Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Sama-sama Prekuel, 2 Serial Fantasi Ini Bersaing Menarik Penonton Terbanyak
31 Juli 2022 20:26 WIB
·
waktu baca 6 menitPara penggemar tayangan fantasi benar-benar dimanjakan tahun ini.
Hanya dalam jangka waktu kurang dari dua pekan, dua tayangan genre fantasi paling sukses dalam sejarah akan merilis serial baru: House of the Dragon, spin-off dari serial Game of Thrones; serta Lord of the Rings: The Rings of Power.
Keduanya akan berkompetisi merebut perhatian khalayak sekaligus pundi-pundi uang.
Walau para pembuat serial kedua serial menolak ada rivalitas, namun perbandingan tidak terhindarkan karena ada kemiripan antara keduanya serta momen peluncuran yang tak jauh berbeda. Episode pertama House of the Dragon akan tayang pada 21 Agustus, sedangkan The Rings of Power mengawali acara pada 2 September.
Pertempuran keduanya bakal menarik karena masing-masing meraih sukses di media berbeda. Game of Thrones berjaya sebagai serial TV, sedangkan trilogi the Lord of the Rings hits sebagai film layar lebar.
Untuk memahami serial terbaru kedua tayangan fantasi ini, mari kita bedah satu-persatu aspeknya.
Apa plot cerita House of the Dragon dan The Rings of Power?
Dua serial terbaru ini adalah prekuel dari Game of Thrones dan Lord of the Rings.
House of the Dragon mengisahkan rangkaian kejadian yang berjarak ratusan tahun sebelum Game of Thrones dan berfokus pada kebangkitan dan kejatuhan House Targaryen, salah satu keluarga yang memperebutkan kendali wilayah Westeros.
Adapun The Rings of Power menjabarkan kisah lebih jauh ke belakang, tepatnya ribuan tahun sebelum petualangan dalam film the Hobbit serta the Lord of the Rings.
Premis utamanya adalah bangkitnya tokoh jahat, Sauron.
Di mana saya bisa menyaksikan House of the Dragon dan The Rings of Power?
Keduanya ditayangkan pada dua platform streaming berbeda. House of the Dragon merupakan produksi HBO Max dan distribusinya berbeda di tiap-tiap negara.
The Rings of Power adalah andalan Amazon dalam bersaing menghadapi sesama platform streaming, seperti Netflix dan Disney. Serial itu hanya akan tersedia pada layanan Prime Video.
Siapa saja pemeran dalam House of the Dragon dan The Rings of Power?
House of the Dragon akan menampilkan wajah-wajah pemeran yang lebih dikenal ketimbang Rings of Power, semisal Paddy Considine (Peaky Blinders) serta Matt Smith (Dr Who dan The Crown).
The Rings of Power akan mengandalkan wajah-wajah baru seperti aktor Inggris, Morfydd Clark. Dia akan memainkan peran peri Galadriel, yang pada trilogi the Lord of the Rings diperankan Cate Blanchett.
Serial mana yang menciptakan kehebohan lebih besar?
Ekspektasi dan spekulasi terhadap masing-masing serial sangat besar. Cuplikannya saja telah disaksikan jutaan penonton.
Cuplikan resmi House of the Dragon (yang dirilis ke YouTube pada Oktober 2021) saat ini sudah ditonton lebih dari 17 juta kali.
Adapun cuplikan resmi pertama The Rings of Power, yang dilepas ke publik pada Februari lalu sebagai bagian dari iklan menjelang pertandingan football di AS, ditonton lebih dari 30 juta kali di YouTube.
Keduanya juga menarik perhatian media, khususnya mengenai besaran serta ongkos produksi.
Biaya produksi The Rings of Power diperkirakan membuat acara itu sebagai serial paling mahal dalam sejarah pertelevisian. Amazon disebut-sebut telah berkomitmen menggelontorkan lebih dari US$1 miliar (Rp14,8 triliun).
Jumlah yang sama spektakulernya dicetak House of the Dragon. Ongkos produksinya disebut-sebut mencapai US$20 juta (Rp297 miliar) untuk setiap episode pada musim pertama yang berjumlah 10 episode.
