Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Taliban Hancurkan Ladang Opium dalam Perang Melawan Narkoba
10 Juni 2023 12:45 WIB
·
waktu baca 8 menitSambil menyeimbangkan senapan serbu AK-47 yang tersampir di bahu kirinya, Abdul memukul kuncup bunga-bunga poppy dengan tongkat besar di tangan kanannya sekeras mungkin. Batang-batangnya dan getah dari kuncup poppy berterbangan ke udara, menguarkan bau menyengat khas opium dalam bentuknya yang paling mentah.
Hanya dalam beberapa menit, Abdul dan puluhan laki-laki lainnya membumihanguskan tanaman-tanaman poppy yang memenuhi sepetak kebun kecil itu.
Kemudian pria-pria bersenjata - semuanya mengenakan shalwar kameez (pakaian tradisional Afghan dengan celana panjang longgar), berjanggut dan mata bercelak - naik ke belakang truk pikap dan bergerak ke kebun berikutnya. Mereka adalah anggota unit anti-narkotika Taliban di Provinsi Nangarhar, Afghanistan timur.
Kami diberikan akses eksklusif untuk bergabung dengan mereka dalam salah satu patroli untuk memusnahkan perkebunan poppy.
Kurang dari dua tahun yang lalu orang-orang ini adalah pasukan pemberontak, bagian dari perang untuk mengambil alih negara. Sekarang mereka sudah menang dan di pihak pemerintah, melaksanakan perintah pimpinan.
Pada April 2022, pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada, memerintahkan agar penanaman poppy - sumber opium, bahan utama untuk heroin - dilarang keras. Siapapun yang melanggar larangan itu akan dihancurkan kebunnya dan dihukum berdasarkan hukum Syariah.
Seorang juru bicara Taliban mengatakan kepada BBC mereka menerapkan larangan itu karena efek mudarat opium - yang diambil dari kapsul biji poppy - dan karena melanggar keyakinan agama mereka. Afghanistan pernah memproduksi lebih dari 80% opium dunia. Heroin yang dibuat dari opium Afghanistan menyumbang 95% pasar di Eropa.
BBC berangkat ke Afghanistan - dan menggunakan analisis satelit - untuk menyaksikan sendiri efek tindakan keras Taliban terhadap budidaya opium. Para pemimpin Taliban tampaknya lebih sukses melakukannya daripada siapa pun.
Kami menemukan penurunan besar dalam pertumbuhan opium di provinsi-provinsi penghasil opium utama, dengan seorang pakar mengatakan budidaya tahunan bisa turun 80% dari tahun lalu. Tanaman gandum, yang harganya lebih murah, telah menggantikan bunga poppy di ladang-ladang - dan banyak petani berkata mereka kehilangan banyak pendapatan.
Kami mengunjungi beberapa provinsi termasuk Nangarhar, Kandahar dan Helmand; melewati jalan bergelombang dan berlumpur; berjalan bermil-mil di daerah pegunungan terpencil; berjalan melalui lahan pertanian; melompati kali, untuk melihat kenyataan di lapangan.
Keputusan Taliban tidak diterapkan pada panen opium tahun 2022, yang menurut Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) meningkat sepertiganya sepanjang tahun 2021.
Namun tahun ini sangat berbeda. Bukti yang kami lihat di lapangan didukung oleh citra yang diambil dari atas.
David Mansfield, pakar terkemuka dalam perdagangan narkoba Afghanistan, bekerja sama dengan Alcis — sebuah perusahaan Inggris yang berspesialisasi dalam analisis satelit.
"Kemungkinan besar budidaya opium tahun akan kurang dari 20% budidaya tahun 2022. Skala pengurangan ini tidak pernah terjadi sebelumnya," ujarnya.
Banyak petani telah mematuhi larangan tersebut, dan Taliban telah menghancurkan tanaman mereka yang tidak mematuhinya.
Toor Khan, komandan unit patroli Taliban yang bersama kami di Nangarhar, mengatakan bahwa dia dan anak buahnya sudah hampir lima bulan menghancurkan ladang-ladang opium, dan telah menghancurkan puluhan ribu hektare tanaman.
"Kamu menghancurkan ladangku, Tuhan menghancurkan rumahmu," teriak seorang perempuan yang marah pada unit Taliban itu saat mereka memusnahkan ladang opiumnya.
"Aku sudah memberitahumu pagi ini untuk menghancurkannya sendiri. Kamu tidak melakukannya, jadi sekarang aku harus melakukannya," balas Toor Khan. Wanita itu lalu masuk ke dalam rumahnya.
