Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Siapa Masoud Pezeshkian, Mantan Ahli Bedah Jantung Reformis Terpilih Jadi Presiden Iran?
10 Juli 2024 20:10 WIB
Siapa Masoud Pezeshkian, Mantan Ahli Bedah Jantung Reformis Terpilih Jadi Presiden Iran?
Presiden terpilih Iran, Masoud Pezeshkian, akan menjadi pemimpin reformis pertama Iran dalam hampir dua dekade terakhir, usai dia mengalahkan tokoh garis keras Saeed Jalili dalam pemilu putaran kedua pada Jumat (05/07) silam.
Dalam kampanyenya, mantan ahli bedah jantung dan menteri kesehatan itu berjanji untuk melakukan moderasi pandangan konservatif Iran dan meningkatkan hubungan dengan Barat.
Pria berusia 69 tahun ini juga mengkritik polisi moral yang terkenal keras di Iran serta menyerukan negosiasi pembaruan perjanjian nuklir tahun 2015 yang gagal.
Namun para analis tetap skeptis atas kemampuannya dalam melakukan perubahan di sebuah pemerintahan yang didominasi oleh kelompok ultra-konservatif.
Pezeshkian akan menggantikan presiden garis keras Ebrahim Raisi, yang meninggal dalam kecelakaan helikopter bulan lalu.
Ketika nama Pezeshkian dikonfirmasi masuk dalam kotak suara empat pekan lalu, para pendukungnya yang paling setia pun terkejut bahwa ia berhasil lolos dari Dewan Wali, yang menyetujui calon-calon presiden.
Dewan Wali merupakan sebuah badan beranggotakan ulama dan ahli hukum yang memiliki kekuasaan yang besar.
Badan yang memeriksa kredibilitas agama dan pandangan revolusioner para kandidat ini telah melarang banyak tokoh reformis dan moderat untuk mencalonkan diri dalam pemilu baru-baru ini, termasuk Pezeshkian sendiri pada pemilihan presiden 2021 lalu.
Namun usai pencalonannya disetujui, Pezeshkian kini dengan hati-hati menyeimbangkan janji perubahan dengan pernyataan kesetiaannya kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pemegang otoritas tertinggi di negara tersebut.
Dalam pidato kemenangannya, ia memuji "bimbingan" Ayatollah Khamenei, dan mengatakan bahwa ia tidak akan berhasil tanpa pemimpin itu.
Iran kini sedang menghadapi kesulitan ekonomi dan perang bayangan dengan Israel yang terjadi awal tahun ini. Selain itu ketidakpuasan masyarakat juga terus berlanjut atas tindakan keras terhadap protes yang dipimpin perempuan yang meletus pada 2022.
Rangkaian peristiwa tersebut, ditambah dengan diizinkannya Pezeshkian mencalonkan diri bisa menjadi tanda bahwa Pemimpin Tertinggi Iran ingin melunakkan sikap pemerintah terhadap isu-isu tertentu.
Siapa Masoud Pezeshkian?
Masoud Pezeshkian lahir pada 1954 di kota Mahabad, provinsi barat laut Azerbaijan Barat.
Pezeshkian adalah keturunan campuran Azerbaijan-Kurdi dan mahir berbicara kedua bahasa itu. Hal ini memberinya daya tarik yang luas di kalangan kelompok etnis minoritas, yang mencakup lebih dari sepertiga populasi Iran dengan jumlah 89 juta jiwa.
Pezeshkian belajar ilmu kedokteran sebelum revolusi Islam pada 1979. Sebagai dokter baru, ia mengorganisir bantuan medis bagi tentara yang terluka selama Perang Iran-Irak pada 1980-an.
Dia lalu mengambil spesialis dalam bidang bedah jantung setelah konflik.
Pada tahun 1994, Pezeshkian menghadapi tragedi pribadi ketika istri dan putranya tewas dalam kecelakaan mobil. Sejak saat itu, dia memilih untuk tidak menikah lagi.
Pezeshkian membesarkan seorang putri dan dua putranya sendirian – sebuah kisah yang dia ceritakan selama masa kampanye.
Dia menjanjikan kepada para pendukungnya: “Karena saya setia kepada keluarga saya, saya akan setia kepada Anda.”
