Konten dari Pengguna

Mengapa Anak Perlu Diberi Kebebasan Memilih jalan Hidupnya?

Alna Huriyah Sajidah
Mahasiswi S1 Jurusan Psikologi - Universitas Muhammadiyah Surakarta
28 Oktober 2025 8:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Mengapa Anak Perlu Diberi Kebebasan Memilih jalan Hidupnya?
Tulisan ini membahas pentingnya kebebasan anak menentukan cita-cita dari perspektif biopsikologi, serta dampaknya pada motivasi, kesehatan mental, dan perkembangan otak.
Alna Huriyah Sajidah
Tulisan dari Alna Huriyah Sajidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mengapa anak perlu diberikan kebebasan memilih jalan hidupnya (sumber: https://unsplash.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengapa anak perlu diberikan kebebasan memilih jalan hidupnya (sumber: https://unsplash.com)
ADVERTISEMENT
Di tengah tuntutan zaman yang serba cepat, banyak anak dan remaja merasa kebingungan ketika ditanya tentang cita-cita mereka. Sebagian besar bukan karena tidak punya mimpi, melainkan karena merasa harus mengikuti keinginan orang tua atau ekspektasi lingkungan. Tekanan seperti ini sering dianggap hal wajar “demi masa depan yang baik” padahal di balik itu, ada dampak mendalam terhadap kesehatan mental dan cara kerja otak anak.
ADVERTISEMENT
Melalui pandangan biopsikologi, kita bisa memahami bahwa kebebasan memilih bukan sekadar hak moral, melainkan kebutuhan biologis bagi otak yang sehat. Ketika anak didorong untuk menentukan jalannya sendiri, otak mereka berfungsi lebih optimal dalam mengatur emosi, motivasi, dan kemampuan belajar. Ada beberapa alasan mengapa anak perlu diberikan kebebasan memilih jalan hidupnya:

1. Motivasi yang Tumbuh dari Dalam Diri

Motivasi sejati lahir dari dalam diri seseorang, bukan karena tekanan dari luar. Dalam psikologi, hal ini dikenal sebagai motivasi intrinsik. Dorongan ini muncul ketika seseorang melakukan sesuatu karena merasa tertarik dan puas melakukannya, bukan karena paksaan atau hadiah.
Secara biologis, motivasi intrinsik berkaitan erat dengan aktivitas dopamin zat kimia otak yang berperan dalam perasaan senang, semangat, dan fokus. Ketika anak mengejar impiannya sendiri, kadar dopamin meningkat secara alami, membuat mereka merasa lebih hidup dan bersemangat. Mereka jadi lebih tahan terhadap kegagalan dan memiliki keinginan kuat untuk terus belajar.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, jika anak harus menyesuaikan diri dengan impian orang lain, otak merespons sebaliknya. Produksi dopamin menurun, menimbulkan rasa jenuh, mudah lelah, dan kehilangan semangat. Anak mungkin terlihat rajin di permukaan, tetapi sebenarnya mereka bekerja tanpa gairah sekadar memenuhi ekspektasi, bukan karena keinginan pribadi. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menyebabkan stres, kecemasan, hingga depresi ringan.

2. Ketika Keinginan dan Kenyataan Bertolak Belakang

Konflik antara apa yang kita inginkan dan apa yang harus kita lakukan disebut disonansi kognitif. Ini adalah kondisi ketika pikiran dan tindakan tidak sejalan, sehingga menimbulkan ketegangan batin. Misalnya, seorang anak ingin menjadi musisi, tetapi orang tuanya menuntut agar ia mengambil jurusan kedokteran. Setiap kali anak itu belajar hal yang tidak ia cintai, otaknya bekerja di bawah tekanan, seolah terus melawan dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Penelitian menunjukkan bahwa disonansi kognitif dapat memicu peningkatan hormon stres seperti kortisol. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengganggu sistem saraf, mengurangi konsentrasi, dan menurunkan kemampuan berpikir jernih. Anak yang terus berada dalam kondisi ini sering merasa tidak cukup baik, mudah cemas, dan sulit menikmati proses belajar. Lama-kelamaan, tekanan ini bisa berubah menjadi perasaan putus asa yang menghambat perkembangan pribadi mereka.

