Konten dari Pengguna

Persaudaraan Kampung Sawah, Dirawat dan Tetap Hidup

Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada, Pengamat Pendidikan, Kandidat Doktor Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, dan Penggemar Sepak Bola.
25 Oktober 2024 15:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beberapa orang Kampung Sawah, kumpul bareng di pinggir telaga, sumber: Dok. Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Beberapa orang Kampung Sawah, kumpul bareng di pinggir telaga, sumber: Dok. Pribadi.
ADVERTISEMENT
Saat saya kecil di era tahun 1980-an, Kampung Sawah, Bekasi dan letaknya tidak jauh dari Jakarta terasa seperti sebuah desa yang hidup dalam harmoni kebersamaan. Penduduk di sana saling berinteraksi dan berhubungan erat melalui berbagai kegiatan sosial yang dilakukan di berbagai tempat yang berfungsi sebagai panggung kehidupan. Salah satu panggung yang paling sering dipenuhi oleh orang-orang adalah sawah.
ADVERTISEMENT
Sawah menjadi tempat berkumpul saat musim panen padi tiba, atau saat orang-orang menangkap ikan bersama. Di sana, para petani ngobrol, bercanda, dan bermain air. Saat lapar, mereka makan siang bersama di pematang atau gubuk-gubuk sederhana yang telah tersedia di tepi sawah. Suasana kebersamaan itu memberikan kenangan mendalam, menciptakan ikatan sosial kuat di antara mereka.
Panggung kedua adalah layar tancap, yang menjadi hiburan rakyat paling dinantikan. Saat ada pernikahan di Kampung Sawah, menjadi tradisi bagi pengantin agar menyelenggarakan layar tancap (jika mampu) sebagai bagian dari pesta. Penonton duduk rapi di atas tikar atau koran, menonton film dengan antusias.
Sorak-sorai dan tawa bersama sering terdengar ketika filmnya seru atau menghibur. Esok harinya, mereka akan kembali membicarakan adegan-adegan lucu yang mereka tonton semalam. Layar tancap bukan sekadar hiburan, tetapi juga momen penting guna mempererat hubungan antarwarga melalui pengalaman bersama.
ADVERTISEMENT
Lapangan sepak bola adalah panggung ketiga yang sangat aktif di Kampung Sawah. Hampir setiap RT waktu itu memiliki lapangan sendiri, dan sepak bola menjadi aktivitas yang digemari oleh anak-anak dan orang dewasa. Ada tiga lapangan yang sangat terkenal: Lapangan Rawa Buduk, Lapangan Gap, dan Poncol.
Lapangan-lapangan ini tidak hanya menjadi tempat bermain sepak bola, tetapi juga tempat berkumpul dan bercanda bersama teman-teman. Setiap akhir pekan, lapangan selalu ramai dengan canda tawa dan semangat kompetisi yang menghidupkan suasana kampung.
Panggung keempat adalah warung-warung legendaris yang menjadi tempat berkumpul dan berinteraksi. Warung Mang Iyom, Mang Peang, Wa Riun, dan Mang Ipran menjadi pusat kegiatan sosial di kampung. Di warung-warung ini, orang-orang tidak hanya datang membeli sesuatu, tetapi juga berbincang-bincang.
ADVERTISEMENT
Ada yang sekadar mampir sebentar membeli sesuatu, ada yang duduk lebih lama sambil menikmati soto Betawi atau gado-gado sambil mengobrol dengan pemilik warung dan sesama pelanggan. Warung-warung ini menjadi pusat kehidupan sosial, tempat bertukar cerita dan memperkuat persahabatan di antara warga.
Sekolah menjadi panggung kelima, tempat di mana banyak warga Kampung Sawah berkumpul, baik untuk belajar maupun bermain. Sekolah-sekolah di masa itu tidak dipagari sehingga halaman sekolah menjadi tempat bermain bebas bagi anak-anak setelah jam pelajaran usai.
