Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Menjaga Warisan Leluhur, Candi Brahu
9 April 2025 11:58 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara yang terkenal akan keindahan alam dan keanekaragaman budaya, serta menyimpan jejak-jejak sejarah yang mencerminkan kebesaran peradaban masa lalu. Salah satu peninggalan penting tersebut adalah Candi Brahu, yang terletak di kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Kerajaan Majapahit.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, peninggalan historis yang sarat makna ini belum sepenuhnya memperoleh perhatian layak. Padahal, pelestarian Candi Brahu tidak sekadar menyangkut perlindungan fisik terhadap bangunan kuno, melainkan juga menyentuh aspek lebih mendalam, yakni pemeliharaan identitas dan jatidiri bangsa.
Beberapa waktu lalu, penulis berkesempatan mengunjungi Candi Brahu bersama lima orang sahabat. Perjalanan kami dimulai dari Surabaya menuju Mojokerto, tepatnya ke wilayah Trowulan yang berjarak sekitar 64-an kilometer ke arah barat daya.
Sepanjang perjalanan di Trowulan, kami menyaksikan berbagai bangunan dan gapura yang bergaya arsitektur Majapahitan, termasuk pada kantor-kantor pemerintahan dan pos kepolisian setempat. Keunikan ini membuat suasana historis kental, seakan menghidupkan kembali masa kejayaan Majapahit.
Ketika akhirnya tiba di kompleks Candi Brahu, sinar matahari yang menyengat pun terasa seperti bagian dari skenario sejarah, membawa kami menapaki jejak leluhur. Kontemplasi kami, paling tidak penulis merasakan suasana historis kejayaan Majapahit, saat memandang Candi Brahu dari dekat.
ADVERTISEMENT
Candi Brahu, yang terletak di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, berdiri megah dengan susunan bata merah khas. Candi bergaya Buddha ini memiliki dimensi mengesankan, yakni panjang 22,5 meter, lebar 18 meter, dan tinggi mencapai 20 meter.
Nama “Brahu” diperkirakan berasal dari kata “wanaru” atau “warahu,” sebagaimana tercantum dalam Prasasti Alasantan yang ditemukan tak jauh dari lokasi candi. Menurut beberapa kajian, Candi Brahu diduga pernah berfungsi sebagai tempat kremasi raja-raja Majapahit, walaupun hingga saat ini tidak ditemukan bukti fisik berupa sisa pembakaran jenazah.
Keberadaan Candi Brahu menunjukkan bahwa masyarakat Nusantara pada masa lampau telah memiliki kompleksitas sistem kepercayaan, teknologi konstruksi maju, serta estetika arsitektur bernilai tinggi. Namun sangat disayangkan, banyak generasi muda masa kini yang bahkan belum pernah mendengar nama Candi Brahu.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut mencerminkan lemahnya kesadaran historis kolektif dalam masyarakat. Di sinilah urgensi pelestarian tidak hanya dari aspek fisik, tetapi juga dalam membangun kembali keterhubungan emosional dan intelektual masyarakat dengan warisan budaya.
Mengabaikan situs-situs seperti Candi Brahu sama artinya dengan melepaskan diri dari akar sejarah bangsa. Padahal, kawasan Trowulan menyimpan banyak peninggalan lain seperti Candi Muteran, Candi Gedong, Candi Tengah, dan Candi Gentong, serta artefak berharga berupa perhiasan emas dan perlengkapan upacara keagamaan.
Kompleksitas dan kekayaan historis menandakan bahwa Trowulan merupakan pusat kekuasaan di masa silam, sekaligus sentra kebudayaan dan spiritualitas Nusantara. Oleh karena itu, pelestarian kawasan ini seharusnya menjadi prioritas dalam kebijakan kebudayaan nasional.
Pemerintah memang telah melakukan sejumlah upaya pemugaran, termasuk pada Candi Brahu yang terakhir direstorasi pada periode 1990–1995. Namun pelestarian yang bersifat fisik belum cukup jika tidak dibarengi dengan internalisasi nilai sejarah kepada generasi muda.
ADVERTISEMENT
Pendekatan edukatif perlu diperkuat, baik melalui kurikulum pendidikan, kegiatan wisata edukatif, maupun pelibatan masyarakat lokal. Yang lebih penting lagi, narasi sejarah bangsa perlu diangkat ke ruang publik dalam bentuk relevan dan menarik, seperti melalui media sosial, film dokumenter, atau festival budaya.
Candi Brahu selain sebagai artefak arkeologis, juga menjadi simbol kontinuitas peradaban. Melestarikannya merupakan bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur sekaligus sarana membangun kesadaran jati diri kebangsaan.
Dalam konteks globalisasi dan kemajuan teknologi yang kian pesat, penting bagi bangsa Indonesia, memiliki jangkar budaya kuat agar tidak kehilangan arah dalam menghadapi tantangan zaman.
Sudah saatnya kita sebagai anak-anak bangsa mengubah paradigma terhadap situs sejarah. Pelestarian tidak boleh lagi dimaknai sebagai kegiatan elitis atau hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata.
ADVERTISEMENT
Masyarakat, terutama generasi muda, perlu didorong agar turut serta menjadi bagian dari upaya pelestarian, baik secara langsung maupun melalui kontribusi digital yang positif. Penguatan identitas bangsa dapat dimulai dari pengenalan, pemahaman, hingga penghargaan terhadap sejarah dan budaya sendiri.
Sebagaimana ungkapan bijak yang menyatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, maka menjaga dan melestarikan Candi Brahu salah satunya merupakan tanggung jawab kolektif segenap warga negara.
Warisan historis bangsa bukan milik masa lalu semata, melainkan juga aset yang tak ternilai bagi masa depan. Dengan menjaga Candi Brahu atau situs sejarah lainnya, kita dapat memelihara peninggalan bernilai historis, dan juga merawat ruh keahungan peradaban Indonesia.