Konten Media Partner

Rusia Disebut Tertarik Menempatkan Pesawat-Pesawat Militer di Biak, Papua – Seberapa Strategis Lokasi Biak?

21 April 2025 7:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Rusia Disebut Tertarik Menempatkan Pesawat-Pesawat Militer di Biak, Papua – Seberapa Strategis Lokasi Biak?

Pulau Biak, Papua, menjadi sorotan setelah disebut sedang diincar untuk dijadikan sebagai basis pesawat-pesawat Angkatan Udara Rusia. Indonesia dinilai akan melangkahi prinsip kebijakan luar negeri bebas dan aktif bila menerima negara lain membuka pangkalan militer.
Peneliti militer, Made Supriatma, menyebut membuka pangkalan militer untuk negara lain adalah "mencari musuh".
Kemudian, peneliti kajian Rusia, Albert Muhammad, mengingatkan soal kemungkinan sanksi ekonomi dari negara-negara Barat jika Indonesia membuka wilayahnya bagi pangkalan militer.
Seorang tokoh Papua dan bekas diplomat di Kolombia, Michael Manufandu, menyebut "negara tidak boleh sembarangan menggunakan lapangan terbang yang ada di Biak untuk kegiatan militer asing," seperti diberitakan Tempo.
Kepala Biro Humas dan Informasi Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Frega Wenas Inkiriwang, membantah bahwa Rusia meminta kepada Indonesia agar Pulau Biak dijadikan sebagai basis pesawat-pesawat Angkatan Udara Rusia, seperti diberitakan Antara, Selasa (15/04).
Menteri Pertahanan Australia Richard Marles (tengah) mengklarifikasi isu Rusia ingin membuka pangkalan udara di Indonesia kepada Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, sempat bereaksi dengan berkata "kami jelas tak ingin ada pengaruh Rusia di kawasan kami", seperti dikutip kantor berita Reuters.
Sementara, Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles, mengatakan telah mengklarifikasi hal tersebut kepada Menteri Pertahanan Indonesia, Sjafrie Sjamsoedin.
Setelah meminta klarifikasi dari Sjafrie, Richard menyampaikan bahwa permintaan Rusia soal penempatan pesawat-pesawat di Pulau Biak "tidak benar".
Namun, seberapa strategis lokasi Biak bagi kepentingan militer? Mengapa Rusia disebut tertarik menempatkan pesawat di Biak?

Berawal dari laporan media

Kabar bahwa Rusia tertarik menempatkan pesawat-pesawat di Pulau Biak mengemuka setelah media pertahanan, Janes, merilis artikel berjudul "Indonesia mulls options after Russia seeks access to air force base" atau "Indonesia mempertimbangkan sejumlah opsi setelah Rusia meminta akses ke pangkalan angkatan udara".
Disebutkan dalam artikel itu bahwa Rusia mengincar Pangkalan Angkatan Udara Manuhua, yang memiliki landasan yang sama dengan Bandara Frans Kaisiepo.
Media itu menulis pula bahwa ada sejumlah sumber di pemerintahan Indonesia yang mengonfirmasi permintaan Rusia diterima kantor Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin setelah Sjafrie bertemu Sekretaris Dewan Keamanan Federasi Rusia, Sergei Shoigu, pada Februari 2025 lalu.
Kementerian Luar Negeri Indonesia mementahkan pemberitaan itu.
Juru Bicara Kemenlu, Rolliansyah Soemirat, mengungkit prinsip kebijakan luar negeri bebas aktif.
"Sebagai negara yang memiliki tradisi politik luar negeri bebas aktif, Indonesia akan menerima dan mengizinkan pesawat atau kapal militer negara lain dalam misi damai untuk berkunjung ke Indonesia," ujar Rolliansyah, seperti dikutip dari Tempo.
Sementara itu, Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal TNI Frega Wenas Inkiriwang, menyebut secara historis memang pernah ada permintaan negara lain untuk membuka pangkalan militer di Indonesia.
"Dari sejarah Indonesia, beberapa dekade lalu memang pernah ada yang menawarkan penggunaan pangkalan, baik untuk perawatan, pemeliharaan, maupun logistik," ungkap Frega .
"Tapi kami memahami sebagai negara dengan politik bebas aktif, prioritas kami adalah pembangunan dan modernisasi pertahanan yang membutuhkan stabilitas nasional," tambahnya.

