Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Cerita Maestro Keroncong Waldjinah dan Batik Kembang Kacang dalam Sebuah Film
30 Maret 2022 20:40 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Film tersebut mengangkat sosok Waldjinah yang selalu mengenakan kain batik (jarik) dan kebaya, sejak ia mulai berkarir di dunia keroncong. Meski zaman terus berubah, Waldjinah dan kebayanya seolah tak terpisahkan.
Berkarir sejak usia 12 tahun, pada 1958 Waldjinah memberanikan diri mengikuti kontes Bintang Radio RRI. Sejak itu Waldjinah memakai kain batik, yang masih tersimpan rapi hingga kini meskipun ada beberapa bagian yang robek termakan usia.
Motif batik Kembang Kacang menjadi motif favorit Waldjinah. Pada kejuaraan menyanyi pertama yang diikutinya, Waldjinah berhasil menjadi juara pertama dan mendapat julukan Ratu Kembang Kacang. Sejak saat itu, Batik Kembang Kacang menjadi penanda awal karirnya menuju penyanyi keroncong profesional.
Kisah menarik di balik Batik Kembang Kacang ini pun diulas, melalui gambaran keluarga Waldjinah yang berlatar belakang pembatik. Saat mengikuti kejuaraan Bintang Radio, Waldjinah diberi kain batik motif sandang pangan oleh saudaranya. Batik tersebut dibuat sebelum Waldjinah mengikuti kejuaraan.
ADVERTISEMENT
Alhasil kain batik yang berusia hampir 100 tahun ini, memiliki kisah yang begitu dalam bagi Sang Maestro Keroncong.
Hingga kini, Waldjinah juga masih menyimpan pola-pola batik peninggalan ibu maupun kakak-kakaknya. Kain batik juga terus dikenakan Waldjinah hingga kini.
Bahkan setiap tahun saat masih kerap mendapat undangan menerima penghargaan di Istana Negara, ia pun tetap mengenakan kebaya dan kain batik.
Selain motif Kembang Kacang, Waldjinah juga mengenakan batik tulis buatan keluarga dengan motif lain. Motif Kembang Kantil misalnya, dikenakan Waldjinah saat ia mendapatkan penghargaan sebagai Ratu Keroncong Indonesia dari Presiden pertama RI Ir Soekarno pada 1965.
“Kain batik tulis motif Kembang Kantil itu merupakan lambang cinta manusia kepada Tuhan dan sesama,” tutur Waldjinah.
Bukan tanpa alasan jika Waldjinah selalu mengenakan kain batik saat tampil. Sebab, batik adalah lambang kecintaan Waldjinah kepada Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Kain batik yang dibuat kakak saya pertama kali dipakai ketika menyanyi di Istana Negara, dalam upacara peringatan Kemerdekaan 17 Agustus,” jelas Waldjinah.
Rilis film ini diadakan di Galeri Batik Walang Kekek, Jalan Parang Cantel Nomor 31, Mangkuyudan, Solo. Bertepatan dengan ulang tahun ke-7 CV Mawar Magenta, sebagai induk Maleopict Production House.
Film pendek dokumenter berjudul ‘Irama Batik Ratu Kembang Katjang’ itu mengambil setting Kota Solo, dengan setiap sudutnya yang memberikan rasa hangat seperti 'rumah'.
Produser film ‘Irama Batik Ratu Kembang Katjang’, Aria Bima mengungkapkan, sang maestro ini terus mempopulerkan batik untuk disukai rakyat Indonesia.
“Saat saya lihat pemahaman beliau mengenai seni, itu luar biasa. Tidak hanya membawa seni keroncong sebagai ekspresi jiwa bangsa kita, tapi juga membawa ekspresi batik yang merupakan peninggalan para leluhur. Ternyata batik ini sangat korelatif dengan jiwa nasional negara kita,” urai Aria Bima.
ADVERTISEMENT
(Fernando Fitusia)