Konten dari Pengguna

Guru Sebagai Profesi (Panggilan) Hidup

Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada, Pengamat Pendidikan, Kandidat Doktor Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, dan Penggemar Sepak Bola.
24 Agustus 2023 9:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Guru di sekolah pedalaman. Foto: Pixabay/aditiotantra
zoom-in-whitePerbesar
Guru di sekolah pedalaman. Foto: Pixabay/aditiotantra
ADVERTISEMENT
Profesi (panggilan) hidup bagi guru merupakan pekerjaan, sekaligus perutusan mulia sebagai pendidik. Akan tetapi saat ini tidak banyak anak muda mau dan bersedia menjadi guru.
ADVERTISEMENT
Banyak alasan yang terungkap, baik karena alasan yang substansial terkait kompetensi, kinerja, finansial, hingga alasan praktis susah, dan repot menjadi pendidik. Alasan-alasan tersebut tentu saja bisa diterima dan masuk akal.
Pada generasi muda di zaman now, banyak di antara mereka menganggap profesi guru tidaklah menarik. Hal tersebut bisa jadi dipicu karena ada begitu banyak tawaran profesi menarik selain menjadi guru. Mereka lebih tertarik menjadi YouTubers, gamers, programmer, animator, dan berbagai profesi yang memanfaatkan teknologi digital.
Jika generasi muda cenderung mengarah pada “digitalisasi” masa depan, maka pada saatnya akan terjadi krisis ketersediaan para pendidik. Kalau sudah begitu impian suatu bangsa pun akan mengalami situasi, dan kondisi yang kurang lebih sama yaitu, krisis masa depan.
ADVERTISEMENT
Para guru di Indonesia yang sekarang aktif sebagai pendidik perlu menyadari potensi krisis tersebut. Kesadaran ini penting, untuk mengubah pola mendidik dan mengajar, agar menjadi lebih kreatif, dan inovatif. Dengan demikian, sebenarnya yang terjadi para murid turut membentuk karakter guru sebagai pendidik.
Akibatnya pembelajaran di ruang kelas menjadi lebih menarik, dan turut menginspirasi para guru untuk melakukan pendekatan mengajar kontekstual. Pelajaran didesain berdasarkan kolaborasi guru dengan rekan pendidik, serta murid memberikan langkah-langkah mengajar inovatif.
Guru-guru di Indonesia, merupakan pendidik yang dengan dedikasi mereka turut andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sudah pasti apa yang mereka lakukan merupakan pekerjaan mulia. Di balik pekerjaan yang dilakukan ada nilai pengorbanan bermakna.
Guru dalam tradisi klasik sebetulnya seorang begawan yang sudah malang-melintang dalam pahit getirnya kehidupan. Mereka para guru sudah belajar sedemikian lama sampai akhirnya menjadi pendidik.
ADVERTISEMENT
Mendapatkan guru yang sudah kenyang dengan pengalaman bukanlah perkara mudah. Di zaman klasik, biasa seseorang dinilai kadar keguruannya jika yang bersangkutan sudah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Dalam fase-fase berikutnya di era modern, guru yang dibutuhkan tidak hanya sarat dengan pengalaman tetapi juga cerdas, kreatif, inovatif, dan mempunyai jiwa melayani. Khusus pada dimensi jiwa melayani inilah, panggilan keguruan mengalami kesuburan untuk bertumbuh.
Panggilan mulia dapat meningkatkan kualitas keguruan. Kenapa? Sebab, panggilan berasal dari yang ilahi masuk ke dalam jiwa terdalam, dan kemudian ditanggapi dengan aksi nyata berkualitas.
Dalam analisis Buijs (2005), kerangka vocation, di sisi lain, mencerminkan komitmen yang bersifat personal karena menekankan pada panggilan dan dimensi pelayanan. Dengan demikian, merenungkan tentang proses pengajaran dalam perspektif tersebut mengartikan lebih dari sekadar peran mengajar secara harfiah.
ADVERTISEMENT
Tanggung jawab yang timbul dari panggilan mengajar ditujukan kepada para siswa atau kepada siapa pun yang menjadi tujuan dari panggilan mengajar. Konsep guru sebagai panggilan pada hakikatnya mengandung semangat altruistik, membantu para murid dalam pendidikan secara optimal.
Menjadi guru akan efektif, efisien, dan mendalam jika didasari oleh panggilan untuk melayani peserta didik. Dalam analisis Romero-Ramirez & Calles (2020), profesi guru mewajibkan keberadaan panggilan internal.
Kedua elemen, profesi (panggilan) perlu saling terkait erat, karena mempunyai panggilan tanpa memahami tugas profesional yang di dalamnya seringkali mengakibatkan upaya pendidikan menjadi tidak efisien dan berdampak negatif, terutama ketika pendidik terjebak dalam ilusi aspirasi, keinginan tanpa tindakan, dan ketidaktahuan akan metode pembelajaran yang tepat.
ADVERTISEMENT
Romero-Ramirez & Calles lebih jauh menguraikan bahwa menyampaikan nilai-nilai dan mengajarkan kehidupan menjadi tanggung jawab besar bagi individu yang memilih jalur pengajaran.
Apabila guru menjalankan dedikasi yang diemban melalui pengabdian, komitmen, semangat, dan kesadaran matang, karena menyadari bahwa pendidik memiliki peran penting dalam membentuk keseluruhan individu dari berbagai kelompok usia, maka peluang akan muncul di dalam diri setiap individu untuk sepenuhnya mengabdikan diri pada profesi yang telah dipilih.
Sebagai catatan akhir, keteladanan guru yang cerdas, kreatif, inovatif, dan berjiwa melayani turut membangun kesadaran murid dalam memahami esensi mulia profesi-panggilan guru. Dengan demikian, mereka pun potensial turut terdorong atau termotivasi untuk menjadi pendidik di masa depan.
Profesi-panggilan guru atau pendidik jika dipupuk sejak masih kanak-kanak, akan memantapkan langkah meraih cita-cita mulia. Oleh karenanya keteladanan guru sangat diperlukan untuk menginspirasi para murid. Teladan para pendidik dapat dilakukan melalui pengabdian, komitmen, semangat, dan kesadaran yang matang sebagai orang terpanggil dalam dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
Semoga profesi (panggilan) hidup mulia ini dapat terus bertumbuh di dalam hati para pendidik, dan semakin dihargai. Jika demikian mereka semakin berkinerja tinggi dan sejahtera sebagai pendidik anak-anak bangsa.