Konten dari Pengguna

Belajar Memahami Manusia, Teknologi, dan Sejarah Harapan

Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada, Pengamat Pendidikan, Kolumnis, Cerpenis, Kandidat Doktor Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, dan Penggemar Sepak Bola.
4 Februari 2025 10:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi penggunaan teknologi, sumber: Pexels.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penggunaan teknologi, sumber: Pexels.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 3 Februari 2025, saya menghadiri kuliah pengantar dalam extension course di STF Driyarkara, Jakarta. Kuliah pertama yang dibawakan oleh Dr. F. Wawan Setyadi mengangkat tema menarik: Teknologi: Kemajuan, Ambiguitas, dan Harapan.
ADVERTISEMENT
Salah satu gagasan yang menarik bagi saya, yakni mengenai jembatan yang menghubungkan manusia dan teknologi berdasarkan gagasan Paul Ricœur (1913-2005). Di satu sisi, ada sejarah kemajuan -- perjalanan panjang manusia dalam membuat dan menyempurnakan alat-alat.
Di sisi lain, ada sejarah konkret -- narasi peradaban manusia yang berkembang secara berkesinambungan. Tak heran, keduanya tidak bisa dipisahkan. Akibatnya yang terjadi, tidak ada kemanusiaan tanpa teknologi, sebagaimana tidak ada teknologi tanpa kemanusiaan.
Dalam konteks demikian, yang menjadi pertanyaan mendasar bagi saya, dan mungkin juga orang lain, yakni bagaimana manusia mampu menjembatani hubungan ini dalam arus zaman. Sejarah harapan, nampak jelas, berperan sebagai titik temu.
"Harapan historis" hadir sebagai respons terhadap kebersalahan dan kesalahan manusia, terhadap kejahatan yang lahir dari tangan-tangan yang sama yang menghasilkan kemajuan. Refleksi atas hal ini bukan hanya sekadar perenungan filosofis, tetapi juga upaya nyata untuk memulihkan hubungan antara manusia dan teknologi.
ADVERTISEMENT
Dalam dinamika perkembangan manusia dan teknologi, filsafat Paul Ricœur memberikan kerangka pemikiran berharga dalam memahami hubungan antara keduanya. Ricœur secara jelas menolak dikotomi yang memisahkan manusia dan teknologi secara esensial.
Ia menegaskan bahwa tidak ada kemanusiaan tanpa teknologi dan tidak ada teknologi tanpa kemanusiaan. Relasi ini tidak bersifat antagonistik, melainkan saling membentuk dalam sejarah peradaban manusia. Teknologi bukan sekadar alat netral, melainkan bagian integral dari sejarah manusia itu sendiri.
Sejarah teknologi kerap kali dipandang sebagai sejarah kemajuan, yang berfokus pada perkembangan alat dan inovasi teknis. Akan tetapi Ricœur mengingatkan bahwa sejarah peradaban manusia tidak bisa direduksi menjadi sejarah alat semata. Ia menekankan pentingnya sejarah konkret, yang mencakup pengalaman manusia dalam membangun dunia bersama, serta dampak sosial, etis, dan politik dari teknologi.
ADVERTISEMENT
Pendekatan Ricœur terhadap hubungan manusia dan teknologi dapat dipahami melalui konsep "sejarah harapan." Dalam tradisi Kristen, sejarah harapan berakar pada eschatology, yaitu harapan akan pemulihan dan keselamatan yang melampaui sejarah duniawi (Ricœur, 1995).
Di antara kemajuan dan ambiguitas, di tengah harapan dan tantangan, manusia terus mencari keseimbangan agar teknologi tetap menjadi alat yang mengabdi kepada kehidupan, bukan sebaliknya.
Eschatology tidak hanya berbicara tentang akhir zaman, tetapi juga tentang bagaimana manusia mengorientasikan dirinya terhadap masa depan dengan harapan dan tanggung jawab moral.
Teknologi, dalam perspektif tersebut, bukan hanya hasil dari rasionalitas instrumental, tetapi juga bagian dari pencarian manusia untuk memperbaiki kehidupan dan mewujudkan harapan kolektif.
Kendati demikian, Ricœur tidak menutup mata terhadap dimensi kebersalahan dalam sejarah manusia. Kejahatan dan kesalahan konkret yang dilakukan manusia dalam pemanfaatan teknologi menjadi bahan refleksi yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Dari perang dunia hingga eksploitasi sumber daya alam, teknologi telah menjadi sarana bagi tindakan yang merusak dan menindas. Kejahatan ini bukan sekadar akibat dari teknologi itu sendiri, melainkan dari bagaimana manusia menggunakan dan menafsirkan teknologi dalam konteks sosial dan politik tertentu.
Dalam menghadapi tantangan ini, Ricœur menawarkan hermeneutika sebagai metode pemahaman yang dapat menjembatani hubungan manusia dan teknologi. Hermeneutika bukan hanya alat untuk menafsirkan teks, tetapi juga cara untuk memahami pengalaman manusia secara lebih luas, termasuk dalam interaksinya dengan teknologi.
Dengan menggali makna di balik penggunaan teknologi, manusia dapat membangun refleksi etis yang lebih mendalam dan mencari cara untuk memperbaiki relasi antara kemanusiaan dan inovasi teknis.
Etika dalam pemikiran Ricœur juga memainkan peran penting dalam restorasi hubungan antara manusia dan teknologi. Ia menekankan kebijaksanaan praktis (phronesis), yang bukan sekadar penerapan aturan moral secara kaku, tetapi juga kemampuan menilai dan bertindak secara bijaksana dalam situasi konkret.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks teknologi, kebijaksanaan praktis ini mengarahkan manusia untuk menggunakan teknologi dengan tanggung jawab moral dan mempertimbangkan dampaknya terhadap individu maupun masyarakat.
Sejarah harapan yang ditawarkan oleh Ricœur juga berfungsi sebagai kritik terhadap determinisme teknologi, yaitu pandangan bahwa perkembangan teknologi berlangsung secara otonom tanpa keterlibatan etis manusia.
Dalam realitas, manusia memiliki agensi dalam menentukan arah perkembangan teknologi. Harapan eskatologis dalam tradisi Kristen memberikan perspektif bahwa sejarah manusia tidak ditentukan oleh kemajuan teknologi semata, tetapi juga oleh visi moral dan etis yang mengarah pada dunia yang lebih adil dan manusiawi.
Dengan demikian, filsafat Ricœur memberikan landasan yang kaya untuk memahami hubungan manusia dan teknologi secara lebih komprehensif. Ia menolak reduksi teknologi sebagai sekadar instrumen, sekaligus mengkritik pemisahan antara kemajuan teknis dan kemajuan moral.
ADVERTISEMENT
Sejarah harapan yang ditawarkan membuka ruang bagi refleksi yang lebih dalam tentang bagaimana manusia dapat mengarahkan teknologi menuju kebaikan bersama, bukan sekadar demi efisiensi atau keuntungan ekonomi semata.
Dalam dunia yang semakin didominasi oleh perkembangan teknologi, pemikiran Ricœur tetap relevan sebagai pengingat bahwa teknologi tidak bisa dilepaskan dari dimensi kemanusiaan secara lebih luas.