Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten Media Partner
Siapa Gibran Rakabuming Raka, Wapres Termuda Indonesia?
19 Oktober 2024 8:25 WIB
Siapa Gibran Rakabuming Raka, Wapres Termuda Indonesia?
Gibran Rakabuming Raka akan menjadi wakil presiden termuda Indonesia. Namun, manuver yang dilakukan untuk mengangkat Gibran sebagai orang kedua pemimpin Indonesia memicu anggapan bahwa Joko Widodo—yang akan segera lengser—dapat menggunakan pengaruhnya melalui putranya.
Ketika Joko Widodo pertama kali dilantik sebagai presiden Indonesia pada 2014, putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka enggan hadir.
Gibran—saat itu berusia 27 tahun—telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di luar sorotan publik dan sempat tidak setuju dengan keputusan ayahnya terjun ke dunia politik.
Tapi pada 20 Oktober 2024, Gibran justru akan dilantik sebagai wakil presiden Prabowo Subianto, sosok yang menggantikan ayahnya sebagai pemimpin Indonesia selama lima tahun ke depan.
Gibran akan menjadi wakil presiden termuda dalam sejarah Indonesia setelah menjabat hanya sekitar dua tahun sebagai wali kota Solo—jabatan yang sama yang pernah diemban oleh Jokowi.
Saat Jokowi dilantik sebagai presiden 10 tahun lalu, dia dianggap sebagai pendobrak hambatan-hambatan lama dan menjadi harapan masa depan Indonesia. Di sisi lain, naiknya Gibran ke kursi wakil presiden justru dinilai sebagai langkah nepotisme dan pelanggaran konstitusi—yang memperburuk reputasi ayahnya.
Abaikan bisnis mebel, rintis bisnis kuliner
Hingga Gibran mengumumkan pencalonannya sebagai wali kota Solo pada 2019, putra Jokowi ini sama sekali tak terlibat aktif dalam politik.
Alih-alih meneruskan bisnis mebel yang dirintis ayahnya bertahun-tahun sebelumnya, Gibran memilih meniti karier dengan menggeluti bisnis kuliner setelah menyelesaikan pendidikan di Singapura.
Ia merintis bisnis katering yang dia beri nama Chilli Pari pada 2010 dan bisnis yang berhubungan dengan makanan, termasuk martabak terang bulan delapan rasa yang dinamai Markobar.
“Dari awal saya memang enggak mau meneruskan perusahaan keluarga di bidang mebel,” kata Gibran di Solo pada 2015 lalu.
Lambat laun bisnis kateringnya kian berkembang dan nama Chilli Pari kian kondang. Tak hanya Markobar, ia juga mencoba peruntungan dengan menggandeng pemilik warung kaki lima yang menjajakan kuliner di Solo, seperti Ceker Dheer dan Pasta Buntel.
Sayangnya, nasib dua bisnis kulinernya itu tidak semoncer Markobar.
Kala Gibran melebarkan sayap bisnis kulinernya, Jokowi sudah memasuki masa jabatan kedua dan secara konstitusional dilarang mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga.
Jokowi kemudian disebut mulai mendorong Gibran mencalonkan diri sebagai wali kota Solo—yang berpenduduk 500.000 jiwa. Gibran awalnya tidak tertarik dengan dunia politik.
Baca juga:
“Saat ini enggaklah [terjun ke dunia politik]. Saya begini sajalah, jualan martabak," ujar Gibran pada Agustus 2017 silam.
Namun pada akhirnya Gibran berubah pikiran dan terjun ke gelanggang politik pada 2020 silam dalam ajang Pemilihan Wali Kota Solo (Pilwakot).
Dalam sejumlah kesempatan, Gibran mengaku maju pilwakot atas kehendak sendiri dan tak ada campur tangan Jokowi.
