Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Teka-teki Pelarian Penyair Prancis Arthur Rimbaud di Indonesia Setelah Desersi dari KNIL
19 Oktober 2024 11:00 WIB
Teka-teki Pelarian Penyair Prancis Arthur Rimbaud di Indonesia Setelah Desersi dari KNIL
Pada musim panas tahun 1876, penyair Prancis bernama Arthur Rimbaud tiba di Jakarta—saat itu masih bernama Batavia—setelah mendaftar sebagai Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL).
Dia kemudian lari dari tugasnya dan menjadi desertir dua pekan setelah tiba Salatiga, Jawa Tengah.
Pelariannya di Indonesia masih diselimuti misteri, hampir 150 tahun kemudian.
Kini, di pintu masuk kediaman wali kota Salatiga yang dinaungi pohon bugenvil terpampang sebuah plakat yang didedikasikan sebagai monumen perjalanan singkat sosok penyair yang menginspirasi para penulis seperti James Joyce hingga Jim Morrison.
Begitu besarnya pengaruh Arthur Rimbaud—yang dianggap sebagai salah satu penyair terbaik Prancis—Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mempertimbangkan membuat jalur jejak perjalanan singkat Rimbaud demi memberikan penghormatan atas pengembaraannya di Jawa.
"Saya yakin hampir setiap penyair Indonesia yang menganggap puisi sebagai ekspresi alam bawah sadar dan manifestasi surealisme telah membaca [karya] Arthur Rimbaud setidaknya sekali dalam hidup mereka," kata penulis kelahiran Salatiga, Triyanto Triwikromo, kepada kantor berita AFP.
'Negara tempat angin berhembus'
Dalam puisi bertajuk "Bad Blood" yang dilahirkan Rimbaud pada 1873, penyair yang akan berusia 170 tahun jika masih hidup pada 20 Oktober 2024 itu telah membayangkan berkelana ke “negara-negara tempat angin berhembus dan basah” dan “kepulauan dengan bintang-bintang".
Keinginan Rimbaud terwujud saat tiba di Batavia, pelabuhan yang ramai sekaligus ibu kota Hindia Belanda yang sekarang dikenal sebagai Jakarta, pada 23 Juli 1876.
Rimbaud datang setelah mendaftar sebagai serdadu selama enam tahun di Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL)—pasukan militer Kerajaan Hindia Belanda yang didirikan Belanda 1830—menurut para penulis biografi.
Baca juga:
Dari Jakarta, Rimbaud kemudian berlayar lagi ke Semarang di tengah Pulau Jawa yangberjarak sekitar 400 kilometer dari Jakarta. Dia kemudian menumpang kereta api melintasi jalur yang dibuat pemerintah kolonial untuk mengangkut pasukan dan rempah-rempah.
Bersama serdadu rekrutan KNIL lainnya—termasuk beberapa rekan senegaranya—Rimbaud menuju Ambarawa di sebelah selatan Semarang, menurut Jamie James, penulis buku Rimbaud in Java: the Lost Voyage yang terbit pada 2011.
Stasiun Ambarawa tidak lagi aktif melayani penumpang reguler, tapi kini menjadi rmuseum kereta api yang menawarkan layanan wisata kereta uap bagi wisatawan menuju stasiun lain yang juga tidak aktif, yakni Stasiun Tuntang di Salatiga.
Ini adalah tempat terakhir yang diketahui sebagai persinggahan Rimbaud sebelum akhirnya menghilang.
"Saya belum pernah mendengar tentang Rimbaud," kata Okta, seorang pemandu wisata
Namun, "ini adalah kisah menarik yang harus kita ceritakan kepada pengunjung kita", tambahnya.
Sekitar 100.000 wisatawan datang ke Ambarawa tiap tahunnya, 30 persen di antaranya adalah orang asing.
Pada 15 Agustus 1876—dua pekan setelah tiba di Indonesia—penulis puisi The Sleeper in the Valley ini melarikan diri dari baraknya sebelum dikirim untuk bertempur di Aceh.
Ketika meninggalkan Salatiga—kota yang saat itu berpenduduk hanya 1.000 jiwa namun kini berkali-kali lipat menjadi 200.000 jiwa—mungkin penyair itu bersembunyi di sebuah gubuk di kaki Gunung Merbabu, mencoba merealisasikan imajinasi yang dia bayangkan dalam puisi “Bad Blood”.
"Berenang, menginjak rumput, berburu, terutama merokok: minum minuman keras seperti logam mendidih—seperti yang dilakukan para leluhur di sekitar api unggun," tulisnya.
Namun, minggu-minggu terakhir sang penyair di Indonesia—yang meninggal di Marseille pada usia 37 tahun—tetap menjadi misteri.
Setelah kabur dari tugasnya di KNIL, yang diketahui hanyalah bahwa Rimbaud berlayar ke Eropa dan tiba di Prancis pada awal 1877.
Setelah itu, dia melanjutkan perjalanan ke Yaman dan Etiopia.
Meski yang tertinggal dari jejak Rimbaud di Indonesia adalah plakat yang terpampang di rumah dinas wali kota Salatiga yang menyatakan Rimbaud “tinggal di Salatiga dari tanggal 2 hingga 15 Agustus 1976”, sebuah jalur jejak perjalanan Rimbaud kini sedang direncanakan.
Sri Sarwanti, kepala kantor perpustakaan dan arsip Salatiga, mengatakan mereka ingin "memperkuat dan mengingatkan orang-orang tentang apa yang telah dibawa Arthur Rimbaud ke wilayah kami".
"Kami terbuka terhadap inisiatif apa pun yang menyoroti masa tinggal Rimbaud di Jawa," kata Hilmar Farid, direktur jenderal di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kepada AFP.