Di sana, mereka bermain sambil tertawa, berbagi cerita, dan kadang-kadang belajar bersama. Suasana ini menciptakan rasa kebersamaan yang kuat antara siswa, guru, dan masyarakat sekitar, membuat sekolah tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar formal, tetapi juga sebagai ruang sosial yang hangat.
ADVERTISEMENT
Lima panggung kehidupan di Kampung Sawah—sawah, layar tancap, lapangan sepak bola, warung, dan sekolah—merupakan simbol dari kuatnya rasa persaudaraan dan kebersamaan di antara penduduk.
Setiap tempat memiliki fungsinya masing-masing dalam menciptakan interaksi sosial yang mendalam. Kampung Sawah menjadi contoh bagaimana kehidupan bersama yang harmonis dapat terbentuk melalui ruang-ruang sosial sederhana namun penuh makna.
Seiring berjalannya waktu, Kampung Sawah kini telah dipadati penduduk. Panggung-anggun yang dulu mewarnai kampung perlahan memudar, digantikan oleh kenangan akan kebersamaan. Di tengah perubahan ini, muncul berbagai kelompok yang menumbuhkan keakraban. Salah satu yang paling menarik perhatian saya adalah komunitas Braya atau Baraya, yang berasal dari kelompok persaudaraan Kampoeng Sawah Tempoe Doeloe.
Komunitas ini terus menjaga semangat kekeluargaan dan solidaritas di era digital. Berawal dari grup media sosial, persaudaraan ini kini aktif melalui grup WhatsApp, tempat di mana warga Kampung Sawah dapat terus terhubung tanpa batas.
ADVERTISEMENT
Saya pribadi merasakan kehangatan dan kedekatan komunitas ini. Setiap kali membuka grup, terutama setelah beberapa hari absen, selalu ada ribuan pesan yang belum terbaca—menjadi bukti betapa hidup dan aktifnya komunitas ini.
Salah satu kegiatan orang Kampung Sawah, yang menggembirakan, di salah satu rumah warga, sumber: Dok. Pribadi.
Kegiatan bersama yang rutin diadakan, seperti jambore persaudaraan dan rekreasi, menjadi bagian penting dari kebersamaan ini. Bukan hanya soal bersenang-senang, tetapi juga soal mempererat tali persaudaraan yang telah lama berjalan.
Grup ini menjadi semacam tempat "ngadem" bagi orang-orang Kampung Sawah yang ingin ngobrol, jalan-jalan, atau sekadar melepas rindu dengan suasana kampung halaman.
Salah satu tokoh kunci dalam komunitas ini adalah Bang Banu, yang dikenal sebagai inisiator berbagai kegiatan. Melalui kepemimpinannya, kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan selalu berjalan dengan lancar dan penuh kebersamaan. Dia berhasil mengkoordinir seluruh teman persaudaraan, memastikan semua merasa terlibat dan dihargai.
ADVERTISEMENT
Persaudaraan Kampung Sawah ini bukan hanya sekadar komunitas di dunia maya, tetapi menjadi wujud nyata dari kekuatan teknologi dalam memelihara nilai-nilai tradisional seperti kekeluargaan, kebersamaan, dan saling peduli. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, grup ini menawarkan sebuah ruang yang menyejukkan, tempat di mana tali persaudaraan tidak pernah putus.
Semoga persaudaraan di Kampung Sawah dapat terus dirawat, tumbuh, dan tetap hidup di masa depan. Di tengah pesatnya perkembangan zaman yang semakin maju, semangat kebersamaan yang telah terjalin erat menjadi fondasi penting untuk menjaga nilai-nilai kekeluargaan.
Meskipun perubahan terus terjadi, harapan besarnya adalah agar hubungan yang telah terbangun tidak pudar, melainkan semakin kuat dan bermakna. Dengan komunitas yang hidup saling mendukung dan berkomunikasi aktif, Kampung Sawah bisa tetap menjadi tempat di mana solidaritas dan kebersamaan selalu hidup dalam setiap langkah kemajuan yang dihadapi.
ADVERTISEMENT