Konten dari Pengguna

Umpatan Warganet: Nasionalisme atau Cyberbullying?

Benny Iswardi
ASN, Analis Kebijakan Madya
25 Juni 2021 10:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Benny Iswardi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi foto Think Before Text. Sumber: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi foto Think Before Text. Sumber: freepik.com
ADVERTISEMENT
Nasionalisme adalah keharusan bagi setiap warga negara di mana pun berada. Sebagai sebuah paham untuk mencintai bangsa dan negaranya sendiri, nasionalisme semacam konsensus yang harus ada dalam tiap diri, tentu dalam beragam bentuk.
ADVERTISEMENT
Media-media online pada minggu lalu menurunkan berita terusiknya rasa nasionalisme warganet Indonesia pada dialog di episode kelima drama Korea Racket Boys yang tayang pada Senin, 14 Juni 2021. Pada episode itu diceritakan pemain bulutangkis Korea Selatan, Han Se-Yoon sedang bertanding dengan pemain Indonesia di event internasional di Jakarta. Se-Yoon curhat kepada pelatih mengenai perilaku penonton tuan rumah yang selalu menyorakinya saat membuat kesalahan. Sang pelatih menanggapi, “Penonton tidak akan mengejek jika tahu sopan santun.”
Pada adegan lain dikisahkan pelatih dan beberapa pemain bulutangkis Korea Selatan yang berada di restoran membahas kecurangan tuan rumah Indonesia. Indonesia melakukan segala cara untuk memenangkan pemain Indonesia. Mereka diberikan hotel yang tidak bagus dan tempat latihan yang tidak ber-AC. Salah satu pemain menyahut, “Tenang pak ini bukan pertama kali terjadi.”
ADVERTISEMENT
Merasa Indonesia direndahkan, tanpa dikomando warganet memberikan komentar yang bertubi-tubi pada akun instagram resmi SBS yaitu @sbsdrama.official dan @sbsnow_insta. Bila kita melihat kedua akun instagram SBS, kita dapat melihat pola komentar warganet.
Pertama, komentar yang meminta SBS meminta maaf secara resmi kepada Indonesia. Kedua, komentar yang mengajak warganet untuk me-report agar akun instagram SBS di-takedown dan memberikan review rendah drama Racket Boys. Ketiga, komentar negatif yang bersifat caci maki, kata tidak senonoh, body shaming, dan rasis. Keempat, sebagian warganet mengingatkan agar berkomentar dengan sopan dan tidak kasar. Kelima, komentar warganet menyasar pada unggahan SBS yang tidak terkait dengan drama Racket Boys.
Serangan komentar warganet terhadap SBS ini mengingatkan penulis pada media online pada beberapa bulan lalu yang juga memberitakan serangan bertubi-tubi warganet di akun instagram Dayana dan GothamCess.
ADVERTISEMENT
Dalam salah satu video yang diunggah Fiki Naki di akun Youtube-nya, ia bertemu dengan Dayana. Dayana mahasiswi berusia 18 tahun asal Kazhakstan. Sejak pertemuan pertama dengan Fiki Naki, Dayana menjadi pujaan subscriber Fiki. Instagram Dayana yang semula hanya 2 ribu follower menjadi lebih dari 2 juta dalam waktu singkat. Mengabulkan permintaan subscriber, Fiki Naki mengunggah video obrolan dengan Dayana sampai 6 episode.
Menyongsong hari Valentine, Fiki dan Dayana membuat konten seolah-olah Dayana menerima hadiah dari Fiki. Dayana akan mengunggah video di akun instagramnya saat ia sedang unboxing hadiah Valentine dari Fiki. Konflik keduanya membuat subscriber Fiki marah dan memulai gerakan unfollow pada akun instagram Dayana.