“Di keluarga saya itu bapak dan ibu sangat demokratis dan dari dulu prinsip saya harus mandiri. Jadi kalau jadi pengusaha ya pengusaha mandiri, kalaupun nanti jadi politikus ya politikus mandiri," ujar Gibran kala itu.
Dalam sebuah survey yang dilakukan Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi di Solo, tingkat popularitas Gibran mencapai 90% mengimbangi popularitas wakil wali kota Achmad Purnomo—nama yang disokong Partai Demokrasi Perjuangan (PDI-P) untuk maju di pilkada.
Kendati begitu, tingkat elektabilitas Purnomo lebih unggul ketimbang Gibran, dengan tingkat elektabilitas masing-masing 38% dan 13%,
Orang dekat Gibran yang juga koordinator lapangan relawan pendukung Gibran, Kuat Hermawan Santoso, mengatakan alasan yang melatarbelakangi Gibran maju dalam Pilkada Solo adalah demi memberi manfaat yang lebih luas bagi warga Solo.
Selain itu, menurut Kuat, pembangunan di Solo dinilai jalan di tempat sebelum Gibran menjabat.
Gibran akhirnya menang sebagai kandidat dari PDI-P—partai yang sama yang menyokong Jokowi sebagai presiden beberapa tahun sebelumnya.
“Perolehan suara ketika itu kalau tidak salah 89 persen,” ungkap Kuat kepada wartawan Fajar Sodiq yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (13/10).
Batu kerikil di awal karier politik
Jalan terjal sempat dialami Gibran ketika mengawali karier politiknya. Pasalnya, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Solo kala itu sudah memiliki calon sendiri, Achmad Purnomo dan Teguh Prakosa—politikus senior di wilayah itu.
Gibran lantas menemui Ketua Umum PDI-P, Megawati Sukarnoputri demi mendapat restu alias tiket dari DPP PDI-P untuk dapat maju ke dalam Pilkada.
“Saya sampaikan keseriusan saya untuk maju [Pilwakot Solo]," kata Gibran kepada media usai menemui Megawati Soekarnoputri di Jakarta, Oktober 2019 silam.
Akhirnya, partai berlambang kepala banteng dengan moncong putih itu memberikan rekomendasi kepada Gibran dan Teguh Prakosa sebagai pasangan yang diusung di Pilkada Solo 2020.
Nama Achmad Purnomo yang awalnya diplot sebagai bakal calon wali kota Solo akhirnya dicoret.
Ketua DPC Partai Gerindra, Ardianto Kuswinarno, mengatakan ketika mencalonkan diri sebagai wali kota, sosok Gibran dikenal sebagai anak muda yang mumpuni dan bisa melangkah ke depan untuk membangun Kota Solo.
Ketika akhirnya menjabat, klaim Ardianto, Gibran berhasil membangun Solo sesuai dengan yang diinginkannya.
“Mas Gibran itu tidak bisa didikte oleh siapa pun. Dia punya prinsip yang kuat,” kata dia.
Salah satu warga Solo, Dian Nusandari, mengaku mendukung Gibran karena menginginkan pemimpin muda yang dinilainya lebih kreatif dan memiliki wawasan luas serta memiliki ide brilian untuk membangun Solo ke depan.
“Kami mendukung sekali, full totalitas. Kalau orang menyangsikan monggo, karena Gibran baru nongol kan bisa melesat sedemikian itu,” ucapnya.
Menurut klaim yang disampaikan Gibran, pertumbuhan ekonomi di kota Solo telah melonjak hingga mencapai 6,25 persen pada tahun 2022 selama kepemimpinannya.
Jumlah itu, kata Gibran, berkali lipat dari angka pertumbuhan ekonomi Solo ketika dirinya pertama kali menjabat, yakni -1,74 persen.
Akan tetapi, pengamat politik dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Rezza Dian Akbar, mengeklaim bahwa keberhasilan Gibran memimpin Solo tak lepas dari intervensi ayahnya, Joko Widodo.
