Universitas Nalanda yang Mengubah Dunia, Jauh Lebih Tua dari Universitas Oxford

Konten Media Partner
13 Maret 2023 9:30 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lebih dari 500 tahun sebelum Universitas Oxford di Inggris didirikan, Universitas Nalanda di India sudah menampung sembilan juta buku dan tempat pendidikan bagi 10.000 mahasiswa dari seluruh dunia.
Kabut tebal menyelimuti pagi musim dingin kala itu. Mobil kami berkelok sedikit demi menghindari kereta kuda, moda transportasi yang masih populer di Bihar, India Timur.
Kabut seputih mutiara membuat kuda-kuda yang berlari dan kusir yang mengenakan sorban hanya terlihat bayangannya saja.
Setelah menghabiskan satu malam di Kota Bodhgaya, permukiman kuno tempat Sang Buddha dinyatakan mencapai pencerahan, saya berangkat ke Nalanda.
Kota itu memiliki salah satu pusat pembelajaran terbesar di dunia pada zaman kuno, tapi sekarang hanya tersisa reruntuhan bata merahnya saja.
Didirikan pada tahun 427 M, Nalanda dianggap sebagai universitas residensial pertama di dunia, rumah bagi sembilan juta buku dan menarik 10.000 mahasiswa dari seluruh Asia Timur dan Tengah.
Mereka berkumpul di sini untuk mempelajari kedokteran, lopenganut aharan Buddha dari beberapa cendekiawan paling dihormati di zaman itu.
Seperti yang pernah diucapkan Dalai Lama : "Sumber dari semua pengetahuan [Buddha] yang kita miliki, berasal dari Nalanda."
Selama lebih dari tujuh abad Nalanda berkembang, tidak ada yang menyerupainya di dunia.
Universitas tersebut mendahului Universitas Oxford dan universitas tertua di Eropa, Bologna, lebih dari 500 tahun.
Pendekatan filosofi dan agama Nalanda juga membantu membentuk budaya di Asia jauh setelah universitas itu sudah tidak lagi berdiri.
Menariknya, raja-raja Kerajaan Gupta yang mendirikan universitas monastik Buddha itu adalah penganut Hindu yang taat, tetapi menaruh simpati dan menerima ajaran Buddha dan semangat intelektual Buddhis yang berkembang serta tulisan-tulisan filosofis pada masa itu.
Tradisi budaya dan agama liberal yang berkembang di bawah pemerintahan mereka kelak membentuk inti dari kurikulum akademik multidisiplin Nalanda, yang memadukan Buddhisme intelektual dengan pengetahuan yang lebih tinggi di berbagai bidang.
Sistem medis Ayurveda India kuno, yang berakar pada metode penyembuhan berbasis alam, diajarkan secara luas di Nalanda dan kemudian bermigrasi ke bagian lain India melalui alumni.
Institusi Buddhis lainnya mendapat inspirasi dari desain halaman terbuka kampus yang dikelilingi oleh ruang doa dan ruang kuliah.
Plesteran yang diproduksi di sini memengaruhi seni di Thailand, dan seni logam bermigrasi dari sini ke Tibet dan semenanjung Malaya.
Namun, mungkin warisan Nalanda yang paling penting dan bertahan lama adalah pencapaiannya di bidang matematika dan astronomi.
Aryabhata, yang dianggap sebagai bapak matematika India, diperkirakan memimpin universitas tersebut pada abad ke-6 Masehi.
"Kami percaya bahwa Aryabhata adalah orang pertama yang menetapkan nol sebagai angka, sebuah konsep revolusioner, yang menyederhanakan perhitungan matematis dan membantu mengembangkan jalan yang lebih kompleks seperti aljabar dan kalkulus," kata Anuradha Mitra, seorang profesor matematika yang berbasis di Kolkata.
"Tanpa nol, kita tidak akan memiliki komputer," tambahnya.
"Dia juga yang melakukan percobaan dalam mengekstraksi akar kuadrat dan kubik, dan penerapan fungsi trigonometri pada geometri bola. Dia orang pertama yang mengaitkan pancaran sinar bulan dengan sinar matahari yang dipantulkan."