Karena itu, kedua serial pasti akan menjadi hits, kan?
Itu adalah pertanyaan yang timbul di benak banyak penggemar, mengingat kedua serial punya tantangan masing-masing.
Pada kasus The Rings of Power, tantangan utama adalah transisi dari format film layar lebar ke serial televisi. Selanjutnya, serial televisi tersebut tidak akan disutradarai figur pemenang Piala Oscar, yaitu Peter Jackson, serta deretan pemeran pada trilogi film yang meraih berbagai penghargaan.
Tantangan lain berkaitan dengan JRR. Tolkien, penulis sekaligus pencipta jagat the Lord of the Rings, yang meninggal dunia pada 1973.
Amazon tidak mendapatkan hak atas The Silmarillion, kumpulan kisah yang diterbitkan pada 1977, sesudah Tolkien wafat. Padahal, rangkaian tulisan itu sangat krusial karena menetapkan kerangka historis untuk kejadian-kejadian dalam buku the Hobbit serta the Lord of the Rings.
Para produser lantas berupaya mengatasi kendala ini dengan menarik inspirasi dari catatan-catatan dalam The Return of the King, buku terakhir pada trilogi the Lord of the Rings.
Bagi para penggemar sejati the Lord of the Rings, tulisan-tulisan orisinal Tolkien kerap diperlakukan seperti kitab agama.
Nah, apakah mereka akan memberi restu terhadap serial The Rings of Power?
Mungkin perlu ada sentuhan gaib dari para pembuat serial tersebut untuk meyakinkan para pemuja karya Tolkien bahwa tayangan terbaru ini layak dikaitkan dengan jagat ciptaan sang penulis asli.
Para penggemar Game of Thrones tidak punya kerisauan serupa. Sebab George R.R. Martin, yang menulis buku-buku landasan serial orisinal, juga terlibat dalam pembuatan the House of the Dragon.
Bahkan serial baru ini merupakan adaptasi dari buku Fire and Blood karya Martin yang diterbitkan pada 2018.
Para pembuat House of the Dragon juga mungkin akan diuntungkan lantaran Game of Thrones masih tetap sangat digemari walau serial tersebut berakhir setelah delapan musim.
Akan tetapi masih ada kendala besar bagi serial tersebut. Sebagian penggemar tayangan itu cukup kecewa dengan akhir cerita pada musim kedelapan. Pertanyaannya, apakah mereka masih terpikat untuk menyaksikan serial terbaru?
Jadi serial manakah yang akan memenangi pertempuran?
Jika pencarian di internet adalah ukuran popularitas, maka House of the Dragon telah mencuri start.
Di seluruh dunia, khalayak lebih banyak mencari informasi spin-offGame of Thrones di Google ketimbang The Rings of Power—setidaknya pencarian dalam bahasa Inggris.
Pengecualian utama terjadi ketika cuplikan The Rings of Power dirilis dan pemasaran di acara Superbowl terjadi pada Februari tahun ini.
Game of Thrones sebagai sebuah tayangan franchise juga lebih banyak dicari ketimbang Lord of the Rings dalam bahasa Inggris.
Namun, apakah fakta ini bisa kemudian membuat jumlah penonton House of the Dragon lebih banyak? Lantas, kalaupun kedua serial banyak disaksikan, mengapa kita membandingkan mereka?
Itu juga yang menjadi pertanyaan George RR Martin dalam sebuah wawancara podcast awal tahun ini.
"Semua berita mengenai House of the Dragon versus The Rings of Power adalah sudut pandang yang sempit."
"Kenapa kita berasumsi fantasi hanya cukup besar untuk satu [tayangan]? Saya berharap keduanya akan sukses," tambahnya.
Akan tetapi, Martin bicara lain ketika diwawancara harian Inggris, The Independent.
"Jika mereka menang enam Piala Emmy, dan saya harap mereka meraihnya, saya berharap kami menang tujuh [piala]."
Baiklah, mau tidak mau pertempuran akan segera dimulai.