Pezeshkian terjun di dunia politik pada awal 2000-an sebagai menteri kesehatan selama masa jabatan kedua pemerintahan reformis Presiden Mohammad Khatami antara tahun 2001 dan 2005.
Kemudian, dia mewakili kota Tabriz di barat laut dalam parlemen sejak 2008 dan menjadi wakil ketua parlemen sejak 2016 hingga 2020.
Usai rangkaian tindakan keras terhadap kerusuhan pasca-pemilu presiden 2009 yang bermasalah, Pezeshkian menarik perhatian atas sikap kritisnya terhadap perlakuan pemerintah ke pengunjuk rasa, yang memicu reaksi balik dari politisi garis keras Iran.
Menyeimbangkan perubahan dengan loyalitas
Pencalonan Pezeshkian dalam pemilihan presiden tahun ini didukung oleh mayoritas kelompok reformis dan Khatami, serta mantan presiden moderat Hassan Rouhani.
Dia unggul tipis atas Saeed Jalili pada putaran pertama pemilu, ketika jumlah pemilihnya mencapai rekor terendah yaitu 40%, di tengah seruan boikot dari para penentang kelompok ulama.
Di putaran kedua selisih suara keduanya melebar, hampir 10%. Pezeshkian mendominasi dengan 53,7% (16,3 juta suara), sedangkan Saeed memperoleh 44,3% (13,5 juta suara).
Dalam sebuah unggahan di media sosial X setelah kemenangannya, Pezeshkian mengatakan kepada Iran bahwa hasil ini menandai awal dari sebuah "kemitraan".
"Jalan sulit di masa depan tidak dapat dihaluskan tanpa kerja sama, simpati, dan kepercayaan Anda. Saya mengulurkan tangan kepada Anda dan bersumpah demi kehormatan saya, saya tidak akan meninggalkan Anda sendirian dalam perjalanan ini. Jangan tinggalkan saya sendiri," tulisnya.
Meskipun Pezeshkian dianggap seorang reformis, di sisi lain, ia sering menekankan pengabdiannya kepada Pemimpin Tertinggi.
Dia menggambarkan dirinya sebagai "reformis prinsipal" dengan berkata: "Saya adalah seorang penganut prinsip, dan untuk prinsip-prinsip inilah kami mengupayakan reformasi."
Dalam konteks politik Iran, "prinsipal" mengacu pada pendukung konservatif Pemimpin Tertinggi yang mengadvokasi perlindungan prinsip-prinsip ideologis pada masa-masa awal revolusi 1979.
Para pengamat yakin bahwa kemampuan Pezeshkian yang 'berdiri di dua kaki' dalam agenda-agenda reformis dan prinsipil yang akan menentukan kesuksesannya.
Kemenangannya telah menggagalkan rencana kelompok Islam garis keras, yang berharap untuk mengangkat tokoh konservatif lain untuk menggantikan Raisi dan – bersama pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei – mengendalikan semua kekuasaan Iran.
Harapan bagi perempuan dan pemilih muda?
Pendukung Pezeshkian yang sebagian besar kaum muda turun ke jalan-jalan di ibu kota, Teheran, dan kota-kota lain untuk merayakan kemenangan – bahkan sebelum hasil akhir diumumkan.
Mereka bernyanyi, menari dan mengibarkan bendera hijau khas kampanyenya.
Pezeshkian telah memberikan harapan kepada sebagian generasi muda Iran di saat banyak yang sedang putus asa akan masa depan mereka. Beberapa bahkan berencana meninggalkan negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di tempat lain.
Di sebuah tempat pemungutan suara di Teheran, Fatemeh, perempuan berusia 48 tahun, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa dia memilih calon presiden yang moderat karena “prioritasnya [Pezeshkian] mencakup pada perempuan dan hak-hak generasi muda”.
Selain itu, Afarin, 37 tahun, yang memiliki salon kecantikan di Isfahan, mengatakan kepada Reuters: "Saya tahu Pezeshkian akan menjadi presiden yang lemah, tapi tetap saja dia lebih baik daripada presiden garis keras."
Banyak para pemilih memboikot pemilu putaran pertama pekan lalu. Mereka marah atas aksi-aksi penindasan di dalam negeri hingga konfrontasi internasional yang menyebabkan Iran mendapat sanksi dan memperluas kemiskinan.
