Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
TPNPB Ajukan Proposal Pembebasan Pilot Selandia Baru – ‘Bila Jakarta Tidak Merespons, Jakarta yang Bertanggung Jawab’
18 September 2024 9:15 WIB
TPNPB Ajukan Proposal Pembebasan Pilot Selandia Baru – ‘Bila Jakarta Tidak Merespons, Jakarta yang Bertanggung Jawab’
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) mengumumkan proposal pembebasan Philip Mark Mehrtens, pilot asal Selandia Baru yang telah disandera sejak 7 Februari 2023. Di sisi lain, pemerintah Indonesia mengatakan “sangat menghargai” upaya pembebasan atas dasar kemanusiaan--namun tidak mengakui TPNPB.
TPNPB, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM), mengumumkan rencana pembebasan Mehrtens pada Selasa (17/9).
“Kami membuka diri untuk aksi kemanusiaan ini, demi membebaskan pilot Susi Air asal Selandia Baru yang masih ditahan TPNPB dalam keadaan selamat,” tulis TPNPB dalam dokumen proposal pembebasan Mehrtens yang dibagikan kepada BBC News Indonesia.
Ada sejumlah syarat yang diajukan TPNPB kepada pemerintah Indonesia, termasuk membuka akses bagi media dan pihak-pihak internasional untuk terlibat dan “mengikuti semua arahan TPNPB” dalam proses pembebasan.
Pemerintah Indonesia diminta “tidak menekan” Mehrtens dan membiarkannya “menyampaikan apa yang dia rasakan” selama disandera TPNBP di wilayah Ndugama di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.
Lebih lanjut, TPNPB meminta pemerintah Indonesia tidak melakukan operasi militer dan menarik aparat militer non-organik dari Ndugama selama proses pembebasan berlangsung.
“Apabila pemerintah Indonesia tidak patuhi, maka kami akan membatalkan proses pembebasan di waktu yang tidak ditentukan hingga ada niat baik oleh kedua negara [Indonesia dan Selandia Baru],” tulis TPNPB.
Rencananya, sejumlah fasilitator akan dilibatkan dalam proses pembebasan, termasuk Dewan Gereja-gereja Sedunia (WCC), Human Rights Monitor, dan Dewan Gereja Papua Nugini (PNGCC).
Sementara itu, Shienny Angelita diharapkan menjadi “fasilitator khusus Indonesia”.
Shienny lama bekerja untuk Centre for Humanitarian Dialogue dan tercatat kerap membantu menjembatani dialog antara pemerintah Indonesia dan kelompok-kelompok di Papua.
Sebby Sambom, juru bicara Komnas TPNPB, bilang bila pemerintah Indonesia tidak merespons proposal ini, “Jakarta yang bertanggung jawab.”
Dihubungi secara terpisah, Hadi Tjahjanto, mantan Panglima TNI yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, mengatakan, “Kami tidak mengenal Komnas TPNPB.”
Namun, katanya, pemerintah “sangat menghargai” jika ada pihak yang ingin membantu membebaskan pilot Mehrtens atas dasar kemanusiaan.
“Pihak tersebut bisa menghubungi kepala desa/distrik terdekat. Aparat keamanan akan membantu mengevakuasi dan menyelamatkan untuk diserahkan kepada keluarganya,” kata Hadi melalui pesan singkat kepada BBC News Indonesia, Selasa sore (17/9).
Saat ditanya apakah pemerintah Indonesia telah menerima secara resmi proposal dari TPNPB, Hadi menjawab, “Tidak ada.”
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru menyatakan telah mengetahui proposal pembebasan dari TPNPB.
“Fokus kami tetap pada upaya mencapai resolusi damai dan membebaskan Phillip [Mehrtens] dengan aman,” kata Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru melalui surel, Rabu dini hari (18/9).
“Kami terus bekerja sama dengan semua pihak untuk mencapai hal ini dan tidak akan membahas rinciannya secara terbuka.”
Bagaimana detail proposal pembebasan Philip Mehrtens?
TPNPB, dalam proposalnya, meminta pemerintah Selandia Baru menyiapkan dua pesawat.
Pesawat pertama bakal bersiaga di Bandara Sentani di Jayapura, Papua. Pesawat kedua digunakan untuk menjemput Phillip Mark Mehrtens di bandara di Nduga “yang akan disetujui” Egianus Kogoya selaku panglima TPNPB untuk wilayah Ndugama-Derakma.
“Jika tidak ada pesawat [kedua] dari Selandia Baru [untuk penjemputan Mehrtens], maka kami akan charter pesawat Air Niugini dari PNG [Papua Nugini],” kata TPNPB dalam dokumen proposalnya.
Pilot pesawat yang melakukan penjemputan diharapkan “orang asli Papua”.
“Lokasi pembebasan di Nduga akan diumumkan sebelum tiga hari pembebasan agar diketahui publik,” kata TPNPB.
Setelah menjemput Mehrtens, TPNPB mengatakan, pesawat akan kembali ke Bandara Sentani. Di sana, wartawan lokal, nasional, dan internasional bakal menanti kedatangan tim penjemputan.
“Pesawat yang bawa pilot saat kembali harus melewati Papua Nugini dan melakukan konferensi pers di Jacksons International Airport,” kata TPNPB.
Proposal ini muncul setelah Sebby Sambom, juru bicara Komnas TPNPB, dan Egianus berkomunikasi pada 3 Agustus 2024 dan menyepakati pembebasan Mehrtens.
“Ini adalah misi kemanusiaan yang harus dan wajib didukung oleh semua pihak,” kata TPNPB.
Sebelumnya, kelompok Egianus disebut menolak pembebasan Mehrtens.