“Ketika Gibran menjadi wali kota, sebagai anak penguasa mendapat privilese, event-event banyak digelar di Solo, kemudahan pembangunan dibandingkan daerah lain,” jelas Rezza.
“Selain itu Gibran sering di-sowani (didatangi) oleh menteri, tampak sebagai sesuatu hal yang tak normal dalam praktik pemerintahan, " katanya.
Sisi negatif lain, lanjut Rezza, ditunjukkan ketika awal mula Gibran hadir di pentas politik lokal dengan merebut posisi yang disiapkan untuk Achmad Purnomo sebagai calon wali kota Solo hasil penjaringan DPC PDIP Solo.
‘Planga-plongo, Samsul, dan takut debat’
Hubungan antara Jokowi dan PDI-P mulai renggang pada tahun lalu, sebagian karena ketua umum partai Megawati menolak upaya Jokowi untuk memperpanjang masa jabatannya, kata sekretaris partai Hasto Kristiyanto.
Titik balik terjadi pada April 2023, ketika Jokowi diberi tahu Megawati tentang calon presiden partai itu hanya sehari sebelum pengumuman.
Di sisi lain, Prabowo bertekad memenangkan kursi kepresidenan pada Pilpres 2024 setelah dua kekalahan berturut-turut dari Jokowi.
Sejumlah nama sempat digadang-gadang menjadi pendampingnya, seperti Menteri BUMN Erick Thohir, namun Prabowo pada akhirnya mengumumkan nama Gibran sebagai wakil presidennya pada Oktober 2023 lalu.
Baca juga:
Beberapa bulan sesudahnya, pasangan Prabowo-Gibran mengantongi sekitar 58 persen suara dalam penghitungan cepat (quick count) tidak resmi yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei independen setelah pemilu usai digelar pada 14 Februari 2024.
"Tiga bulan yang lalu saya itu bukan siapa-siapa, bapak/ibu sekalian. Saya masih dikatain planga-plongo, dikatain Samsul, dikatain takut debat," ujar Gibran dalam pidatonya di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (14/02).
"Tapi yang jelas ini berkat dukungan doa bapak/ibu semua, saya dan Pak Prabowo sekarang sudah ada di sini. Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Prabowo yang sudah memberikan ruang untuk anak-anak muda seperti saya," ujar Gibran kemudian.
Dipilihnya Gibran yang masih berusia 36 tahun tidak lepas dari putusan Mahkamah Konstitusi beberapa hari sebelumnya, yang memberi ruang kepada kepala daerah di bawah usia 40 tahun untuk dapat menjadi capres dan cawapres.
Ketua hakim MK saat itu adalah Anwar Usman—paman Gibran, sekaligus saudara ipar Jokowi.
Imbas dari putusan ini, Anwar Usman dinyatakan bersalah atas pelanggaran etika karena konflik kepentingan ketika memimpin kasus tersebut, namun putusan tersebut tetap berlaku.
Baca juga:
Gibran pun melenggang maju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden Februari lalu, mendampingi Prabowo Subianto—ketua umum Partai Gerindra.
Tak sedikit orang yang menyayangkan langkah Gibran, termasuk pendukung PDI-P di Solo, Joni Wahyudi.
Sebagai salah satu relawan pendukung Gibran saat maju sebagai calon wali kota Solo pada 2020, Joni mengaku mati-matian mendukung Gibran. Pasalnya, kala itu Gibran diusung oleh PDI-P.
“Saya kecewa dengan keputusan Gibran itu. Otomatis saya mendukung Pak Ganjar [Pranowo], tidak Gibran karena saya tegak lurus dengan PDI-P biarpun tidak mendapat apa-apa tapi kita tegak lurus,” ucapnya.
Ganjar Pranowo adalah calon presiden yang diusung PDI-P pada pilpres lalu.
