Konten dari Pengguna

Tantang Risiko Digital dan Bijak Gunakan Ponsel!

Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada, Pengamat Pendidikan, Kandidat Doktor Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, dan Penggemar Sepak Bola.
21 Oktober 2024 11:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beberapa murid dengan Ponsel di tangan, sumber: Pexels.
zoom-in-whitePerbesar
Beberapa murid dengan Ponsel di tangan, sumber: Pexels.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Membaca artikel di Kompas.com (17/10/2024) berjudul "Belanda Larang Murid SD dan Sekolah Menengah Pakai Ponsel di Kelas" benar-benar mengejutkan saya.
ADVERTISEMENT
Tak disangka, negara maju seperti Belanda, yang menurut data IMF tahun 2024 memiliki pendapatan per kapita sebesar US$ 63.750,00 atau setara dengan Rp 989.576.460,00 (kurs US$ 1=15.522,77) per tahun, telah memberlakukan kebijakan larangan penggunaan Ponsel (telepon seluler) di sekolah.
Larangan penggunaan perangkat pintar di sekolah-sekolah Belanda, yang dimulai pada sekolah menengah sejak Januari 2024, kini telah diperluas ke seluruh sekolah dasar. Langkah ini menandai komitmen pemerintah Belanda guna menghasilkan lingkungan belajar yang lebih fokus dan mengurangi distraksi teknologi dalam kegiatan belajar-mengajar.
Dengan melarang penggunaan telepon seluler, jam tangan pintar, dan tablet di sekolah, Belanda berharap siswa dapat lebih berkonsentrasi pada pembelajaran, serta mengurangi ketergantungan pada perangkat digital yang sering kali mengganggu proses edukasi.
ADVERTISEMENT
Implementasi kebijakan ini di seluruh negeri mencerminkan perhatian serius terhadap dampak negatif perangkat pintar terhadap perhatian dan interaksi sosial di kalangan siswa.
Kebijakan tersebut juga bertujuan mengembalikan suasana kelas agar lebih kondusif dalam pembelajaran tatap muka, tanpa terganggu oleh akses instan ke hiburan digital.
Interaksi murid dan guru, tanpa Ponsel, sumber: Pexels.
Meskipun kebijakan ini dipuji oleh banyak pihak, tantangan utama yang muncul adalah bagaimana memastikan bahwa larangan tersebut dapat diberlakukan secara efektif dan adil di seluruh sekolah, terutama dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa yang mungkin memerlukan perangkat dengan tujuan tertentu.
Namun demikian, Belanda tetap melanjutkan upayanya dalam membangun lingkungan belajar yang lebih disiplin dan bebas dari gangguan teknologi.
Melarang penggunaan Ponsel bagi murid SD di Belanda patut menjadi perhatian. Saya sendiri pernah menerapkan kebijakan serupa ketika menjadi Moderator sekolah di Nabire (2003-2013) dan kemudian di Civita Youth Camp, Ciputat (2013-2019). Kami menyediakan lemari khusus untuk menyimpan Ponsel para murid, dan dampaknya luar biasa.
ADVERTISEMENT
Murid-murid lebih mampu berkonsentrasi dan menunjukkan sikap baik. Pengalaman selama enam belas tahun bersama rekan-rekan guru dan pendamping menunjukkan bahwa ketika perhatian penuh diberikan kepada murid, pendidikan karakter mereka terbentuk dengan sangat baik.
Membatasi penggunaan Ponsel dan laptop bagi murid SD hingga SLTA adalah langkah yang perlu dipertimbangkan secara proporsional. Sebagai contoh, Ponsel hanya digunakan untuk literasi dan pembelajaran pada jam-jam tertentu di sekolah. Di rumah, orang tua pun sebaiknya turut membatasi penggunaan Ponsel, bukan dengan cara otoriter, melainkan melalui pendekatan yang bijaksana.
Mereka dapat memberikan pengertian kepada anak serta membangun komitmen bersama agar penggunaan Ponsel lebih edukatif. Dengan demikian, anak-anak tidak terjebak dalam penggunaan secara berlebihan atau tidak bermanfaat.
ADVERTISEMENT
Penggunaan Ponsel secara sembarangan dapat membawa dampak negatif. Jika anak-anak lebih sering mempercayai berita-berita hoaks, menghabiskan waktu berjam-jam bermain games, maka yang terjadi adalah mereka akan kesulitan membuat prioritas, membedakan yang benar dan salah, bahkan bisa menjadi antisosial.
Beberapa alat canggih, termasuk Ponsel yang seharusnya digunakan secara bijaksana, sumber: Pexels.
Ketergantungan pada kesenangan individu yang tidak terkendali bisa membuat mereka egois dan hanya mementingkan diri sendiri. Oleh karena itu, kontrol bijaksana sangat diperlukan agar mereka tidak terjerumus dalam kebiasaan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Pendidikan tentang penggunaan Ponsel secara bijak perlu dilatihkan baik di sekolah maupun di rumah. Tidak perlu melarang secara berlebihan, tetapi membatasi secara cerdas adalah langkah yang tepat. Peserta didik perlu diajarkan agar tetap akrab dengan teman-teman sebaya tanpa kehadiran Ponsel, sehingga mereka dapat berinteraksi secara langsung dan mengembangkan keterampilan sosial mereka.
ADVERTISEMENT
Interaksi nyata dengan teman-teman akan memperkaya pengalaman hidup mereka jauh lebih baik daripada dunia virtual yang ada di balik layar Ponsel.
Masyarakat dan pemerintah perlu meningkatkan kesadaran tentang bahaya penggunaan Ponsel secara berlebihan melalui opini publik. Pemerintah dapat menggunakan iklan layanan masyarakat untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya kehati-hatian dalam penggunaan Ponsel (Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2020).
Para akademisi kesehatan mental juga perlu mempublikasikan dampak negatif yang tersembunyi dari penggunaan ponsel berlebihan, khususnya di kalangan pelajar (Anderson & Jiang, 2018). Selain itu, para pendidik dan orang tua perlu menjadi teladan dalam penggunaan Ponsel secara bijak agar anak-anak dan siswa mereka dapat mengikuti teladan yang baik.
Sebagai catatan akhir, solusi terbaik saat ini adalah dengan mengatur penggunaan Ponsel secara proporsional dan menghindari penggunaan secara sembarangan. Penggunaan Ponsel secara berlebihan dapat menghambat pembentukan karakter yang seharusnya dibentuk melalui interaksi sosial sehari-hari (Twenge, 2017). Dukungan dari sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah sangat penting untuk memastikan penggunaan Ponsel lebih bijaksana sekarang dan di masa depan.
ADVERTISEMENT