Karya ini kemudian sangat memengaruhi perkembangan matematika dan astronomi di India selatan dan di seluruh Jazirah Arab.
Universitas itu secara teratur mengirimkan beberapa cendekiawan dan profesor terbaiknya ke tempat-tempat seperti China, Korea, Jepang, Indonesia, dan Sri Lanka untuk menyebarkan ajaran dan filosofi Buddha.
Program pertukaran budaya kuno ini membantu menyebarkan dan membentuk ajaran Buddha di seluruh Asia.
Peninggalan arkeologi Nalanda sekarang menjadi situs Warisan Dunia Unesco.
Pada 1190-an, universitas ini dihancurkan oleh pasukan penyerang yang dipimpin oleh jenderal militer Turko-Afghanistan Bakhtiyar Khilji, yang berusaha memadamkan pusat pengetahuan Buddhis selama penaklukannya atas India utara dan timur.
Kampus itu begitu luas sehingga api dari kebakaran yang dilakukan oleh penyerang dikatakan menyala selama tiga bulan.
Saat ini, situs galian seluas 23 hektare ini mungkin hanya sebagian kecil dari kampus aslinya, tetapi berjalan-jalan melalui banyak biara dan kuilnya membangkitkan perasaan seperti apa rasanya belajar di sini.
Saya tiba di halaman dalam sebuah biara. Ruang persegi panjang yang besar itu didominasi oleh sebuah podium batu.
“Dulunya ini ruang kuliah yang bisa menampung 300 siswa. Dan podiumnya adalah podium guru,” kata Kamla Singh, pemandu lokal, yang mengajak saya mengelilingi sisa bangunan.
Saya pergi ke salah satu ruangan kecil yang berderet di halaman yang menjadi tempat tinggal para siswa dari Afghanistan.
Dua ceruk yang saling berhadapan dimaksudkan untuk menyimpan lampu minyak dan barang-barang pribadi. Singh menjelaskan bahwa ceruk kecil berbentuk persegi di dekat pintu masuk berfungsi sebagai kotak surat pribadi setiap siswa.
Seperti pada universitas elit saat ini, proses pendaftaran Nalanda sangat sulit.
Calon siswa perlu terlibat dalam wawancara lisan yang ketat dengan profesor top Nalanda.
Mereka yang beruntung diajari oleh sekelompok profesor eklektik dari berbagai penjuru India dan secara kolektif bekerja di bawah guru Buddha yang paling dihormati pada zaman itu, seperti Dharmapala dan Silabhadra .
Sembilan juta manuskrip yang terbuat dari daun and tulisan tangan di dalam perpustakaan kampus adalah gudang kebijaksanaan Buddhis terkaya di dunia.
Hanya segelintir dari koleksi tersebut yang selamat dari api – dibawa oleh para biksu yang melarikan diri.
Manuskrip itu sekarang dapat ditemukan di Los Angeles Country Museum of Art di AS dan Museum Yarlung di Tibet.
Biksu dan pengelana Buddha dari China yang terkenal, Xuanzang, belajar dan mengajar di Nalanda.
Ketika dia kembali ke Tiongkok pada tahun 645 M, dia membawa kembali sebuah gerobak berisi 657 kitab suci Buddha dari Nalanda.
Xuanzang kemudian menjadi salah satu cendekiawan Buddhis paling berpengaruh di dunia.
Dia akan menerjemahkan sebagian dari tulisan-tulisan ini ke dalam bahasa Mandarin untuk membuat risalah hidupnya, yang ide utamanya adalah bahwa seluruh dunia hanyalah representasi dari pikiran.
Muridnya yang berasal dari Jepang, Dosho , kemudian memperkenalkan doktrin ini ke Jepang, dan menyebar lebih jauh ke dunia Sino-Jepang, di mana doktrin ini tetap menjadi agama besar sejak saat itu.
Akibatnya, Xuanzang disebut sebagai "biksu yang membawa agama Buddha ke Timur".
Dalam deskripsi Xuanzang tentang Nalanda, dia menyebutkan Stupa Agung – sebuah monumen besar yang dibangun untuk mengenang salah satu murid utama Sang Buddha.