'Mencari musuh'

Indonesia dinilai akan menghadapi membuka celah bagi konflik bila membiarkan ruang wilayahnya dipakai untuk pangkalan militer asing.
Peneliti militer yang juga mendalami isu Papua, Made Supriatma, menjelaskan selama ini Indonesia dikenal memegang prinsip kebijakan luar negeri bebas dan aktif.
"Kita tidak memihak kepada siapapun," ujar peneliti ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura, ini.
Pendirian pangkalan militer untuk satu negara asing di Indonesia, bisa dipandang dunia internasional sebagai "memihak di satu kekuatan".
"Itu sama dengan kita mencari musuh dengan membiarkan orang lain masuk ke dalam halaman kita," kata Made.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Peneliti kajian Rusia di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Albert Muhammad, menjelaskan bahwa Indonesia berpotensi menghadapi sanksi ekonomi, terutama dari negara-negara Barat, jika membolehkan Rusia membuka pangkalan udara militer di Biak.
Menurut Albert, ancaman dari Barat atas upaya Indonesia membangun hubungan dengan Rusia tercermin dari sejumlah hal.
"Ketika kita ingin bekerja sama dengan Rusia ternyata gagal terus dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, mulai dari pembelian kapal selam hingga pesawat perang," kata Albert.
Belum lama ini, Indonesia memang pernah diberitakan ingin membeli kapal selam Kilo Class buatan Rusia.
Indonesia dinilai sejumlah pihak bisa terancam sanksi ekonomi dari AS akibat beleid yang menghukum musuh-musuh AS, seperti Rusia, Iran, Korea Utara, juga negara lain yang bekerja sama dengan mereka. Beleid ini dikenal dengan "Countering America's Adversaries Through Sanctions Act" (CAATSA).
Selain itu, pembelian pesawat tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia oleh Indonesia juga terganjal hal yang sama.

Mengapa Rusia disebut tertarik membangun pangkalan udara militer di Biak?

Peneliti kajian Rusia di BRIN, Albert Muhammad, mengatakan secara umum Rusia memang ingin membangun kembali hubungan erat dengan Indonesia seperti era Orde Lama.
Hubungan Indonesia dengan Rusia, menurut Albert, sempat terganggu saat Presiden Soeharto berkuasa selama lebih dari 30 tahun.
Kala itu rezim Orde Baru dinilai sejumlah pihak lebih merapat ke Amerika Serikat.
Memasuki masa reformasi, Albert menjelaskan hubungan Indonesia-Rusia berangsur membaik, meski sekarang belum pulih seperti semasa Orde Lama.
Ia juga mengatakan Rusia familiar dengan wilayah Papua karena pada periode 1960-an, saat masih berbentuk Uni Soviet, mereka membantu Indonesia menghadapi Belanda dalam perebutan Papua Barat.
Di sisi lain, peneliti militer Made Supriatma menduga Rusia mengincar Biak sebagai pangkalan udara militer "kalau terjadi perang".
Wilayah ini, menurut Made, berguna bagi Rusia guna menghadapi "basis-basis militer Amerika" di wilayah Pasifik dan Hindia.
Made mencatat beberapa pangkalan militer AS di kawasan Asia Pasifik, semisal Darwin di Australia, Lombrum di Papua Nugini. serta Pulau Diego Garcia di Samudera Hindia.

Seberapa strategis Biak?

Peneliti militer dan isu-isu Papua, Made Supriatma. mengungkap Biak merupakan daratan yang strategis di kawasan Pasifik. Ini yang kemudian mendapat perhatian banyak pihak di kawasan, seperti Australia dan sekutunya, Amerika Serikat.
Ia mendeskripsikan Biak sebagai "interseksi Pasifik". Jarak dari pulau tersebut ke Darwin, Australia, terpaut sekitar 1.300 kilometer.
Sementara di Darwin, ada satuan tugas marinir AS yang bertugas di sana dan biasa menggelar latihan bersama dengan pasukan Australia.
Made menambahkan di sebelah utara Biak, ada Guam, yang berada di bawah teritori Amerika Serikat.
Jarak antara Guam dan Biak, terpaut sekitar 1.800 kilometer. Di sini AS juga memiliki pangkalan militer yang diperkuat sekitar 9.700 personel militer.

Ideal untuk peluncuran satelit

Di samping sisi militer, Made juga menyinggung soal Biak yang secara posisi bagus untuk peluncuran satelit.
"Karena letaknya yang di khatulistiwa itu untuk peluncuran satelit itu ideal sekali," kata Made.
Posisi khatulistiwa kerap kali dikaitkan dengan kemudahan peluncuran roket karena dapat memanfaatkan secara optimal kecepatan akibat rotasi Bumi. Hal ini dinilai menghemat bahan bakar.
Sebelumnya, Lembaga Penerbanagan dan Antariksa Nasional (LAPAN), yang sekarang di bawah BRIN, juga merencanakan pembangunan pusat peluncuran roket.
Pada 2021, pihak LAPAN menjelaskan pembangunan direncanakan rampung antara 2023 atau 2024, meski hingga sekarang belum diketahui kelanjutannya.
Space-X milik pengusaha Elon Musk, juga sebelumnya sempat dikaitkan dengan proyek peluncuran satelit di Biak. Isu ini mencuat setelah Presiden Joko Widodo, sempat menawarkan perusahaan tersebut untuk membangun pusat peluncuran roket di Biak.
Belakangan, pihak Space-X mengungkap tak tertarik membangun pusat peluncuran roket di Indonesia.
Sementara warga Biak juga sempat menyatakan penolakan terhadap pusat peluncuran roket.
Saat itu, Forum Peduli Kawasan Biak menyebut rencana pembangunan dilakukan sepihak. Mereka khawatir akan terjadi penggusuran dan potensi konflik horizontal.