Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Peran Suara Hati dalam Pengambilan Keputusan Etis
8 Mei 2024 11:29 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam berbagai kesempatan, umumnya orang bijak mengajak atau menganjurkan seseorang “mengikuti nurani" dan "mematuhi suara hati." Tetapi apa sebenarnya makna dari "suara hati" ini dan bagaimana cara memanfaatkannya? Apakah "suara hati" bisa salah? Dan bagaimana orang bisa melatihnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat orang penasaran. Mari kita pahami lebih dalam apa itu "suara hati" agar bisa menggunakan dengan bijaksana.
ADVERTISEMENT
Sikap terhadap suara hati ini seringkali membuat orang bertanya sejauh mana keputusan yang diambil berdasarkan suara hati bisa dipertanggungjawabkan. Keputusan yang besar memerlukan pertimbangan jujur dari hati nurani. Saat seseorang berada di titik di mana dia harus memutuskan antara mendengarkan suara hati atau mengabaikan dalam mengambil keputusan.
Masyarakat sering kali menghadapi pertanyaan moral, mencari cara memisahkan keputusan etis dari keinginan pribadi yang mungkin tidak sejalan dengan kebaikan bersama. Meski kadang sulit dibuktikan secara objektif, keputusan yang didasarkan pada suara hati bisa memberikan kepuasan batin dan memperkuat karakter seseorang.
Hal penting yang perlu diingat adalah sensitivitas terhadap suara hati melibatkan introspeksi mendalam terhadap nilai-nilai dan integritas individu. Meski bisa menimbulkan polemik, keputusan berdasarkan suara hati bisa menjadi pendorong perubahan yang baik dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam pandangan Magnis-Suseno (1987), suara hati adalah bentuk kesadaran yang timbul pada manusia ketika dihadapkan pada tugas-tugas dan tanggung jawabnya dalam menghadapi masalah konkret. Magnis-Suseno juga menekankan bahwa ada tiga sumber norma yang memberikan pedoman tentang apa yang dianggap baik atau buruk dalam kehidupan manusia, yaitu masyarakat, superego, dan ideologi.
Masyarakat mencakup semua individu dan institusi yang mempengaruhi kehidupan seseorang, seperti keluarga, guru, agama, tempat kerja, dan negara. Setiap elemen ini berkontribusi dalam membentuk pemahaman seseorang tentang norma-norma sosial. Sementara itu, superego adalah rasa moral yang muncul secara alami dari proses integrasi dan internalisasi aturan, nilai, dan larangan yang diperoleh dari lingkungan sosial.
Ideologi, dalam konteks lebih luas, mencakup semua bentuk ajaran yang membicarakan tentang makna kehidupan, nilai-nilai fundamental, serta cara hidup dan bertindak manusia. Oleh karena itu, suara hati seseorang dapat dipengaruhi dan dibentuk oleh interaksi yang kompleks antara masyarakat, superego, dan ideologi. Kesadaran terhadap norma-norma ini memiliki peran krusial dalam membantu individu memahami dan menyelesaikan berbagai dilema moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Meskipun ketiga sumber norma tersebut mempengaruhi suara hati, namun suara hati memiliki karakteristik unik. Ketika seseorang berhadapan dengan pandangan masyarakat dan prinsip ideologi, kesadaran manusia muncul, menyadari bahwa ia tidak harus sepenuhnya mengikuti norma moral yang ditetapkan oleh masyarakat atau ideologi. Sebaliknya, individu memiliki tanggung jawab secara mandiri menentukan apa yang menjadi kewajiban mereka dalam situasi yang dihadapi.
Dalam situasi ini, suara hati berfungsi sebagai panduan batin yang memungkinkan individu melakukan introspeksi moral lebih dalam. Suara hati membantu manusia memahami nilai-nilai yang mereka yakini, membedakan antara benar dan salah, serta menentukan pendekatan mereka dalam menghadapi dilema moral. Dengan ini, suara hati menjadi sumber pengetahuan moral yang bersifat individual, membantu individu tidak hanya mengikuti norma-norma luar, tetapi juga merumuskan kewajiban moral mereka sendiri berdasarkan pertimbangan mendalam dan pribadi.
ADVERTISEMENT
Sebagai panduan dalam pengambilan keputusan moral, suara hati membutuhkan rasionalitas tanpa harus terjebak dalam rasionalisme yang memerlukan bukti menyeluruh. Keputusan moral yang diambil, menurut Magnis-Suseno (1987), harus responsif terhadap kritik, didukung oleh argumen, informasi, dan pertimbangan relevan, termasuk pendapat dari pihak lain.
Meskipun suara hati memiliki sifat universal, yang berarti ada satu kebenaran mutlak yang harus diikuti (universalitas dalam konsep Kant), namun suara hati bisa keliru karena terkait dengan situasi spesifik dan melibatkan pertimbangan rasional manusia. Oleh karena itu, suara hati memerlukan pendidikan atau pengembangan yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan konatif.
Dalam aspek kognitif, Sudarminta (2010) menjelaskan bahwa pendidikan suara hati melibatkan usaha terus belajar dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman moral. Ini dilakukan dengan sikap terbuka terhadap berbagai pertimbangan dan kemungkinan perubahan pandangan. Di sisi afektif, pendidikan suara hati bertujuan mengembangkan sensibilitas moral dan kepekaan terhadap apa yang dianggap baik atau memiliki nilai objektif, sekaligus mengidentifikasi perilaku yang dianggap buruk dan perlu dihindari.
ADVERTISEMENT
Sudarminta (2010) menjelaskan lebih lanjut dalam aspek konatif bahwa pendidikan moral bertujuan memperkuat tekad atau keinginan moral. Tujuannya adalah mengatasi potensi deviasi dalam sikap dan kesadaran moral saat berhadapan dengan situasi konkret yang mungkin disebabkan oleh kelemahan keinginan moral (akrasia). Tekad moral kuat bisa ditingkatkan melalui latihan dan kesadaran diri.
Suara hati yang telah terdidik dalam membuat keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan matang bisa menjadi kunci penting dalam meningkatkan ketajaman dalam pengambilan keputusan. Ketika seseorang memiliki nurani tajam, mereka dapat lebih efisien dalam menyeimbangkan faktor-faktor eksternal dengan kearifan batin mereka.
Diharapkan, semakin banyak individu yang mengasah kemampuan diskresi berdasarkan kejernihan batin, sehingga keputusan yang diambil tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan logis, melainkan juga pada kepekaan terhadap nilai-nilai moral dan etika.
ADVERTISEMENT
Dengan mempertimbangkan suara hati secara bijaksana, individu dapat mencapai keseimbangan antara akal dan perasaan, menghasilkan keputusan yang tidak hanya menguntungkan secara materiil, tetapi juga mendukung kebaikan dan keadilan. Proses pengambilan keputusan semacam itu tidak hanya memperkaya individu secara pribadi, tetapi juga memiliki potensi membawa dampak positif pada lingkungan dan masyarakat secara keseluruhan.