Konten dari Pengguna

Refleksi Memperingati Hari Lahirnya Pancasila

Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada, Pengamat Pendidikan, Kandidat Doktor Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, dan Penggemar Sepak Bola.
1 Juni 2024 18:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lambang Pancasila di dada burung Garuda, sumber: Dokumen Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Lambang Pancasila di dada burung Garuda, sumber: Dokumen Pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saya pertama kali mengenal Pancasila saat bersekolah di SD Angkasa VII Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada tahun 1980. Ketika itu, saya ikut upacara bendera. Sebagai anak yang masih berusia 7 tahun, tentu saja saya belum mengerti makna di balik lima sila yang terkandung dalam Pancasila. Yang saya tahu saat itu hanya menghapalnya saja.
ADVERTISEMENT
Namun, seiring perjalanan waktu, saya semakin mendalami maknanya, khususnya ketika mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di SMP Strada Kampung Sawah pada tahun 1987. Ternyata, di balik lima sila tersebut terdapat 36 butir pemaknaan yang mendalam.
Setiap tanggal 1 Juni, seluruh rakyat Indonesia memperingati Hari Lahirnya Pancasila, sebuah momen bersejarah ketika Bung Karno pertama kali memperkenalkan konsep Pancasila pada tahun 1945. Pada hari itu, secara jelas, sejarah mencatat pidato Bung Karno di sidang BPUPKI yang tidak hanya menyulut semangat kemerdekaan, tetapi juga menancapkan dasar ideologi kokoh bagi negara Indonesia merdeka.
Waktu itu kita membayangkan, Indonesia masih berada di ujung perjuangan panjang melawan kolonialisme penjajah, dan seluruh bangsa mendambakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Di tengah semangat membara, muncullah sosok Bung Karno dengan visi luar biasanya, mengusulkan lima prinsip dasar negara yang kemudian dikenal sebagai Pancasila.
ADVERTISEMENT
Kelima prinsip ini—Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau Perikemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi; Kesejahteraan Sosial; dan Ketuhanan yang Maha Esa—menjadi fondasi lahirnya negara Indonesia yang berdaulat.
Kelima sila tersebut yang kemudian, ditata ulang urutannya sehingga saat disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), dapat tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yang urutannya menjadi Ketuhanan yang Maha Esa; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila yang telah terumuskan bukan sekadar rangkaian kata dalam naskah bersejarah. Pancasila adalah jiwa, semangat, dan pedoman hidup bagi bangsa Indonesia. Setiap sila mengandung nilai-nilai luhur yang membentuk karakter dan identitas kita sebagai bangsa.
Sila pertama mengajarkan orang Indonesia menempatkan nilai-nilai spiritual dan toleransi beragama di atas segalanya. Hal ini bukan hanya tentang keyakinan pribadi, tetapi juga tentang bagaimana warga negara saling menghormati dan menjaga kerukunan antarumat beragama.
ADVERTISEMENT
Sila kedua menekankan pentingnya keadilan dan kemanusiaan dalam segala aspek kehidupan. Di tengah berbagai tantangan sosial yang dihadapi, mulai dari kesenjangan ekonomi hingga pelanggaran hak asasi manusia, nilai demikian mengingatkan warga negara agar memperlakukan sesama dengan adil dan bermartabat.
Sila ketiga menjadi pengingat kuat tentang pentingnya menjaga keutuhan dan persatuan bangsa. Dalam keberagaman suku, agama, dan budaya, orang Indonesia diajak menempatkan persatuan di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Sila keempat mengajarkan warga negara tentang demokrasi sejati, di mana keputusan diambil melalui musyawarah dan mufakat, bukan sekadar mayoritas suara. Hal ini tentu saja menjadi cerminan dari kearifan lokal bangsa yang sangat berharga.
Sila kelima menegaskan bahwa kesejahteraan dan keadilan sosial adalah hak setiap warga negara. Di tengah perkembangan ekonomi dan teknologi yang pesat, warga negara diingatkan untuk tidak melupakan mereka yang kurang beruntung dan terus memperjuangkan keadilan sosial.
ADVERTISEMENT
Hari Lahirnya Pancasila bukan hanya sekadar ritual tahunan. Peringatan ini bisa menjadi momen refleksi untuk melihat kembali ke masa lalu, mengambil pelajaran, dan menghadapi masa depan dengan semangat baru. Di tengah dinamika global yang serba cepat, masyarakat Indonesia diingatkan untuk tetap berpegang pada nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa.
Sebagai ajakan bersama, mari kita jadikan peringatan Hari Lahirnya Pancasila ini sebagai momentum untuk memperkuat komitmen dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan begitu, masyarakat Indonesia tidak hanya merayakan sejarah, tetapi juga memastikan bahwa Indonesia tetap tegak dan jaya dengan Pancasila sebagai pedoman yang dipegang teguh dalam merawat bangsa. Mari kita terus bekerja sama, menjaga persatuan, dan memperjuangkan keadilan sosial demi Indonesia yang lebih baik. Pancasila adalah kita, dan kita adalah Pancasila.
ADVERTISEMENT