Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Warga Rusia Kehilangan Pekerjaan karena Menentang Perang
22 Maret 2022 13:08 WIB
·
waktu baca 6 menitBagi guru geografi berusia 28 tahun, Kamran Manafly, segalanya bermula dari sebuah unggahan di Instagram. "Saya tidak mau menjadi cerminan propaganda negara," tulisnya di situs media sosial tersebut, beberapa hari sebelum tulisan itu dilarang di Rusia.
"Saya punya pendapat sendiri! Banyak guru begitu. Dan tahu tidak? Itu tidak sama dengan pendapat Negara."
Manafly tak bisa menahan dorongan untuk menulis komentar tersebut setelah pertemuan staf di sekolah menengah tempat ia mengajar di pusat kota Moskow. Dalam pertemuan itu, ia dan rekan-rekannya diberi tahu bagaimana cara berbicara dengan murid-murid mereka tentang situasi di Ukraina - supaya tidak menyimpang dari posisi pemerintah.
Dua jam setelah mengunggah, ia ditelepon kepala sekolah yang menyuruhnya untuk segera menghapus unggahan itu, atau ia akan kehilangan pekerjaannya.
"Saya tidak mau menghapusnya," kata Manafly kepada BBC. "Saya langsung tahu tidak ada gunanya berdebat, jadi saya pikir langkah yang terbaik adalah mengundurkan diri."
Ketika ia tiba di sekolah keesokan hari untuk mengambil barang-barangnya dan menandatangani surat pengunduran diri, ia dilarang masuk ke area sekolah.
"Mereka mengatakan dapat perintah untuk tidak membiarkan saya masuk. Anak-anak mulai turun ke jalan untuk mendukung saya, mengucapkan selamat tinggal dan sebagainya. Kemudian seseorang menelepon polisi dan mengatakan saya mengadakan unjuk rasa tanpa izin."
Video yang dilihat oleh BBC menunjukkan anak-anak berkerumun di sekitar Manafly, bertepuk tangan, tersenyum, dan mengucapkan selamat tinggal.
Manafly akhirnya bisa mengambil barang-barangnya, dan keesokan harinya ia bertemu dengan kepala sekolah, yang meminta penjelasan resmi tentang alasan ia mengungkapkan pandangan politiknya di media sosial. Ia menolak memberi penjelasan, dan memang sudah berniat untuk mengundurkan diri, tetapi ia diberi tahu bahwa situasinya telah berubah, dan ia akan dipecat.
"Dua hari kemudian, saya diberi tahu bahwa saya telah dipecat karena perilaku tidak bermoral di tempat kerja," kata Manafly. "Bagi saya, yang paling aneh ialah mereka menganggap ekspresi pendapat pribadi sebagai 'tidak bermoral'."
Kepala sekolah tidak menanggapi permintaan komentar, tetapi dalam pesan WhatsApp yang dilihat oleh BBC, orang tua di sekolah diberitahu bahwa unggahan Manafly di media sosial telah melanggar perjanjian kerja dengan atasannya, yang ia bantah.
Rusia menyerang Ukraina:
Penumpasan 'informasi palsu'
Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari, ribuan warga Rusia, terutama di Kota Moskow dan St Petersburg, menyatakan penentangan mereka terhadap hal yang disebut Kremlin "operasi militer khusus" dengan menandatangani petisi, memposting di media sosial, atau turun ke jalanan untuk bergabung dengan unjuk rasa anti-perang.
Negara lalu merespons dengan tangan besi, menahan ribuan pengunjuk rasa dan memberlakukan undang-undang baru yang membuat penyebar 'informasi palsu' tentang militer Rusia dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.
Namun, kiriman Instagram Manafly tidak melanggar undang-undang tersebut, menurut surat kabar Rusia Novaya Gazeta, yang merasa dapat mempublikasikannya secara penuh bahkan setelah peraturan baru itu mulai berlaku.
Meskipun risikonya semakin besar, bagi Katya Dolinina, invasi Ukraina adalah saat ia merasa tidak bisa diam lagi. Biasanya, sebagai manajer dua bioskop di jaringan bioskop Moskino yang berafiliasi dengan Negara, Dolinina cenderung menyimpan pandangan politiknya untuk diri sendiri.
"Saya suka pekerjaan saya, saya menikmatinya. Saya tidak ingin kehilangan pekerjaan itu," katanya kepada BBC, menjelaskan alasan ia tidak ambil bagian dalam protes sebelumnya terhadap pemerintah.
Tetapi ketika perang dimulai, sikapnya berubah. Ketika kawan-kawannya sesama pekerja di sektor budaya mengirimkan surat terbuka terhadap hal yang disebut pemerintah Rusia sebagai "operasi khusus", ia tidak ragu untuk menambahkan namanya.
