Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Fotografi Mengasah Intuisi, Estetika, dan Literasi Visual di Era Digital
22 April 2025 14:10 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di era yang serba visual ini, peran fotografi menjadi semakin signifikan, bukan hanya sebagai alat dokumentasi, tetapi juga sebagai medium komunikasi dan ekspresi diri. Sayangnya, fotografi masih kerap dipandang sebelah mata dalam ranah pendidikan, terutama di tingkat menengah.
ADVERTISEMENT
Padahal, dengan pendekatan yang tepat, fotografi dapat menjadi salah satu instrumen edukatif sangat efektif guna membentuk kepekaan, kreativitas, hingga kemampuan berpikir kritis para pelajar.
Sebuah sekolah di Jakarta telah mengambil langkah progresif dengan membuka jurusan Digital Marketing di tingkat pendidikan menengah. Menariknya, di dalam kurikulum jurusan ini, terdapat pembelajaran fotografi sebagai salah satu mata pelajaran penunjang. Hal tersebut merupakan langkah visioner yang patut diapresiasi dan bahkan dijadikan contoh oleh sekolah-sekolah lain.
Mengapa? Karena fotografi bukan sekadar memencet tombol kamera dan mendapatkan gambar. Lebih dari itu, ia adalah proses belajar yang menggabungkan unsur teknis, artistik, dan bahkan filosofis.
Saya pribadi mulai menyukai dunia fotografi sejak tahun 1990-an, ketika saya terlibat di sebuah media lokal di Bekasi. Saat itu, saya belum memiliki kamera canggih. Alat seadanya menjadi teman saya dalam mendokumentasikan momen-momen sederhana—kegiatan warga, suasana pasar, atau sekadar ekspresi anak-anak yang bermain di jalanan.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, justru dari keterbatasan itulah saya belajar banyak mengenai bagaimana menangkap momen, mencari sudut pandang yang unik (angle), dan memahami makna di balik setiap frame yang saya ambil.
Seiring waktu, dunia fotografi berkembang pesat. Teknologi kamera semakin kompleks dengan berbagai pilihan seperti DSLR, mirrorless, hingga kamera smartphone beresolusi tinggi.
Perangkat dengan megapixel besar seperti Canon EOS R5 (45 MP), Nikon Z9 (45.7 MP), atau bahkan kamera ponsel seperti iPhone 15 Pro Max (48 MP) mampu menghasilkan gambar yang sangat tajam dan detail.
Namun demikian, sebesar apa pun megapiksel yang dimiliki sebuah kamera, hasil foto tetap tak akan bermakna jika tidak didasari oleh intuisi dan pemahaman visual yang matang. Inilah mengapa teori dan praktik fotografi menjadi sangat penting untuk diajarkan, bahkan sejak bangku sekolah menengah. Di sinilah relevansi pendidikan fotografi masuk.
ADVERTISEMENT
Pelajar tidak hanya diajarkan soal teknis—seperti bagaimana mengatur ISO, aperture, atau shutter speed—tetapi juga bagaimana merangkai narasi visual. Mereka belajar tentang komposisi, cahaya, warna, dan ritme visual.
Mereka diajak untuk keluar dari kelas, menyusuri lorong-lorong sekolah, taman, atau bahkan jalanan sekitar, untuk menangkap momen-momen otentik yang bisa dijadikan bahan cerita.
Memotret bukan melulu soal menghasilkan foto yang ‘bagus’ secara estetika, tapi juga mendidik mereka untuk lebih peka terhadap lingkungan sosial, emosi manusia, dan dinamika kehidupan sehari-hari.
Dalam dunia digital marketing, konten visual memegang peranan vital. Setiap kampanye, iklan, atau promosi akan lebih menarik jika dilengkapi dengan gambar yang kuat secara pesan dan tampilan. Oleh karena itu, pelajaran fotografi dalam jurusan ini dapat menjadi pelengkap, dan sekaligus bagian esensial dari keseluruhan strategi pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Pelajar belajar bagaimana membidik target audiens dengan ketepatan visual, memahami tone sebuah brand, hingga mengedit hasil jepretan agar sesuai dengan platform digital yang digunakan.
Lebih jauh, pendidikan fotografi juga membentuk karakter. Edukasi semacam itu menanamkan nilai-nilai kesabaran, ketekunan, dan ketelitian. Menunggu cahaya terbaik di pagi hari, mengatur ulang komposisi berulang kali, atau menyesuaikan angle demi mendapatkan hasil yang diinginkan bukanlah proses instan.
Fotografi mengajarkan bahwa keindahan dan keberhasilan membutuhkan usaha dan ketekunan. Di tengah budaya instan yang kini marak, pendidikan seperti ini menjadi penyeimbang yang sangat dibutuhkan.
Integrasi fotografi dalam pendidikan menengah perlu didukung oleh kebijakan yang jelas dan infrastruktur yang memadai. Sekolah dengan bidang fotografi perlu memiliki perangkat kamera yang layak, ruang praktik, dan tenaga pengajar yang tidak hanya memahami teknis fotografi, tapi juga bisa menginspirasi. Kurikulum pun perlu dirancang secara adaptif—tidak kaku, tapi membuka ruang eksplorasi dan kreativitas.
ADVERTISEMENT
Tak kalah penting adalah dukungan dari orang tua dan masyarakat. Fotografi sering dianggap hobi yang mahal dan tidak menjanjikan masa depan yang pasti. Padahal di era digital saat ini, fotografer profesional, konten kreator visual, hingga spesialis media sosial menjadi profesi yang sangat dibutuhkan dan bisa menghasilkan secara finansial.
Edukasi publik mengenai potensi dunia fotografi juga perlu diperluas, agar pelajar yang ingin menekuni bidang ini tidak dipatahkan semangatnya sejak dini.
Sebagai seseorang praktisi pendidikan yang juga punya hobi memfoto, saya bisa mengatakan bahwa fotografi adalah jalan panjang yang terus berkembang. Dulu, saya hanya berbekal kamera sederhana dan semangat belajar.
Kini, saya melihat anak-anak muda punya akses yang jauh lebih luas dan canggih. Tapi justru karena itu, penting bagi kita untuk memastikan bahwa mereka tidak sekadar jadi pengguna alat, melainkan pencipta karya visual yang punya makna.
ADVERTISEMENT
Dengan memasukkan fotografi ke dalam dunia pendidikan menengah khususnya bagi yang mempunyai ekstrakurikuler jurnalistik, fotografi, dan film, kita sedang menyiapkan generasi yang lebih peka, kreatif, dan visioner.
Generasi yang tidak hanya bisa menangkap gambar, tapi juga menangkap makna. Dan pada akhirnya, itulah esensi pendidikan, yakni membentuk manusia yang mampu melihat, memahami, dan merespons dunia dengan cara yang lebih dalam dan bermakna.