Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten Media Partner
Siapa Pendeta yang Ceramahi Trump Soal LGBT+ dan Imigran Saat Ibadah Pelantikan Presiden?
24 Januari 2025 8:30 WIB
Siapa Pendeta yang Ceramahi Trump Soal LGBT+ dan Imigran Saat Ibadah Pelantikan Presiden?
Uskup Mariann Edgar Budde merupakan pendukung hak-hak LGBT+ dan perlindungan imigran. Khotbahnya yang meminta Trump mengampuni kelompok LGBT+ dan imigran mencuat di tengah pertentangan antara kelompok Kristen progresif dan konservatif.
Bagi banyak orang Kristen progresif di Amerika Serikat, ucapan Uskup Mariann Edgar Budde agar Presiden Donald Trump menunjukkan belas kasihan kepada orang-orang LGBTQ+ dan imigran adalah contoh kepemimpinan Kristen yang terbaik.
Sebaliknya, bagi sebagian umat Kristen konservatif, ucapan Budde pada ibadah pelantikan di Katedral Nasional Washington justru ditanggapi dengan cibiran.
Seorang pendeta menyebut perkataan Budde "tidak pantas dan memalukan". Presiden Donald Trump mengecam Budde di platform media sosial miliknya, Truth Social.
Ia menyebut Budde "seorang Radikal Kiri, pembenci Trump garis keras".
Trump juga menuntut permintaan maaf publik dari Budde.
Siapa sosok Budde?
Dalam khotbah selama 15 menit di Katedral Nasional Washington, Budde membicarakan tentang isu imigran ilegal dan juga kelompok LGBTQ+ yang ia sebut tengah dalam ketakutan menghadapi masa depan.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp .
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Khotbah ini disampaikan kala Trump mulai menerapkan sejumlah kebijakan, termasuk pengakuan atas dua gender: laki-laki dan perempuan. Selain itu, Trump juga telah mengumumkan kebijakan lain terkait penghentian migrasi ilegal dan klaim suaka di perbatasan AS.
Pendeta berusia 65 tahun tersebut merupakan pemimpin spiritual untuk 86 jemaat episkopal di District of Columbia dan juga empat distrik di Maryland. Budde merupakan perempuan pertama yang memegang jabatan tersebut. Ia juga bertugas melayani umat di Katedral Nasional Washington.
Laporan hasil wawancara Washington Post pada 2011 dengan Budde—tak lama pascapelantikannya sebagai uskup Episkopal Washington—menggambarkan dirinya sebagai "liberal yang tanpa basa-basi". Dalam wawancara itu, Budde menyatakan dukungannya terhadap pernikahan sesama jenis.
Pandangannya tersebut diterima warga DC, yang didominasi simpatisan Partai Demokrat.
Sementara itu, Gereja Episkopal dinilai sebagai salah satu gereja paling liberal yang membentuk Komuni Anglikan global.
Situs web gereja ini menuliskan misinya "bercita-cita untuk menyampaikan dan mencontohkan kasih Tuhan bagi setiap manusia. Gereja ini juga mengatakan "semua jenis kelamin dan orientasi seksual" menjabat sebagai uskup, pendeta, dan diaken.
Unggahan soal Uskup Budde di situs web gerejanya menggambarkan dirinya sebagai "seorang advokat dan organisator yang mendukung masalah keadilan, termasuk kesetaraan ras, pencegahan kekerasan senjata, reformasi imigrasi, (dan) inklusi penuh bagi orang-orang LGBTQ+."
Pertentangan antara Kristen progresif dan konservatif
Hal ini sangat kontras dengan pandangan banyak penganut Kristen yang lebih konservatif, seperti kelompok Evangelis yang merupakan kelompok inti pendukung Donald Trump.
Bagi kelompok konservatif, peningkatan hak LGBT+ bertentangan dengan ajaran Alkitab. Mereka juga khawatir pembiaran terhadap imigrasi membahayakan Amerika, serta menuduh mantan Presiden Biden mendorong perdagangan manusia.
Ini bukan pertama kalinya Budde berselisih dengan Donald Trump.
Ia pernah mengecam Donald Trump karena difoto sedang memegang Alkitab di luar Gereja Episkopal St. John di Washington D.C. Foto itu diambil di tengah protes kematian George Floyd—warga kulit hitam yang mengalami kekerasan oleh polisi - pada bulan Juni 2020.
Dalam sebuah wawancara saat itu, Budde menuduh Trump "semua yang dia katakan dan lakukan bertujuan untuk mengobarkan kekerasan... Kita membutuhkan kepemimpinan moral, dan dia telah melakukan segalanya untuk memecah belah kita."
Ini menunjukkan adanya pertentangan nilai dalam skala yang lebih luas di tengah warga Amerika, antara dua visi yang saling bertentangan tentang apa artinya menjadi seorang Kristen.
Kaum progresif berpendapat bahwa hidup seperti Yesus berarti menerima orang lain dan memperjuangkan keadilan sosial. Banyak kaum konservatif memandang negara mereka dalam keadaan kemerosotan moral akibat tidak mengikuti firman Tuhan.
Pertentangan ini pun terbawa dalam pemilihan presiden, Para pemimpin Evangelis terkemuka seperti Franklin Graham menyebut kemenangan Trump sebagai "kemenangan besar bagi umat Kristen, bagi kaum evangelis".
Kemungkinan pertentangan ini kembali hadir lewat pernyataan Budde di depan Trump pada ibadah pelantikan tersebut.
Dalam salah satu pernyataannya, Gereja Episkopal menegaskan kembali dukungannya terhadap para migran, dengan menyatakan bahwa "sebagai orang Kristen, iman kita dibentuk oleh kisah Alkitab tentang orang-orang yang dipimpin Tuhan ke negara-negara asing untuk melarikan diri dari penindasan."
Lewat akun X, anggota parlemen Republik Mike Collins mencuitkan mengenai Uskup Budde, yang ia sebut "orang yang menyampaikan khotbah ini harus ditambahkan ke daftar deportasi."