Putranya ditahan oleh Taliban, lalu dibebaskan dengan peringatan beberapa jam kemudian.
Taliban datang beramai-ramai dan membawa senjata karena pernah ada kejadian penduduk setempat yang marah di wilayah ini. Setidaknya satu warga sipil tewas ditembak selama kampanye pembersihan dan ada beberapa laporan tentang bentrokan lainnya.
Ekspresi nelangsa tampak di wajah petani Ali Mohammad Mia saat dia menyaksikan Taliban menghancurkan ladangnya. Bunga-bunga poppy berwarna merah muda, kuncup-kuncup hijau, dan batang-batang yang patah berserakan di tanah setelah mereka selesai.
Kami bertanya, mengapa dia masih menanam opium meskipun dilarang?
"Kalau tidak ada makanan di rumah, dan anak-anak saya kelaparan, saya mau apa lagi?" katanya. "Kami tidak punya tanah yang luas. Kalau kami tanami gandum, hasilnya akan sangat sedikit dibandingkan yang bisa kami dapatkan dari opium."
Yang luar biasa ialah kecepatan Taliban melakukan tugas mereka hanya dengan menggunakan tongkat. Enam ladang, masing-masing berukuran antara 200-300 meter persegi, dibersihkan hanya dalam waktu setengah jam.
Kami bertanya kepada Toor Khan, bagaimana perasaan mereka tentang menghancurkan sumber mata pencaharian bagi rakyat mereka sendiri yang kelaparan?
"Ini perintah pemimpin kami. Kesetiaan kami kepadanya sedemikian rupa sehingga kalau dia menyuruh teman saya untuk menggantung saya, saya akan menerimanya dan menyerahkan diri kepada teman saya itu," ujarnya.
Provinsi Helmand di barat daya pernah menjadi jantung opium Afghanistan, menghasilkan lebih dari setengah opium di negara itu. Kami berangkat ke sana tanpa ditemani unit anti-narkotika Taliban, untuk melihat langsung bagaimana situasinya sekarang.
Tahun lalu ketika kami berkunjung ke provinsi itu, berpetak-petak tanah ditutupi dengan ladang opium. Kali ini kami tidak bisa melihat satu ladang pun yang ditanami poppy.
Analisis Alcis menunjukkan bahwa budidaya opium di Helmand telah berkurang lebih dari 99%. "Citra resolusi tinggi Provinsi Helmand menunjukkan bahwa budidaya opium berkurang hingga di bawah 1.000 hektar, padahal tahun sebelumnya 129.000 hektar," kata David Mansfield.
Kami menemui petani Niamatullah Dilsoz di Distrik Marjah - selatan ibu kota Helmand, Lashkar Gah - saat dia sedang memanen gandum. Tahun lalu, dia menanam opium di ladang yang sama. Dia mengatakan para petani di Helmand, kubu Taliban, telah mematuhi larangan tersebut.
"Beberapa petani mencoba menanam opium di halaman mereka secara sembunyi-sembunyi di balik tembok, tapi Taliban menemukan dan menghancurkan ladang-ladang itu," kata Nialamullah.
Ladang itu sepi, hanya ada suara batang gandum yang dipotong dan kicau burung. Selama perang, tempat itu menjadi garis depan. Helmand adalah tempat pasukan Inggris membangun pangkalan dan tempat mereka menjalani beberapa pertempuran paling sengit mereka.
Niamatullah berusia awal 20-an tahun. Ini pertama kalinya dalam hidupnya dia tidak takut dihantam bom saat keluar rumah.
Tapi bagi orang-orang yang hidupnya sudah sulit akibat perang berkepanjangan, larangan opium telah memukul telak keuangan mereka. Apalagi ia datang saat keruntuhan ekonomi yang telah menyebabkan kemiskinan hampir universal di Afghanistan. Dua pertiga dari populasi tidak tahu dari mana makanan mereka berikutnya akan datang.
"Kami sangat kesal. Gandum menghasilkan kurang dari seperempat dari apa yang biasa kita dapatkan dari opium," katanya. "Saya tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga saya. Saya harus mengambil pinjaman. Kami sudah sangat kelaparan dan belum mendapat bantuan dari pemerintah."
Kami bertanya kepada Zabiullah Mujahid, juru bicara utama pemerintah Taliban, apa yang dilakukan pemerintahnya untuk membantu rakyat.
"Kami tahu rakyat sangat miskin dan mereka menderita. Tapi mudarat opium lebih besar daripada manfaatnya. Empat juta dari populasi 37 juta warga kami menderita kecanduan narkoba.
