Konten dari Pengguna

Merenungkan Makna Kolaborasi, Literasi, dan Hoaks

Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada, Pengamat Pendidikan, Kolumnis, Cerpenis, Kandidat Doktor Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, dan Penggemar Sepak Bola.
2 Maret 2024 9:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumen Pribadi: Lereng Gunung Tangkuban Perahu, tempat hening untuk merenung,
zoom-in-whitePerbesar
Dokumen Pribadi: Lereng Gunung Tangkuban Perahu, tempat hening untuk merenung,
ADVERTISEMENT
Pada rentang tanggal 26 hingga 29 Februari 2024, penulis diberikan kesempatan mengikuti retret tahunan bersama sahabat-sahabat dalam satu komunitas.
ADVERTISEMENT
Retret ini dirancang dalam dua tahap, dimulai dengan tahap pertama di lereng Gunung Tangkuban Perahu, yang terletak dekat kota Bandung. Suasana retret tahap pertama sangat mendalam, memberikan penulis waktu dan ruang untuk merenung sepanjang 4 hari.
Setiap momen terasa sebagai anugerah, dan di atas lereng gunung, penulis merasakan kehadiran Tuhan begitu kuat. Setelah menyelesaikan tahap pertama, penulis juga berencana melanjutkan retret ke tahap kedua di awal bulan Maret 2024, yang akan diadakan di daerah Bogor.
Sebagai bagian dari pengalaman retret tahap pertama, penulis merasa mendapat berkah melalui pengolahan kata-kata, tindakan, dan kolaborasi dalam misi rekonsiliasi.
Penulis juga secara aktif mencermati dan merenungkan perjalanan pribadi selama setahun terakhir. Lebih banyak waktu dihabiskan untuk mengheningkan kata-kata, merefleksikan pengalaman hidup, dan berbagi gagasan dengan harapan dapat memberikan manfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
ADVERTISEMENT
Dengan penuh syukur, penulis mengakui keberadaan banyak pengalaman yang telah terendapkan, dan di bawah bimbingan Roh Kudus, berusaha mengarahkan hasil refleksi tersebut untuk dapat dibagikan kepada orang lain, sebagai wujud berkat dari perjalanan rohaniah.
Dari banyak inspirasi, paling tidak ada tiga kesan mendalam terkait penggalian makna terhadap kolaborasi dalam karya kerasulan, dan menjawab keprihatinan terhadap lemahnya budaya literasi bangsa, serta maraknya berita hoaks.
Dalam konteks kerja kerasulan pendidikan, penulis merenungkan bahwa kolaborasi sebagai kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Kolaborasi, dipahami sebagai bekerja sama dengan sesama Jesuit dan rekan awam merupakan bentuk investasi yang membawa berbagai keberkahan. Kolaborasi sebagai sarana untuk menggabungkan keahlian dan bakat, menciptakan pengalaman pendidikan yang lebih kaya dan holistik.
ADVERTISEMENT
Sebagai individu yang terlibat dalam pelayanan edukatif, penulis memandang bahwa tanggung jawab sebagai seorang pendidik tidak hanya mencakup aspek akademis, tetapi juga kewajiban untuk membantu sesama yang membutuhkan. Dalam hal ini, penulis melihat pelayanan kepada orang lain sebagai wujud konkret dari nilai-nilai kemanusiaan dan kasih Tuhan.
Dengan demikian, menjalankan tugas manajerial dengan baik juga menjadi bagian integral dari kontribusi positif dalam dunia pendidikan.
Penulis meyakini bahwa melalui upaya bersama dan pelayanan yang tulus, pendidikan dapat menjadi kekuatan positif yang memberikan dampak yang berarti bagi individu dan masyarakat.
Rekonsiliasi sebagai sebuah tindakan nyata yang dapat diwujudkan melalui kepedulian terhadap isu-isu pendidikan, terutama yang berkaitan dengan rendahnya budaya literasi dan maraknya penyebaran berita hoaks.
ADVERTISEMENT
Arti sejati dari rekonsiliasi terletak pada upaya untuk mengatasi permasalahan mendasar yang menghambat kemajuan masyarakat. Kurangnya kemampuan literasi, terutama di kalangan generasi muda, adalah sebuah tantangan serius yang perlu mendapatkan perhatian lebih.
Dampak serius yang timbul akibat minimnya budaya literasi di masyarakat. Kemampuan kritis untuk membaca dan menganalisis informasi menjadi kunci dalam membedakan antara fakta dan informasi yang salah.
Kurangnya literasi tidak hanya mengancam integritas pengetahuan, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas sosial, terutama dengan cepatnya penyebaran berita hoaks tanpa verifikasi yang memadai.
Berita hoaks potensial dapat meracuni pikiran banyak orang, termasuk mereka yang lebih dewasa. Pemahaman akan urgensi mendukung inisiatif pendidikan yang mempromosikan budaya literasi menjadi semakin penting, terutama di era teknologi di mana informasi dapat dengan mudah tersebar.
ADVERTISEMENT
Kecerdasan teknologi perlu diimbangi dengan kemampuan literasi yang kuat untuk mencegah penyebaran informasi yang salah dan merugikan.
Selain itu, penulis melihat perlunya menciptakan kesadaran akan bahaya penyebaran berita hoaks dan dampaknya terhadap nilai-nilai moral dan etika di masyarakat. Mendidik masyarakat oleh pemerintah bersama pihak-pihak terkait untuk menjadi lebih cermat dan bijak dalam mengonsumsi informasi merupakan langkah yang sangat penting.
Hal ini bukan hanya masalah literasi konvensional, tetapi juga literasi digital guna meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman yang dapat merusak kedamaian dan persatuan bangsa. Dalam pandangan penulis, rekonsiliasi dengan pendidikan literasi menjadi langkah strategis dalam membentuk masyarakat yang lebih cerdas, kritis, dan bertanggung jawab.
Sebagai catatan akhir, semoga penulis dapat semakin membangun kolaborasi dalam karya perutusan, dan bersama tim kerja dapat membantu mengatasi keprihatinan terhadap lemahnya budaya literasi bangsa, dan maraknya berita hoaks yang menjamur dimana-dimana dengan mengupayakan cara-cara efektif menumbuhkan semangat literasi dan menyampaikan informasi yang benar dan berkeadilan.
ADVERTISEMENT