Anaknya Tewas Dianiaya Senior Prajurit, Ibu Asal Solo Mengadu ke Panglima TNI

Konten Media Partner
1 Juni 2022 21:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPD KAI Jateng, Asri Purwanti (tengah), ibu korban dan staf kuasa hukum menunjukkan surat pengaduan kepada Panglma TNI, KASAD dan Komnas HAM. FOTO: Agung Santoso
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPD KAI Jateng, Asri Purwanti (tengah), ibu korban dan staf kuasa hukum menunjukkan surat pengaduan kepada Panglma TNI, KASAD dan Komnas HAM. FOTO: Agung Santoso
ADVERTISEMENT
SOLO - Seorang ibu asal Solo, Sri Rejeki (50), mengadukan kematian anaknya Sertu Marctyan Bayu Pratama, yang diduga tewas dianiaya seniornya saat bertugas di Timika, Papua kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
ADVERTISEMENT
“Anak saya mendapat tugas di Timika akhir Juni 2021. Namun pulang keadaan meninggal dunia pada 8 November 2021,” terang Sri, Rabu (01/06/2022).
Sri mengatakan, 2 hari sebelum dikabarkan meninggal dunia Bayu masih melakukan video call bersama istri anaknya. Saat itu almarhum terlihat sehat.
“Namun setelah itu dikabarkan meninggal dunia. Sesudah dibawa pulang dari Timika, dia dimakamkan di TPU Pracimaloyo, Sukoharjo.”
Sepanjang proses pemakaman Sri mengaku sempat ditolak petugas dari kesatuan tempat anaknya bertugas, saat ingin melihat kondisi anaknya untuk terakhir kali.
Hingga akhirnya Sri berhasil melihat wajah anaknya yang penuh luka dan hidung yang diduga patah.
“Saya minta autopsi ulang, tapi petugas justru memberikan janji akan diberi hasil autopsi,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Namun surat yang dijanjikan itu hingga kini belum diterima Sri. Akhirnya ia memutuskan mencari informasi tentang kematian Bayu, yang dianggapnya tidak wajar tersebut.
“Sebagai ibu, saya cari informasi kematian anak saya ke mana-mana,” tutur dia.
Upaya Sri mendapatkan titik terang, saat ia mendapat informasi jika Bayu dianiaya 2 oknum seniornya di Timika. Kedua senior Bayu itu berpangkat Lettu dan Letda.
“Kasusnya ditangani Oditur Militer Jayapura. Namun tanggal 25 Mei telah diserahkan ke Pengadilan Militer di Jakarta,” ujarnya.
Ilustrasi penganiayaan. FOTO: kumparan
Namun Sri mengaku heran, manakala melihat kedua senior anaknya saat ini tidak ditahan. Sekalipun keduanya pernah ditahan selama 20 hari saat pemeriksaan di Oditur Militer Jayapura.
Ini dibuktikan dengan aktivitas keduanya di media sosial dan dibenarkan salah satu petugas kantor hukum tempat oknum tersebut bertugas.
ADVERTISEMENT
“Alasannya dalam pengawasan. Padahal anak saya diperlakukan oknum ini dengan sadis hingga meninggal dunia,” kata Sri.
Motif yang melatarbelakangi penganiayaan itu juga masih samar. Setahu Sri, anaknya memiliki utang Rp 100-an juta kepada sesama prajurit. Namun Sri mengeklaim jika almarhum sudah melunasinya.
“Ada bukti-bukti transfer. Saya juga kirim ke teman anak saya ini. Saya nekat jual rumah untuk melunasi,” terangnya.
Surat pengaduan yang dikirimkan kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. FOTO: Agung Santoso
Dalam perjalanannya mencari keadilan, Sri akhirnya dibantu teman sekolahnya yakni Asri Purwanti SH MH. Dengan pendampingan hukum dari Asri, Sri akhirnya menyurati Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
“Saya juga sudah berkomunikasi dengan Komnas HAM tanggal 19 Mei. Informasi sudah saya sampaikan secara prosedural kepada beberapa perwira,” jelas Asri yang juga Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jateng ini.
ADVERTISEMENT
Surat pengaduan Sri juga dikirimkan kepada KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman, dengan beberapa permohonannya seperti pemecatan oknum tersebut dari dinas militer karena memiliki sifat sadis yang membahayakan tata kehidupan militer.
“Ini juga membahayakan masyarakat sipil dan penugasan,” jelas Asri.
Korban pun diyakini menerima kekerasan tersebut cukup lama sebelum meninggal, karena beberapa kali mengeluh kepada ibunya ingin menyudahi tugas.
“Kami juga mohon adanya perlindungan hukum dan keselamatan dalam mencari keadilan,” tandasnya.
Hingga kini, Asri maupun Sri juga belum melihat itikad baik keluarga oknum prajurit tersebut. Termasuk untuk bertanggung jawab atas masa depan anak dan istri korban.
(Agung Santoso)