Pengaruh yang dilanjutkan sang putra
Majunya Gibran sebagai wapres Prabowo jelas menunjukkan bahwa Jokowi berupaya untuk mempertahankan pengaruhnya untuk eksis lebih lama lagi, menurut pengamat politik dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Rezza Dian Akbar.
Meski masa jabatan sudah habis, Rezza berpendapat Jokowi tidak akan kehilangan pengaruh. Jokowi, menurutnya, akan tetap punya kekuasaan walaupun tidak lagi dalam bentuk dominasi, melainkan hegemoni.
“Dengan menempatkan putranya [sebagai wakil presiden] maka pada akhirnya peran serta pengaruh yang ia miliki selama 10 tahun menjabat presiden tidak serta merta hilang karena masih dilanjutkan atau diteruskan oleh putranya," urainya.
Pada pekan-pekan terakhir masa jabatannya, Jokowi menghadapi kritik keras dari berbagai pihak atas apa yang dilihat sebagai upaya membangun dinasti politik demi melindungi warisan pemerintahannya, terutama proyek ibu kota baru Nusantara yang dihiasi beragam masalah—baik minimnya investasi, kerusakan lingkungan dan terancamnya masyarakat adat.
Hingga kini, proyek Nusantara masih dalam tahap pembangunan.
Pada Agustus lalu, gelombang demonstrasi yang meluas memaksa anggota parlemen untuk menarik kembali usulan perubahan undang-undang yang akan memungkinkan putra bungsu Jokowi sekaligus adik Gibran Rakabuming Raka, Kaesang Pangarep, untuk mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta.
Terlepas rakyat suka atau tidak, apakah itu ideal atau sesuai dengan prinsip-prinsp demokrasi, apakah itu hal yang baik dalam konteks politik di negeri ini, menurut Rezza, itu tak jadi soal sebab "kepentingan yang utama dari Jokowi adalah meneruskan dan melanggengkan peran serta pengaruhnya di politik negeri ini".
Hal ini, kata Rezza, juga tercemin dari banyaknya orang-orang yang menempati posisi di kabinet Jokowi, kemungkinan besar akan kembali menjabat pada di bawah presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Karena itulah kita bisa melihat karena pengaruh dan peran Pak Jokowi dalam politik Indonesia tidak serta merta hilang, akan tetap eksis untuk lima tahun mendatang, minimal saat Gibran jadi wapres," ungkapnya.
Meski banyak goncangan dialami Gibran, seperti soal polemik fufufafa yang baru-baru ini terjadi, ia melihat bahwa hal tersebut tidak akan mempengaruhi hubungan Gibran dan Prabowo.
Setidaknya, hal itu juga tercermin dalam pernyataan Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, yang mengatakan: "Pak Prabowo tidak terlalu pusing-pusing yang begitu."
Menurut Rezza, Prabowo-Gibran adalah pasangan politik yang tidak diikat oleh rasa suka dan tidak suka, melainkan oleh kepentingan politik.
Dia mendefiniskan keduanya sebagai pasangan yang punya kepentingan dan visi politik yang sama karena "mereka bagian dari oligarki politik yang sama".
Lantas, sampai kapan Prabowo akan membutuhkan Gibran?
"Sampai kemudian ada perhitungan yang lebih tajam dan lebih pasti ke depannya apakah eksistensi Gibran ini masih menguntungkan atau sudah tidak menguntungkan lagi untuk kepentingan bersama dalam perspektif oligarki ini, " jelasnya.
Bahkan setelah pelantikan pada Minggu (20/10) nanti, Rezza memperkirakan Gibran tak akan berhenti mengalami goncangan hingga pada akhirnya posisinya sebagai nomor dua di Indonesia tergoyahkan.
"Itu tergantung apakah Gibran masih menguntungkan atau membawa risiko lebih besar [bagi] jalannya politik di negeri ini."
Wartawan Fajar di Solo berkontribusi untuk liputan ini
Live Update