Ketua OPM, Jeffrey P Bomanak, yang posisinya tidak diakui TPNPB, saat itu turut mendukung sikap Egianus.
Menurut Jeffrey, dikutip dari video di akun YouTube-nya, penyanderaan Mehrtens akan terus berlangsung sampai Indonesia membuka diri untuk bernegosiasi bersama OPM dan TPNPB terkait nasib bangsa Papua untuk merdeka.
Namun, sikap Egianus disebut berubah setelah berdiskusi dengan Sebby.
“Saya sudah jelaskan tentang untung-rugi penahanan pilot,” kata Sebby pada BBC News Indonesia, Selasa (17/9).
“Kalau tukar sandera dengan merdeka itu tidak ada sejarah negara di dunia ini [yang seperti itu]. Saya sudah jelaskan, jadi mereka paham dan mereka setuju untuk bebaskan.”
Sekali lagi, Sebby menegaskan pihaknya berinisiatif membebaskan Mehrtens “demi kemanusiaan”, bukan karena usaha pemerintah Indonesia.
Selama ini, pemerintah Indonesia disebutnya “tidak jantan” untuk “berani duduk dan bicara” soal pembebasan pilot Mehrtens.
Sekarang, kata Sebby, TPNPB telah mengumumkan ke publik proposal pembebasan Mehrtens.
Kalau tidak ada respons dari Jakarta, “Kami tidak tanggung jawab. Jakarta yang bertanggung jawab.”
“Kita [menyampaikan] proposal secara umum, terbuka, supaya ada monitor dari [dunia] internasional, begitu kita punya perhitungan,” ujar Sebby.
Apakah pemerintah Indonesia akan menerima proposal TPNPB?
Saat dimintai tanggapannya soal proposal TPNPB, Hadi Tjahjanto, mantan Panglima TNI yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, mengatakan, “Kami tidak mengenal Komnas TPNPB.”
Namun, katanya, pemerintah “sangat menghargai” jika ada pihak yang ingin membantu membebaskan pilot Philip Mark Mehrtens atas dasar kemanusiaan.
“Pihak tersebut bisa menghubungi kepala desa/distrik terdekat. Aparat keamanan akan membantu mengevakuasi dan menyelamatkan untuk diserahkan kepada keluarganya,” kata Hadi melalui pesan singkat kepada BBC News Indonesia, Selasa sore (17/9).
Yogi Nugroho, Komandan Satgas Media di Komando Operasi (Koops) Habema TNI yang bertugas menangani konflik di Papua, mengatakan saat ini TNI masih mendalami proposal dari TPNPB, yang merupakan sayap militer OPM.
“Terkait proposal ini, TNI pada dasarnya mengutamakan soft approach dalam proses pembebasan sandera,” kata Yogi.
Menurut Yogi, TNI mengutamakan tindakan kemanusiaan dan hak asasi manusia (HAM) dalam melaksanakan tugasnya di Papua.
Karena itu, kata Yogi, tidak benar bila Sebby mengatakan pemerintah dan militer Indonesia tidak memiliki niat baik untuk membebaskan pilot Mehrtens.
Candra Kurniawan, Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, bilang pihaknya tentu bersyukur bila benar Mehrtens akan dibebaskan, sembari menegaskan keselamatan si pilot adalah “prioritas”.
Namun, Candra mempertanyakan pernyataan TPNPB-OPM yang bermaksud membebaskan Mehrtens dengan alasan kemanusiaan, apalagi mengingat mereka yang sejak awal menyandera si pilot.
“Pada dasarnya misi kemanusiaan dari aparat keamanan untuk melindungi dan menyelamatkan pilot dan masyarakat, sehingga gerombolan OPM tidak perlu melebar ke mana-mana jika benar-benar akan membebaskan pilot Susi Air," ujar Candra dalam keterangan tertulisnya.
Andreas Harsono, peneliti senior Human Rights Watch, menegaskan bahwa prioritas semua pihak saat ini, terutama pemerintah Indonesia dan Selandia Baru, adalah membuat Mehrtens bebas, selamat, dan bertemu kembali dengan keluarganya.
Karena itu, katanya, penting agar pihak-pihak terkait mengikuti standar internasional perlindungan HAM, termasuk soal akses ke Papua Barat.
“Pemerintah Indonesia perlu memberikan akses kepada orang-orang yang diminta bantu menjadi saksi pembebasan sandera–sekaligus melindungi sandera maupun orang-orang asli Papua yang terlibat dalam proses tersebut–agar bisa datang ke Jayapura atau Wamena,” kata Andreas.
Dalam proposalnya, TPNPB meminta kehadiran sejumlah pihak saat proses penyerahan Mehrtens.
Mereka mencakup dua orang dari Dewan Gereja-gereja Sedunia (WCC), satu perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), satu perwakilan keluarga Mehrtens, satu tokoh masyarakat dari Nduga, dan satu advokat.
Dua wartawan senior nasional dan internasional serta dua tokoh HAM dari Indonesia juga secara spesifik diminta menjadi saksi.
Masalahnya, kata Andreas, Indonesia membatasi akses wartawan asing ataupun pemantau HAM internasional ke Papua.
Bila ingin ke Papua, selama ini mereka harus minta “surat jalan” lewat sebuah clearing house di Kementerian Luar Negeri.
Menurut Andreas, proses ini bisa memakan waktu bulanan atau bahkan tahunan, sehingga kerap berakhir dengan ketidakjelasan; ditolak tidak, diterima pun tidak.
“Proposal menyebutkan belasan nama agar datang ke Wamena dan Jayapura, bahkan Nduga, agar keselamatan pilot terjamin,” kata Andreas.
“Persoalannya, apakah orang-orang itu bersedia datang begitu jauh ke Wamena? Kalaupun bersedia, apakah diberi izin?”