3. Otonomi: Pondasi Kesehatan Mental dan Kreativitas

Seorang anak sedang mewarnai dalam acara kumparanMOM Festival Hari Anak 2025 di Ex Taman Anggrek, GBK, Jakarta, Minggu (27/7/2025). Foto: Febria Adha Larasati/kumparan
Anak-anak membutuhkan ruang untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri. Dalam teori psikologi modern, kebebasan ini disebut otonomi. Otonomi bukan berarti anak dibiarkan tanpa arahan, tetapi mereka diberi kesempatan untuk mengeksplorasi minat dan mengambil keputusan dengan dukungan orang dewasa.
Penelitian neurobiologis menemukan bahwa otonomi berperan penting dalam menjaga kestabilan emosi dan memperkuat sistem penghargaan otak. Ketika anak merasa dipercaya, area otak yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan kreativitas aktif bekerja. Hal ini membantu mereka berpikir lebih fleksibel, berani mencoba hal baru, dan mampu menemukan solusi ketika menghadapi masalah.
ADVERTISEMENT
Sebuah studi tahun 2023 bahkan menunjukkan bahwa otonomi berhubungan langsung dengan aktivitas di hippocampus bagian otak yang berperan dalam pembelajaran dan memori. Anak yang memiliki ruang kebebasan lebih tinggi cenderung memiliki daya ingat yang kuat, fokus lebih baik, dan lebih percaya diri menghadapi tantangan akademik maupun sosial. Dengan kata lain, memberi kebebasan kepada anak bukan berarti melepas kendali, tetapi membantu mereka membangun fondasi berpikir dan emosi yang sehat.

4. Bahaya Tekanan dan Kontrol Berlebihan

Banyak orang tua percaya bahwa dengan mengatur pilihan anak, mereka sedang menunjukkan kasih sayang dan tanggung jawab. Namun, niat baik ini bisa berubah menjadi beban berat bila dilakukan berlebihan. Pola asuh yang terlalu mengontrol dapat menghambat perkembangan emosional anak.
ADVERTISEMENT
Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa anak yang tumbuh di bawah tekanan psikologis tinggi lebih rentan mengalami depresi, rendah diri, dan kesulitan mengekspresikan diri. Mereka terbiasa mencari persetujuan, bukan kebenaran dari dalam diri. Dalam jangka panjang, hal ini dapat membuat mereka kesulitan mengambil keputusan tanpa arahan orang lain.
Selain itu, kontrol berlebihan juga dapat melemahkan kemampuan sosial. Anak yang sering dibandingkan atau dikritik cenderung menghindari interaksi sosial karena takut gagal atau ditolak. Padahal, kemampuan berempati dan beradaptasi dengan orang lain sangat penting untuk membangun karier dan hubungan yang sehat di masa depan.

5. Dukungan dan Penerimaan yang Menguatkan

Sebaliknya, ketika anak merasa diterima apa adanya, tubuh mereka menghasilkan hormon oksitosin dikenal sebagai “hormon kepercayaan” atau “hormon kasih sayang”. Oksitosin membuat anak merasa aman, tenang, dan terhubung dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Peningkatan kadar oksitosin juga membantu menurunkan stres biologis, memperkuat daya tahan emosional, dan menumbuhkan empati. Anak yang hidup dalam lingkungan yang hangat dan suportif cenderung lebih mudah beradaptasi, memiliki motivasi belajar yang tinggi, serta mampu menjaga keseimbangan antara tanggung jawab dan kebahagiaan pribadi.
Dukungan semacam ini tidak harus berupa kata-kata besar. Kadang cukup dengan mendengarkan pendapat anak, menghargai pilihannya, atau sekadar memberi ruang bagi mereka untuk mencoba dan gagal. Sikap sederhana itu bisa menjadi pondasi besar dalam membangun hubungan yang sehat antara orang tua dan anak.

6. Investasi Terbaik Adalah Kepercayaan

Ilustrasi remaja belajar demi menggapai cita-cita. Foto: Plan International
Dari sudut pandang sains otak maupun psikologi, kebebasan memilih impian sendiri bukan hanya soal idealisme, tetapi kebutuhan nyata bagi perkembangan manusia. Ketika anak memiliki ruang untuk menentukan arah hidupnya, sistem motivasi dalam otak bekerja lebih efektif. Mereka menjadi lebih bersemangat, kreatif, dan tangguh menghadapi tantangan.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, tekanan berlebihan dapat mengganggu keseimbangan neurobiologis, menurunkan semangat, bahkan memicu masalah kesehatan mental yang lebih serius. Oleh karena itu, peran orang tua bukanlah mengatur masa depan anak, melainkan mendampingi perjalanan mereka menuju impian sejati.
Membiarkan anak mengejar apa yang mereka cintai memang menuntut keberanian terutama bagi orang tua yang ingin memastikan masa depan cerah bagi buah hatinya. Namun, penelitian menunjukkan bahwa anak yang didukung untuk menjadi diri sendiri justru memiliki peluang lebih besar untuk sukses secara emosional, sosial, dan akademik.
Percayalah, dukungan dan kebebasan yang tulus adalah investasi terbaik yang bisa diberikan. Dari situlah akan tumbuh generasi yang bukan hanya cerdas, tapi juga bahagia, percaya diri, dan mampu beradaptasi dengan dunia yang terus berubah.
ADVERTISEMENT