Itu angka yang besar," katanya. "Perihal sumber mata pencaharian lain, kami ingin masyarakat internasional membantu warga Afghanistan yang merugi."
Dia menolak pernyataan PBB, AS dan pemerintah negara lainnya bahwa opium pernah jadi sumber pendapatan utama Taliban ketika mereka berperang melawan pasukan Barat dan rezim Afghanistan sebelumnya.
Kami bertanya, bagaimana mereka bisa mengharapkan organisasi internasional untuk membantu, ketika pemerintah Taliban sendiri telah mengganggu operasi dan pendanaan mereka dengan melarang perempuan bekerja untuk semua LSM?
"Komunitas internasional semestinya tidak menghubung-hubungkan isu kemanusiaan dengan urusan politik," jawab Mujahid.
"Opium tidak hanya merugikan Afghanistan, seluruh dunia terpengaruh olehnya. Kalau dunia dapat diselamatkan dari kejahatan besar ini, maka wajar bila rakyat Afghan mendapatkan bantuan sebagai imbalannya."
Pada sumbernya, dampak larangan harga opium sudah jelas. Di Kandahar, rumah spiritual Taliban dan secara tradisional salah satu daerah penghasil opium terbanyak, kami bertemu dengan seorang petani yang menyimpan sedikit hasil panennya dari tahun lalu — dua kantong plastik, masing-masing seukuran bola sepak, penuh dengan getah opium berwarna gelap dan bau. Kami menyembunyikan identitasnya untuk melindunginya.
"Tahun lalu tepat sebelum dilarang, saya menjual kantong seperti ini dengan harga seperlima dari yang bisa saya dapatkan sekarang. Saya menunggu harganya naik lagi sehingga bisa menunjang keluarga saya lebih lama.
Situasi kami sangat buruk. Saya sudah pinjam uang untuk membeli makanan dan pakaian. Tentu saja, saya tahu opium itu berbahaya, tapi apa alternatifnya?" dia bertanya.
Barangkali perlu waktu agak lama untuk dampak kebijakan ini sampai ke harga heroin di jalanan.
"Meskipun harga opium dan heroin masih pada level tertinggi selama 20 tahun, mereka telah jatuh selama enam bulan terakhir, kendati tingkat budidaya opium rendah tahun ini," kata Mansfield.
"Ini menunjukkan ada stok yang cukup banyak dalam sistem, dan produksi serta perdagangan heroin terus berlanjut. Penyitaan di negara-negara tetangga dan sekitarnya juga menunjukkan bahwa kelangkaan heroin tidak akan segera terjadi."
Mike Trace - mantan pejabat UNODC - adalah penasihat kebijakan narkoba senior pemerintah Inggris ketika rezim pertama Taliban melarang penanaman opium pada tahun 2000, setahun sebelum invasi yang dipimpin AS ke Afghanistan.
"Itu tidak mengakibatkan dampak yang besar dan langsung pada harga dan pasar Barat, karena ada banyak sekali penimbunan oleh para aktor di sepanjang rute perdagangan narkoba itu," katanya. "Itulah sifat pasar dan itu tidak berubah secara mendasar selama 20 tahun terakhir."
Miliaran dolar dihabiskan oleh AS di Afghanistan untuk berupaya memberantas produksi dan perdagangan opium, dengan harapan dapat memotong sumber pendanaan Taliban.
Mereka melancarkan serangan udara ke ladang-ladang opium di wilayah yang dikuasai Taliban, membakar stok opium dan melakukan penggerebekan di laboratorium narkoba.
Tapi opium juga tumbuh bebas di daerah-daerah yang dikuasai oleh mantan rezim Afghanistan yang disokong AS, sesuatu yang disaksikan BBC sebelum Taliban mengambil alih negara itu pada tahun 2021.
Untuk saat ini, Taliban tampaknya telah mencapai apa yang tidak bisa dilakukan Barat di Afghanistan. Tetapi ada pertanyaan tentang berapa lama mereka dapat mempertahankannya.
Perihal kecanduan heroin di Inggris dan seluruh Eropa, Mike Trace mengatakan penurunan dramatis dalam budidaya opium di Afghanistan kemungkinan besar akan mengubah jenis narkotika yang dikonsumsi.
"Orang-orang cenderung beralih ke obat-obatan sintetis yang bisa jauh lebih jahat daripada opium," kata Mike.
Peliputan tambahan oleh Imogen Anderson dan Rachel Wright