"Saya setuju dengan pendapat bahwa operasi ini harus segera dihentikan, bahwa ini tidak baik-baik saja," katanya.
Segera setelah menandatangani surat itu, Dolinina ditelepon oleh bosnya. Ia harus segera menghapus namanya dari surat itu, atau mengundurkan diri. Jika ia menolak untuk melakukan keduanya, ia akan dipecat. Moskino tidak menanggapi permintaan komentar dari BBC.
"Saya merasa itu tidak penting lagi. Saya tidak tahu bagaimana saya akan bekerja jika mereka tidak meminta saya untuk mengundurkan diri. Setelah operasi khusus ini dimulai, saya tidak merasakan motivasi untuk melakukan apa pun yang tidak terkait dengannya," ujarnya.
Dolinina pun mengundurkan diri tanpa ribut-ribut, katanya, karena ia khawatir bosnya akan menemukan dalih untuk memecatnya, yang akan menyebabkan lebih banyak masalah di masa depan.
Seluruh proses pengunduran dirinya hanya butuh waktu beberapa jam, dan suasana pada pertemuan terakhir dengan manajernya berlangsung ramah - mereka mengatakan kepada Dolinina bahwa mereka sedih melihatnya pergi, meskipun ia sekarang bertanya-tanya apakah itu hanya upaya untuk menghindari konflik.
Tetapi bagi Anna Levadnaya, seorang dokter anak dan pemengaruh dengan lebih dari dua juta pengikut di Instagram, pertemuan saat ia mengetahui harus mengundurkan diri jauh dari ramah.
Ia sedang berlibur ke luar negeri ketika invasi Ukraina dimulai. Hari itu, ia mengunggah foto di Instagram dari jendela pesawat terbang, disertai gambar merpati perdamaian.
"Saya tidak memilih agresi," tulisnya. "Saya takut akan [nasib] kita semua." Ia menjelaskan akar keluarganya dari Ukraina, dan meminta supaya "neraka ini" berakhir sesegera mungkin.
Dengan pengikut yang begitu besar di Instagram, unggahan itu tidak mungkin luput dari perhatian tempat kerjanya, sebuah pusat medis besar yang dikelola Negara di Moskow.
Beberapa hari kemudian, Levadnaya, yang masih di luar negeri, mendengar dari rekan-rekannya bahwa direktur pusat medis mengecam komentar anti-perangnya selama rapat pagi di hadapan lebih dari 100 rekannya. Ia menerima rekaman video dari acara tersebut.
"Itu mempermalukan saya di depan publik," kata Levadnaya kepada BBC. "Mereka dengan gamblang mengatakan bahwa seseorang yang tidak mendukung tujuan pemerintah seharusnya tidak bekerja di lembaga yang dikelola negara."
Direktur memberikan pidato, selama beberapa menit, yang menjelaskan bahwa jika Levadnaya mendapat informasi yang lebih baik tentang peristiwa dunia, ia akan mendukung "operasi khusus" Rusia. Segera setelah itu, ia diperintahkan untuk menulis surat pengunduran diri, dan jika menolak ia akan dipecat.
Suratnya terdiri dari hanya satu kalimat, menjelaskan dengan singkat bahwa ia "tidak mungkin untuk melanjutkan pekerjaannya".
Dalam unggahan-unggahan di media sosialnya, Levadnaya menjelaskan isu-isu medis terkini dengan cara yang menarik dan masuk akal bagi para audiens. Ia telah belajar untuk hidup dengan para troll dan komentar marah warganet, katanya, tetapi invasi Ukraina membawanya ke level yang berbeda.
"Bahkan vaksin Covid yang menciptakan begitu banyak perselisihan, tidak menyebabkan kebencian di antara masyarakat seperti perang ini. Ada perpecahan besar dalam masyarakat sekarang, karena semua orang hanya percaya kebenaran mereka sendiri."
Banyak yang menemukan diri mereka di sisi yang berlawanan dengan pihak Negara dalam perpecahan itu mengalami hidup mereka berubah 180 derajat karena perang di Ukraina. Beberapa kehilangan pekerjaan, yang lain mengundurkan diri sebagai protes. Ikatan keluarga telah menjadi tegang, seringkali di sepanjang garis generasi.
Bagi Kamran Manafly dan ribuan lainnya, satu-satunya pilihan adalah meninggalkan negara itu. Tetapi tidak semua orang bisa, atau ingin, untuk mengambil langkah itu.
"Tidak setiap orang Rusia yang tidak setuju dengan propaganda Kremlin dapat meninggalkan negara ini," kata Katya Dolinina. "Kami masih di sini. Kami masih punya harapan. Kami berusaha untuk tidak menyerah.
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 6 November 2024, 7:07 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini