Konten dari Pengguna

Kecanduan Gadget

Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada, Pengamat Pendidikan, Kolumnis, Cerpenis, Kandidat Doktor Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, dan Penggemar Sepak Bola.
16 Januari 2025 8:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bagian dari gadget, sumber: Pexels.
zoom-in-whitePerbesar
Bagian dari gadget, sumber: Pexels.
ADVERTISEMENT
Joni, seorang siswa kelas VI SD, adalah anak yang teramat kecanduan gadget. Setiap hari, ia menghabiskan waktu berjam-jam bermain game dan menonton berbagai film di ponselnya.
ADVERTISEMENT
Dunia virtual seperti telah menjadi hidupnya, menggantikan waktu belajar, bermain di luar rumah, bahkan bercengkerama dengan keluarganya. Hal ini membuat orang tuanya, Bu Dina dan Pak Seno, sangat stres.
“Joni, berhenti main HP dulu! Mata kamu bisa rusak kalau terus-terusan begitu,” kata Bu Dina suatu sore, suaranya tegas namun bercampur cemas.
“Sebentar, Ma, ini lagi seru banget,” jawab Joni tanpa menoleh sedikit pun.
Pak Seno yang sedang membaca koran di ruang tamu hanya bisa menggeleng pelan. Berulang kali mereka mencoba membatasi Joni, tapi usaha yang dilakukan selalu gagal. Pernah mereka menyembunyikan HP-nya, namun akibatnya Joni jatuh sakit.
Joni mengigau di tempat tidur, terus-menerus menyebut, “HP... HP... HP...”. Melihat kondisi anak mereka, Bu Dina dan Pak Seno tidak tega dan akhirnya menyerahkan HP itu kembali.
ADVERTISEMENT
“Kita harus bagaimana lagi, Pak? Aku sudah habis akal,” keluh Bu Dina dengan mata berkaca-kaca.
Pak Seno menghela napas panjang. “Entahlah, Bu. Kita butuh bantuan orang lain. Kita tidak bisa terus seperti ini.”
Untungnya, seorang teman lama mereka, Pak Anwar, datang membawa saran. “Coba kirim Joni ke Rumah Bina. Tempat itu bagus untuk anak-anak yang kecanduan gadget. Di sana ada banyak kegiatan seru yang bisa mengalihkan perhatian mereka dari layar HP,” kata Pak Anwar.
Awalnya, Bu Dina dan Pak Seno ragu. Namun, karena tak ada pilihan lain, mereka memutuskan untuk mencoba. Akhirnya, mereka membawa Joni ke Rumah Bina, sebuah rumah besar yang terletak di pinggir kota. Di sana, mereka disambut oleh Pak Rudi, seorang pemuda ramah dengan senyum menenangkan.
ADVERTISEMENT
“Joni akan baik-baik saja di sini. Kami punya tim yang siap membantun,” kata Pak Rudi penuh percaya diri.
Awal pertemuan dengan Pak Rudi berjalan tidak mulus. Pak Rudi memberi tahu Joni bahwa selama berada di Rumah Bina, ia dilarang menggunakan HP. "Apa? Tidak boleh pakai HP? Apa-apaan ini?" seru Joni marah. Ia langsung protes keras, merasa kebebasannya direnggut. "Saya tidak mau! Ini konyol!" Joni memaki Pak Rudi dengan kata-kata kasar, membuat suasana memanas.
Akan tetapi, Pak Rudi tetap tenang, mencoba menenangkan Joni. Beberapa mentor lain datang membantu. Setelah perdebatan sengit, Joni akhirnya menyerah dengan berat hati dan menyerahkan HP-nya.
Malam pertama Joni di Rumah Bina ternyata penuh kejutan. Pak Rudi mengajak Joni dan beberapa anak lain berjalan-jalan di taman yang luas. Langit malam itu cerah, bintang-bintang bertaburan, menciptakan pemandangan menakjubkan.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Pak Rudi mulai berbicara, menjelaskan benda-benda langit dengan penuh antusiasme. Ia menunjuk bintang paling terang di langit, lalu mengaitkannya dengan cerita tentang rasi bintang.
Planet dan bulan juga tak luput dari penjelasannya. Awalnya, Joni hanya mendengarkan dengan malas. Tapi semakin lama ia terpesona. Ada sesuatu dalam cara Pak Rudi berbicara yang membuatnya tertarik.
Malam itu, Joni merasa lebih tenang untuk pertama kalinya. Ada rasa nyaman yang perlahan menyelinap, seolah-olah membawa pesan bahwa kehidupan barunya di Rumah Bina tidak akan seburuk yang dibayangkan.
Tiba-tiba, sebuah komet melintas cepat di langit.
“Ada bintang jatuh!” seru Joni dengan antusias. Matanya berbinar-binar, sesuatu yang sudah lama tidak dilihat oleh Bu Dina dan Pak Seno.
ADVERTISEMENT
Mereka menghabiskan waktu cukup lama di taman, menikmati kegelapan malam yang penuh cerita. Setelah itu, Joni masuk ke kamarnya untuk tidur. Malam itu, ia tidur nyenyak, tidak memikirkan HP sama sekali.
Keesokan harinya, setelah makan siang dan berdoa bersama, Joni dan teman-temannya diajak ke kolam untuk menangkap ikan. Dengan canda tawa, mereka berlomba siapa yang bisa menangkap ikan terbanyak. Setelah itu, mereka berkebun, memetik sayur-sayuran segar untuk dimasak bersama.
Di dapur, Joni bertemu teman-teman sebaya: Guntur, Fajar, Agus, Tina, dan Katrin. Mereka memasak bersama, saling membantu dan tertawa. Hidangan sederhana yang mereka buat sendiri terasa luar biasa lezat.
Selama seminggu, kegiatan Joni di Rumah Bina sangat padat. Ia belajar membuat kendi dari tanah liat, menyulam, melukis, dan mengikuti berbagai permainan outbound. Setiap aktivitas memberikan pengalaman baru yang menggembirakan. Tanpa disadari, Joni mulai melupakan HP-nya.
ADVERTISEMENT
Di penghujung minggu, Joni dan teman-teman diminta menulis refleksi tentang pengalaman mereka di Rumah Bina. Joni, yang awalnya enggan, akhirnya menulis dengan penuh semangat.
“Awalnya, aku pikir hidup tanpa HP itu membosankan. Tapi ternyata banyak hal seru yang bisa dilakukan. Aku senang bisa menangkap ikan, melihat bintang jatuh, dan punya teman baru. Aku merasa lebih bahagia,” tulis Joni di kertas refleksinya.
Saat tiba waktunya pulang, wajah Joni berseri-seri. Ia menyalami Pak Rudi dan teman-temannya dengan hangat.
“Terima kasih, Pak Rudi. Aku ingin datang lagi ke sini suatu hari nanti,” katanya tulus.
Setelah kembali ke rumah, Joni tampak berubah. Ia mulai mengurangi waktu bermain gadget dan lebih sering bermain di luar bersama teman-temannya. Pak Seno dan Bu Dina tidak lagi merasa stres. Mereka melihat Joni tumbuh menjadi anak yang lebih ceria dan penuh semangat.
ADVERTISEMENT
“Terima kasih, Pak Anwar, atas saranmu. Rumah Bina benar-benar mengubah hidup Joni,” ucap Pak Seno dengan penuh rasa syukur.
Bu Dina menambahkan, “Kami belajar bahwa terkadang solusi terbaik adalah memberikan anak pengalaman baru yang bisa membuka matanya.”
Kini, Joni bukan lagi anak yang kecanduan gadget. Ia menjadi anak yang menikmati hidup di dunia nyata, dengan segala keindahan dan tantangannya. Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, rumah mereka terasa penuh kebahagiaan.