Mereka juga frustrasi dengan kurangnya pilihan calon dalam pemilu. Dari enam kandidat yang diperbolehkan mencalonkan diri, lima di antaranya merupakan kelompok Islam garis keras.
Ditambah lagi, ada rasa putus asa karena – dengan keputusan akhir di tangan Ayatollah Khamenei mengenai kebijakan pemerintah – kecil kemungkinan terjadinya perubahan nyata.
Salah satu dari mereka yang menolak memberikan suara adalah Azad, seorang manajer SDM berusia 35 tahun dan aktivis di Teheran yang telah dipenjara dua kali karena mengkritik pemerintah Iran.
Azad, yang namanya diubah dalam artikel ini demi keselamatannya, mengatakan dia masih trauma karena dikurung di sel isolasi dan menjalani interogasi yang melelahkan.
Dia mengatakan kepada BBC bahwa terlepas dari kemenangan Pezeshkian, pemimpin tertinggi tetap menjadi “dalang” di Iran.
“Kaum reformis sudah punya waktu 45 tahun dan mereka belum melakukan upaya untuk mereformasi struktur politik,” katanya, merujuk pada masa sejak Revolusi Islam.
Apa janji-janji Pezeshkian?
Dalam pemilu putaran kedua Jumat (05/07) lalu, beberapa orang nampaknya berubah pikiran. Mereka kembali hadir di tempat pemungutan suara. Banyak yang memilih Pezeshkian untuk menghalangi kemenangan Jalili.
Pezeshkian terlihat akan menegaskan kembali banyak kebijakan yang telah menjadi akar ketidakpuasan domestik dan internasional, seperti patroli polisi moral yang kontroversial di Iran.
Lawannya, Saeed Jalili mengambil sikap anti-Barat selama kampanyenya dan mengkritik perjanjian tahun 2015 yang mengharuskan Iran mengekang program nuklir dengan imbalan pelonggaran sanksi.
Para pemilih khawatir jika Jalili menang, pemerintahannya bisa menimbulkan kemarahan Amerika dan sekutu regionalnya – serta memperburuk situasi ekonomi Iran.
Sebagai perbandingan, Pezeshkian menyerukan “hubungan konstruktif” dengan negara-negara Barat, dan menghidupkan kembali perjanjian nuklir untuk “mengeluarkan Iran dari isolasinya”.
Pezeshkian mengatakan bahwa perekonomian Iran tidak dapat berfungsi akibat dari sanksi yang saat ini dikenakan terhadap negara tersebut.
Selain itu, jika Jalili menang akan ada pergeseran kebijakan dalam negeri yang berpotensi lebih keras, seperti memperketat persyaratan bagi perempuan untuk mengenakan jilbab.
Pezeshkian menentang penggunaan kekerasan untuk menerapkan aturan wajib berhijab - sebuah isu besar dalam beberapa tahun terakhir.
Dia sebelumnya menyesalkan kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi, seorang perempuan muda yang ditangkap karena diduga melanggar hukum. Kematiannya memicu protes besar-besaran secara nasional.
Presiden terpilih diperkirakan akan mengambil alih kekuasaan dalam hitungan hari untuk mengisi kekosongan dalam pemerintahan yang ditinggalkan oleh Raisi.
Selain mendorong untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir dan meringankan sanksi, Pezeshkian juga berjanji untuk melihat Iran bergabung dengan konvensi perbankan internasional.
Kelompok konservatif enggan melakukan hal tersebut, sehingga Iran kehilangan hubungan normal perbankan dengan negara lain.
Pezeshkian juga mengatakan akan menghapus sensor internet di Iran.
Namun tidak jelas seberapa besar kebebasan politik yang akan diberikan kepadanya untuk membawa perubahan yang berarti.
Dia harus "bekerja di seluruh sistem Iran yang didominasi konservatif untuk mencoba dan membangun dukungan" bagi agendanya yang lebih moderat, kata Sanam Vakil, direktur Program Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House yang berbasis di London.
“Dia tidak akan memiliki terlalu banyak ruang independen untuk bermanuver, kecuali pada sektor ekonomi yang berada di tangan presiden,” tambah Vakil kepada BBC.
Dia menambahkan bahkan “kemajuan berarti hanya dapat dicapai melalui negosiasi dengan AS untuk mendapatkan keringanan sanksi".