Konten dari Pengguna

Mimpi Kerja Sama Sekolah Swasta dan Negeri

Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada, Pengamat Pendidikan, Kolumnis, Cerpenis, Kandidat Doktor Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, dan Penggemar Sepak Bola.
28 Januari 2025 15:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kerja sama sekolah swasta dan negeri, sumber: Pexels.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kerja sama sekolah swasta dan negeri, sumber: Pexels.
ADVERTISEMENT
Setiap menjelang tahun ajaran baru, kegelisahan kerap menyelimuti pikiran saya. Sebagai seorang praktisi di lembaga pendidikan swasta, pertanyaan besar yang kerap muncul adalah, "Apakah kami akan mendapatkan murid baru tahun ini?"
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian ini bukan hanya soal jumlah murid, tetapi juga menyangkut keberlangsungan lembaga dan kesejahteraan para guru dan staf yang menggantungkan hidupnya pada institusi ini. Lebih jauh, hal demikian mencerminkan ketimpangan antara sekolah swasta dan negeri yang masih menjadi persoalan mendasar dalam sistem pendidikan Indonesia.
Kerja sama antara sekolah swasta dan negeri dalam mencari murid baru sering kali menjadi mimpi saya. Bayangan di mana keduanya dapat berdiri sejajar tanpa harus saling berebut murid sepertinya masih jauh dari kenyataan. Akan tetapi jika kita mampu membuat sinergi yang demikian, bukankah kesejahteraan bersama dapat lebih mudah diwujudkan?
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dari jumlah sekolah negeri di Indonesia sebanyak 164.585-unit pada 2022/2023. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan sekolah swasta yang sebanyak 54.877 unit.
ADVERTISEMENT
Meski jumlah sekolah swasta lebih sedikit, persaingan mendapatkan murid baru sangat ketat, terutama di daerah perkotaan. Salah satu penyebab utamanya terkait kebijakan zonasi sekolah negeri yang membuat akses ke sekolah negeri lebih merata bagi masyarakat.
Kendati demikian kebijakan ini juga memberikan dampak negatif bagi sekolah swasta, khususnya yang berada di sekitar sekolah negeri unggulan. Banyak orang tua lebih memilih sekolah negeri karena faktor biaya lebih rendah dan fasilitas yang dianggap lebih memadai. Akibatnya, sekolah swasta sering kali menjadi pilihan terakhir, hanya diakses oleh mereka yang tidak lolos seleksi atau tidak masuk dalam zona sekolah negeri.
Selain itu, pandemi COVID-19 yang baru saja berlalu juga memberikan dampak signifikan terhadap sekolah swasta. Berdasarkan data terukur, lebih dari 30% sekolah swasta mengalami penurunan jumlah siswa selama pandemi. Kondisi ini semakin diperparah oleh kesulitan ekonomi orang tua murid, yang berdampak pada ketidakmampuan mereka membayar biaya sekolah.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah sebenarnya telah berupaya membuat ekosistem pendidikan agar lebih inklusif bagi sekolah swasta. Salah satu kebijakan yang diusulkan adalah pemberian Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) bagi sekolah swasta.
Pada tahun 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran BOSP sebesar Rp 57,54 triliun, yang sebagian juga disalurkan ke sekolah swasta. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu sekolah swasta dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan meringankan beban biaya operasional.
Selain itu, pemerintah juga mendorong kemitraan antara sekolah negeri dan swasta melalui program-program seperti Sister School. Dalam program ini, sekolah negeri dan swasta dapat berbagi sumber daya, seperti guru, fasilitas, dan kurikulum, sehingga kualitas pendidikan dapat merata. Namun demikian, implementasi program tersebut masih terbatas pada beberapa daerah dan belum menjadi kebijakan nasional.
ADVERTISEMENT
Meskipun pemerintah telah menawarkan berbagai solusi, pengelola sekolah swasta merasa bahwa upaya ini masih jauh dari cukup. Banyak dari mereka berharap adanya kebijakan yang lebih konkret dan mendukung, seperti subsidi langsung bagi guru-guru swasta atau insentif pajak bagi sekolah yang berhasil meningkatkan kualitas pendidikan.
Selain itu, pengelola sekolah swasta juga menyoroti pentingnya kampanye kesetaraan antara sekolah negeri dan swasta. Hingga saat ini, masih ada stigma bahwa sekolah swasta adalah "pilihan kedua" bagi masyarakat. Padahal, banyak sekolah swasta yang memiliki kualitas pendidikan tidak kalah dari sekolah negeri, bahkan unggul dalam beberapa aspek, seperti pendidikan berbasis karakter atau program-program internasional.
Tidak sedikit pula sekolah swasta yang mulai berinovasi dalam menarik minat siswa baru. Misalnya, dengan menawarkan program beasiswa, mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran, atau membuat kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman. Namun, semua inovasi ini tentu membutuhkan biaya tidak sedikit, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah swasta yang memiliki keterbatasan dana.
ADVERTISEMENT
Melihat tantangan yang dihadapi sekolah swasta, saya percaya bahwa kerja sama antara sekolah swasta dan negeri merupakan solusi paling ideal. Jika keduanya dapat bersinergi, maka tidak perlu lagi ada persaingan yang sering kali tidak sehat dalam mendapatkan murid. Berikut beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan dalam mewujudkan kerja sama ini, yakni:
Pertama-tama sekolah negeri dan swasta dapat bekerja sama dalam merancang kurikulum atau program pembelajaran yang saling melengkapi. Misalnya, sekolah negeri dapat belajar dari pendekatan pendidikan berbasis karakter yang diterapkan di banyak sekolah swasta, sementara sekolah swasta dapat mengadopsi sistem administrasi yang lebih terstruktur dari sekolah negeri.
Kedua, dalam hal fasilitas, sekolah negeri yang memiliki laboratorium atau perpustakaan lengkap dapat membuka akses bagi siswa dari sekolah swasta. Sebaliknya, sekolah swasta yang memiliki tenaga pengajar spesialis dapat membantu pelatihan guru di sekolah negeri.
ADVERTISEMENT
Ketiga, pemerintah bersama sekolah negeri dan swasta perlu menyelenggarakan kampanye untuk mengubah persepsi masyarakat tentang sekolah swasta. Dengan narasi positif, masyarakat akan lebih memahami bahwa kualitas pendidikan tidak semata-mata ditentukan oleh status negeri atau swasta.
Keempat pemerintah dapat memperkenalkan skema pendanaan bersama yang melibatkan sekolah negeri dan swasta. Misalnya, dalam bentuk proyek percontohan di mana sekolah negeri dan swasta bekerja sama mengelola dana pendidikan dalam satu wilayah tertentu.
Sebagai catatan akhir, setiap kali kegelisahan menjelang tahun ajaran baru muncul, banyak orang termasuk saya berharap bahwa mimpi kerja sama antara sekolah negeri dan swasta dapat segera terwujud. Jika pemerintah, pengelola sekolah, dan masyarakat dapat bersinergi, maka tidak hanya sekolah swasta yang akan diuntungkan, tetapi juga sistem pendidikan Indonesia secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Mimpi ini memang tidak mudah diwujudkan, tetapi bukan berarti mustahil. Dengan kebijakan yang tepat, semangat kolaborasi, dan komitmen saling mendukung, kita dapat menghasilkan ekosistem pendidikan lebih inklusif dan berkelanjutan. Pada akhirnya, pendidikan adalah tentang memproses masa depan yang lebih baik untuk semua, bukan hanya sebagian.