah dua tahun, kita enggak pernah ketemu kata ISPA itu tadi. Ternyata nongol lagi. Ternyata berdampak kalau belakangan ini dibilang kalau udara di sekitar kita lagi enggak bagus," kata Vony.
Anak bungsunya kini sudah kembali ke sekolah. Tapi bergantian, kakaknya yang mulai batuk-batuk. Vony memperingatkan kepada kedua anaknya agar tidak pernah melepas masker saat beraktivitas di luar.
"Berarti di anak-anak belum layak melepas masker. Bukan karena Covid, sekarang sudah isu lain lagi yang harus kita hadapi," jelasnya.
Apa itu ISPA pada anak?
ISPA adalah infeksi yang terjadi pada sistem saluran pernapasan, baik saluran bagian atas maupun bagian bawah. ISPA merupakan salah satu dari 10 penyakit teratas di negara berkembang yang umumnya menyerang bayi dan anak kecil.
Bagaimana polusi udara berkontribusi pada ISPA?
Badan PBB untuk masalah anak (UNICEF) pernah mengeluarkan penelitian yang menunjukkan sebanyak 600.000 anak meninggal setiap tahunnya karena pneumonia dan penyakit pernapasan lainnya. Polusi udara disebut faktor utamanya.
"Angka yang bukan main-main, salah satu pembunuh anak-anak," kata dokter spesialis anak Darmawan B. Setyanto.
Pengurus pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menambahkan, polusi udara berupa partikel renik yang masuk ke dalam saluran pernapasan dapat merusak mekanisme pertahanan tubuh. Akibatnya, kuman yang menyebabkan ISPA akan lebih mudah menyerang.
"Bukan polusi yang menyebabkan ISPA, tapi polusi udara itu memfasilitasi untuk terjadinya ISPA, pneumonia oleh kuman," kata Darmawan.
Sejauh ini IDAI masih mendata jumlah kasus ISPA pada anak dari jaringan dokternya di daerah-daerah Indonesia di tengah laporan buruknya kualitas udara di kota-kota besar Indonesia.
Dok Darmawan menyebut polusi udara sebagai "pembunuh yang diam-diam" karena menyebabkan tujuh juta kematian tiap tahun karena dampaknya terhadap penyakit stroke, jantung dan pernapasan, mengutip data dari WHO.
"Tiap tahun 2,2 juta orang meninggal belum waktunya karena sumbangan polusi udara ini," katanya.
Mengapa anak-anak lebih rentan dengan polusi udara?
Anak-anak lebih rentan dari kelompok usia yang lain karena secara fisiologis mereka bernapas dengan laju napas yang lebih besar.
"Kalau dihitung per kilogram berat badannya, udara yang dihirup lebih banyak sehingga polutan yang terhirup akan lebih banyak pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa," kata dok Darmawan.
Apa dampak polusi udara terhadap kesehatan anak?
Dampak kesehatan jangka pendek dan jangka panjang.
Jangka pendek adalah gangguan pernapasan hingga menyebabkan pneumonia yang berujung pada asma. Jika tidak tertangani dengan baik, jangka panjangnya bisa berpengaruh pada persoalan tumbuh kembang anak, seperti tengkes (stunting), gangguan kecerdasan, gangguan mental, gangguan motorik, dan gangguan tingkah laku.
"Meningkatkan risiko kanker pada anak, dan meningkatkan risiko jangka panjang penyakit jantung dan diabetes pada masa besar nanti," kata dok Darmawan.
Ia melanjutkan, semakin muda seseorang terpapar polutan udara, semakin besar dampak negatif kerusakan yang disebabkan paparan polutan udara tersebut.
"Kalau dari kecil sudah terpapar pelbagai polutan udara tadi, maka di pelbagai sistem organnya akan bisa terjadi gangguan," katanya.
Apa solusi menangkal dampak polutan terhadap anak?
Benahi dari hulunya: sumber-sumber polusi udara baik yang berasal dari kendaraan bermotor, mesin pabrik, pembangkit listrik sampai asap rokok di lingkungan masyarakat.
"Kita harus bertindak dari hulu, bukan ada korban dulu baru mengambil tindakan," kata dok Darmawan yang bekerja di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Tips melindungi anak dari polusi udara
Dok Darmawan membagikan sejumlah kiat bagi orang tua agar untuk mengurangi risiko anak terpapar polusi udara:
Bagaimana respons Kementerian Kesehatan?
Pemerintah akan memprioritaskan pembenahan sumber-sumber polusi udara, kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, dokter Siti Nadia Tarmizi.
"Ini perlu keterlibatan berbagai kementerian/lembaga, masyarakat, swasta dan juga media (pentahelix) mulai dari kebijakan sampai edukasi dan literasi," kata dok Nadia dalam keterangan tertulis kepada BBC News Indonesia.
Sejauh ini, kata dok Nadia, Kemenkes sudah membentuk komite respirologi dan dampak polusi udara bagi kesehatan. Tiga rencana strategisnya adalah upaya deteksi, penurunan risiko kesehatan dan adaptasi terhadap polusi udara.
"[Komite] diketuai Profesor Agus Susanto, beliau Direktur RS Persahabatan," tambah dokter Nadia.
Selain itu, dokter Nadia mengatakan polusi udara meningkatkan risiko terjadinya penyakit ISPA pada anak, tapi tidak secara langsung. Faktor risiko lain karena di sekitar anak tertular kuman dari lingkungannya, kondisi gizi yang tidak baik serta tidak mendapatkan imunisasi.
"Maka sebagai anjuran, kita cuci tangan dan pakai masker kalau di sekitar kita ada yang sakit bahkan kalau kita sakit, gunakan asker untuk mencegah penularan kepada orang lain," katanya.
Pemerintah mengatakan menurunnya kualitas udara di ibu kota dikarenakan tingkat gas buang kendaraan yang tinggi, pembakaran sampah terbuka, dan aktivitas industri yang tidak ramah lingkungan.