Saya berdiri di depan reruntuhan bangunan yang megah, berbentuk seperti piramida segi delapan. Tangga batu bata menuju ke puncak bangunan, juga dikenal sebagai Monumen Agung.
Banyak kuil kecil dan stupa nazar menghiasi teras beraspal yang mengelilingi candi setinggi 30 meter, yang dihiasi oleh lukisan-lukisan indah.
"Stupa Agung sebenarnya sudah ada sebelum universitas ini berdiri, dibangun pada abad ke-3 Masehi oleh Kaisar Ashoka. Strukturnya telah dibangun kembali dan direnovasi beberapa kali selama delapan abad," kata Anjali Nair, seorang guru sejarah dari Mumbai, yang saya temui di lokasi.
"Stupa itu berisi abu para biksu Buddha yang pernah hidup dan mati di sini, mendedikasikan seluruh hidup mereka untuk universitas," tambahnya.
Lebih dari delapan abad setelah jatuhnya universitas ini, beberapa cendekiawan menentang teori yang dipegang secara luas bahwa Nalanda dihancurkan karena Khilji dan pasukannya merasa ajaran universitas ini bersaing dengan Islam.
Sementara pencabutan ajaran Buddha mungkin menjadi kekuatan pendorong di balik serangan itu, salah satu arkeolog perintis India, HD Sankaliya, menulis hal berbeda.
Dalam bukunya pada 1934, The University of Nalanda, dia menulis penampakan kampus yang seperti benteng dan kisah-kisah mengenai harta kekayaannya adalah alasan yang cukup bagi penyerang untuk menganggap universitas tempat yang menguntungkan untuk diserang.
"Ya, sulit untuk menetapkan alasan yang pasti untuk invasi tersebut," kata Shankar Sharma, direktur museum yang memamerkan 350 artefak dari lebih dari 13.000 barang antik yang disimpannya, yang diselamatkan selama penggalian Nalanda.
"Namun, itu bukan serangan pertama terhadap Nalanda," kata Sharma, saat kami berjalan melewati reruntuhan.
"Tempat ini pernah diserang oleh Hun di bawah Mihirkula pada abad ke-5, dan sekali lagi mengalami kerusakan parah akibat invasi raja Gauda Bengal, pada abad ke-8."
Sementara Hun datang untuk menjarah, sulit untuk menyimpulkan apakah serangan kedua oleh Raja Benggala adalah hasil dari antagonisme yang berkembang antara sekte Hindu Shaivite mereka dan umat Buddha pada saat itu.
Pada kedua kesempatan tersebut, setelah penyerangan bangunan dipulihkan, dan fasilitas diperluas dengan bantuan perlindungan kekaisaran dari para penguasa.
“Pada saat Khilji menginvasi kuil suci pembelajaran ini, ajaran Buddha mengalami penurunan secara keseluruhan di India,” kata Sharma.
"Dengan kemerosotan internalnya, ditambah dengan [kemunduran] dinasti Buddhis Pala yang telah melindungi universitas sejak abad ke-8 M, invasi ketiga adalah pukulan maut terakhir."
Sisa bangunan Universitas Nalanda, di Bihar, India.
Selama enam abad berikutnya, Nalanda berangsur-angsur tenggelam dan akhirnya terkubur, sebelum "ditemukan" oleh surveyor Skotlandia Francis Buchanan-Hamilton pada 1812, dan kemudian diidentifikasi sebagai Universitas Nalanda kuno oleh Sir Alexander Cunningham pada 1861.
Ketika saya berdiri di dekat stupa mini, saya melihat sekelompok kecil biksu muda yang mengenakan jubah merah berkeliling di lokasi sebelum mereka berhenti untuk berkumpul di atas alas besar bekas kuil.
Para pertapa muda itu duduk tegak dalam posisi meditatif, mata mereka tertuju pada Monumen Agung – sebuah penghormatan hening untuk masa lalu yang gemilang.
Anda dapat membaca versi asli artikel ini dengan judul Nalanda: The university that changed the world di BBC Travel.