Dayana memberikan tanggapan secara live di instagram bahwa banyaknya follower yang melakukan unfollow pada akun instagramnya tidak membuatnya terlalu khawatir. Ia mengatakan bahwa ia akan lebih terkenal di Rusia dan Kazakhstan daripada di Indonesia, karena ia didukung oleh blogger terkenal Rusia.
ADVERTISEMENT
Merasa Dayana merendahkan Indonesia, serangan komentar warganet Indonesia dan gerakan unfollow akun instagramnya semakin deras. Beberapa akun Youtube melakukan siaran langsung melaporkan penurunan jumlah follower akun instagram Dayana. Saat ini Dayana memiliki 1,1 followers.
Ilustrasi "polusi media sosial" oleh Indra Fauzi/kumparan Foto: -
Selain cerita konflik Dayana dan Fiki Naki, warganet Indonesia juga bereaksi atas cerita GothamChess. Levy Rozman pemilik akun GothamChess pada tanggal 2 Maret 2021 bermain catur di chess.com, platform catur online melawan Dewa Kipas (bernama asli Dadang Subur) dari Indonesia.
Pada kesempatan itu GothamChess mengalami kekalahan. Melihat pola permainan Dewa Kipas dengan raihan 900 angka dalam 2 minggu, Levy Rozman curiga Dewa Kipas menggunakan bantuan komputer. Apalagi akurasi permainan Dewa Kipas antara 97%-99%. Kemudian Levy melaporkan akun Dewa Kipas ke pengelola chess.com. Dari hasil analisis, pengelola chess.com menyimpulkan Dewa Kipas curang, kemudian menutup akun Dewa Kipas.
ADVERTISEMENT
Menanggapi penutupan akun Dewa Kipas, warganet Indonesia menyerang akun instagram, twitter dan akun GothamChess di Youtube milik Levy Rozman. Warganet Indonesia tidak hanya menyerang Levy pribadi, tetapi juga menyerang ibu dan keluarganya (Corbuzier, 2021). Karena komentar-komentar yang semakin deras dan memojokkannya, Levy sempat menutup akun Facebook dan akun Gothamchess di YouTube untuk penonton Indonesia.
Untuk memahami dengan mudah tentang cyberbullying, kita lihat pemahaman yang diberikan UNICEF (https://www.unicef.org). UNICEF mengartikan cyberbullying sebagai perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah atau mempermalukan seseorang yang menjadi sasaran.
UNICEF memberikan contoh yang masuk dalam kategori cyberbullying, yaitu menyebarkan kebohongan tentang seseorang, mengunggah foto seseorang yang memalukan, mengirimkan komentar dengan nada mengancam, menuliskan kata-kata yang menyakitkan atau menjengkelkan, mengirimkan pesan jahat kepada seseorang dengan membuat akun palsu mengatasnamakan seseorang, ajakan mengucilkan seseorang dari komunitas, menghasut orang lain untuk mempermalukan seseorang, memaksa seseorang agar mengirimkan gambar sensual atau terlibat dalam percakapan seksual.
ADVERTISEMENT
Mengapa kita sebagai warganet peduli dengan cyberbullying? Dampak cyerbullying tidak main-main. Seseorang yang menjadi target bisa depresi, susah tidur, bahkan bisa bunuh diri. Di banyak negara cyberbullying masuk dalam tindak pidana. Di Indonesia cyberbullying bisa di-polisi-kan.
Tantangan kita sebagai warganet untuk memerangi cyberbullying sangat berat. Karena budaya kita yang permisif atas perkataan julid dan nyinyir. Terkadang sulit membedakan antara komentar bercanda atau bullying. Bila kita menunjukkan rasa tidak nyaman, kita malah dicap baper-an.
Memberikan komentar pada seseorang atau pihak-pihak yang merendahkan masyarakat Indonesia, budaya Indonesia dan nama Indonesia, wajib hukumnya bagi kita sebagai warga negara. Namun kita sebagai warganet perlu hati-hati berkomentar. Think before text.